38 | Kembali

3 0 0
                                    

Selamat membaca!

·⁠·✧☬✧⁠⁠·⁠·

“Saya ingin bertanya dulu. Kau menuliskan tujuan pembaharuan demi memudahkan halimunan dan manusia dalam bertransaksi, yang mana akan mewajibkan pengukuran terlebih dahulu barulah menetapkan kontrak yang sesuai, sama rata, dan adil. Menghilangkan kontrak jiwa. Kalau begitu, dengan apa manusia membayar?” Nawa tiba-tiba mendaratkan bokong di rerumputan. Diiringi kedua orang di sampingnya yang tampak sudah lama mewanti-wanti, terlihat tergesa orang-orang di belakang sana merosot ke lantai.

Nawasena yang melihat hal itu segera menegaskan agar mereka juga duduk atau pergi saja dari taman, mereka dengan terpaksa kembali bangkit. “Memangnya saya arca?” gerutunya. Hyalli menghela napas gusar, merasa tengah menghadapi satu orang yang disalin jadi dua. Sifat dan kelakuan Nawa hampir persis Nala, setelah mengontrol ekspresi, ia menatap sang adik penuh tuntutan.

“Kalau gak ada bayaran jiwa ... halimunan akan berhenti mencari korban. Manusia akan membayar pakai tenaga atau bantuan yang gak bisa halimunan lakukan, seperti mengurus putusan dan sosialisasi antar negara.” Kalimat itu, mampu menjelaskan segalanya. “Apabila aturan itu diwajibkan, saya akan mengikatnya dengan sihir sehingga sumpah tersebar ke seluruh halimunan. Hukuman atas pengingkaran aturan terjadi otomatis. Karena itu, kita akan memberi waktu bagi rakyat mendengarkan pengumuman.”

“Tentu memerlukan persetujuan Raja dan Ratu dari negeri tetangga. Saya merasa bersalah ... kamu mendengar ini di tempat gak resmi.” Nala meminta maaf kepada Hyalli yang merupakan calon ratu Mahāsāgarā, penobatannya tinggal beberapa minggu lagi, ia rela datang kemari di tengah ketatnya jadwal semata-mata karena berkaitan dengan Amaryllis.

“Lalu, Nala. Bagaimana jika manusia yang menyalahi prosedur tersebut, atau bertindak semena-mena? Apakah mereka bebas keluar-masuk? Apa tindakanmu jika kekacauan terjadi?” tanya Nawa, lagi.

Pelan dan jelas, Nala berkata, “Masih seperti dulu, dunia kita gak terlihat, manusia gak bisa keluar-masuk dengan bebas. Mereka harus mempunyai penanggung jawab minimal satu halimunan berusia legal, tanda kependudukan mungkin bisa dimiliki jika ingin, dan tentu ada persyaratan dan ketentuan. Ini masih ancang-ancang saya, tapi saya harap kalian mempertimbangkan dengan sepenuh hati.”

Padahal tampikan keras adalah makanan sehari-hari dari Ahwanith dan Nawasena. Tapi jujur saja, hubungan mereka yang sedikit membaik membuatnya takut kecewa akhir-akhir ini.

“Pastinya kita semakin sibuk nanti, saya akan segera mengabari kalian setelah kondisi Mahāsāgarā tenang usai acara. Kita bisa mengatur hari rapat.”

Kening Nala terangkat sebelah. Bingung. Hyalli tidak menepis sedikit pun, sang kakak juga hanya diam sambil mengangguk kecil. Seolah mereka sudah membicarakan ini sebelumnya. Lebih mengejutkan lagi ketika Hyalli berkata, Raja Argan pun sudah mencari-cari waktu kosong dan lebih memperhatikan kesehatannya agar dapat menghadiri pertemuan penting tersebut. Tentu itu semua karena Nawasena menyebarkan informasi tepat setelah sehari Nala menyerahkan dokumen tebalnya.

“Cepat jemput gadis itu. Selesaikan masalah ini.”

Benar-benar, gaya mereka sama betul! tutur Malige membatin, syok. Perkataan Nawasena membangkitkan rasa deja vu ketika ia dan Ryllis gagal mencuri Svargah. Selama ini dua pilar Nadīkrastala tersebut tak pernah terlihat bersama lebih dari setengah hari, sehingga banyak hal di luar dugaan terjadi. Malige segera bangkit mengikuti langkah tuan sekaligus sahabatnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 6 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

WakshudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang