Jangan lupa vote, biar semangat update, Luv! Selamat membaca!
··✧☬✧··
Madja kebingungan melihat tiada seorang pun dari pihak Nala berada di dermaga. Ketika orang suruhannya memeriksa dek beserta kabin kapal, benda sebesar rumah tersebut kosong, hanya seorang pengurus ruang mesin tersisa.
“Apa yang harus kita lakukan, Tuan?” tanya lelaki di samping Madja, masih menunduk hormat.
“Sepertinya kita ketahuan.” Madja memandang seluruh pasukan di belakang sana, semuanya berbaris rapi, jumlah mereka tak kurang dari seratus laki-laki bertubuh kekar, masing-masing memegang keris dan memakai kain penutup mata.
Madja kemudian memberi perintah, “Berpencar, cari mereka sampai dapat. Jika tidak memungkinkan membawa Pasukan Rahasia, bunuh saja. Kecuali pemimpinnya, Naladhipa Krastala!”
“Bagaimana dengan gadis yang dibawanya, Tuan?”
“Amaryllis ... dia pasti telah pulang ke muka Bumi. Tak perlu memikirkannya, berantas saja semua orang yang dibawa anak itu.”
“Siap, laksanakan!”
***
Napas tersendat-sendat, Ryllis merasa pusing luar biasa, memeluk tubuh Nala sekuat yang ia bisa. Kegelapan begitu pekat menyelimuti, karena mereka berada di inti terdalam sebuah gua di daerah pedalaman Sukhau. Berlari dan berjalan dari pinggiran Prāci hingga tiba di sini, demi menghindari Madja yang menunggu di pelabuhan Sejahtra.
Kanagara tergesa datang membawa obor bersama kelima penjaganya. Lekas Nala mengambil satu untuk membantu menerangi Ryllis yang kesulitan bernapas di kegelapan, mencoba menenangkan perempuan itu.
“Bagaimana kondisi di luar, Pangeran?” Hyalli mewakilkan bertanya.
“Saya mendapat informasi kalau pasukan pria itu sudah dikerahkan ke segala tempat. Secepatnya kita harus tiba di ibukota,” jelas Kanagara.
Putra mahkota Kerajaan Gitīmingsra tersebutlah yang mendatangi kapal mereka guna memberi kabar pengkhianatan Madja. Awalnya lumayan sulit membuat Nala percaya, mengingat konflik dulu—ia menyusup dan mencekik Amaryllis–belum terselesaikan. Namun, mengetahui Madja pelaku di balik bobroknya kesehatan Raja Argan, perlahan-lahan sampai ke titik beliau sekarat sekarang, bertepatan kedatangan pasukan Nadīkrastala, Nala tersadarkan.
Madja pun tak berkilah, ia kabur dari istana dan beberapa kali masyarakat melihatnya bersama orang-orang berpenutup mata dan kabut hitam selalu menyertai langkah mereka. Pasukan Chhaya (छाया), memiliki arti bayangan, ilmu terlarang yang terkubur di bawah gunung angker di Tanah Kalimantan.
“Bagaimana caranya kita keluar dari sini? Kalian punya rencana?” tanya Hyalli, pada Nala dan Kanagara.
“Pasukan Chhaya akan langsung mengetahui keberadaan siapa pun jika bayangannya terbentuk sempurna. Contohnya saat berada di tengah lapangan luas,” jelas Nala, ada cara menyamarkan jejak, yaitu berada di kegelapan, oleh karena itulah mereka segera memasuki gua tersebut.
“Kita bisa keluar dan berjalan di bawah pepohonan.” Kanagara mengusulkan.
“Bagaimana jika nggak ada pohon, seperti di sungai?” Nala menatap dingin sosok lelaki berambut panjang itu, dibalas dengan tatapan tak mau kalah.
“Udah, udah! kalian ini,” sela Amaryllis. “Syaratnya asal ada yang nutupin kita dan bikin bayangan gak sempurna, ‘kan? Payung atau daun keladi besar bisa dibawa ke mana-mana termasuk menyebrang sungai. Gak perlu pake baku hantam dulu, gak menyelesaikan masalah.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Wakshuda
Viễn tưởngAmaryllis memiliki fisik yang tak sekuat orang-orang kebanyakan. Acara liburan yang diiming-imingi kenyamanan beristirahat, usai berhasil menggenggam gelar sarjananya, malah berjalan kacau. Hal-hal rancu bermunculan di hutan buatan tersebut, membua...