21 | Anaya

11 3 5
                                    

Peringatan! Chapter kali ini mengandung adegan kekerasan fisik dan mental, bagi yang tidak suka silahkan di-skip.

·⁠·✧☬✧⁠⁠·⁠·

“Anaya, saya sudah bilang tidak suka jika seseorang memasuki ruang kerja saya tanpa ijin,” bisik Ahwanith, menatap pantulan bayangan mereka di cermin rias. Tangannya masih senantiasa mencengkeram rahang perempuan di depannya.

Perut ramping berlapis kain putih itu tertekan ujung meja akibat dorongan yang Ahwanith beri melalui tubuh besarnya. Air mata menggenang di pelupuk, tapi pantang sampai luruh, meski begitu ia mengetahui batasan sehingga tak berani menaikkan pandangan. Perlakuan kasar dan semena-mena macam ini, benarkah wajar di antara suami-istri?

“Haghh!” Ia terpejam merasakan tekanan jemari di area pinggangnya, lebih keras dibanding cengkeraman di pipi, bahkan kuku-kuku terasa nyaris merobek kulit putihnya. “Mohon ampuni saya, Yang Mulia.”

Sakit, sangat sakit. Sekujur tubuhnya nyeri, terlebih pada bagian perut dan selingkung paha. Lebam yang telah memudar ditimpa lebam baru, tak terhitung jumlahnya, Ahwanith pandai memilah area privasi supaya tak menimbulkan kecurigaan.

“Apa kau mengerti sekarang?”

Anaya lekas mengangguk. “Saya tidak akan mengulanginya lagi, saya bersumpah.”

“Baguslah.” Ahwanith tersenyum lebar, kemudian menyelesaikan apa yang telah ia perbuat dengan hati senang dan memisahkan diri dari perempuan itu. “Lakukan tugasmu dengan baik. Tidak perlu berpura-pura ingin menemani saya bekerja, apalagi menaruh makanan di ruangan saya diam-diam, saya tidak suka romantisme busuk seperti itu.”

Lelaki itu menatap lekat Anaya yang menunduk. “Jika kau melahirkan pewaris sesuai dengan perjanjian, maka kemungkinan saya akan memperlakukanmu lebih baik. Karena kutukan sialan itu ... perjodohan dengan titisan kerajaan terjadi, kau dan saya tidak mungkin begini sampai akhir hayat, bukan?”

Ia langsung berlenggang usai menerima anggukan kepala. Sedangkan Anaya masih terdiam, ia tergopoh-gopoh menggapai kamar mandi. Terasa kotor dan menjijikkan, padahal mereka sudah terikat hubungan yang sakral meski secara diam-diam. Besok pagi, upacara pernikahan resmi akan dilaksanakan. Ia harus tetap tegar, sampai posisinya di Kerajaan Nadīkrastala kokoh.

Namun, betapa ironisnya ... Anaya terkunci di dalam kamar tersebut, api semakin membesar, melahap apa pun yang ada. Termasuk ... dirinya yang tidak memiliki kekuatan seperti halimunan kebanyakan—teleportasi. Orang-orang seakan buta dan tuli, lama sekali sampai api padam dengan sendirinya.

Anaya kritis.

Keluarganya berjuang sekuat tenaga, membayar biaya pengobatan supaya Anaya tetap bertahan. Ke mana Raja? Bukankah seharusnya segala hal tentangnya adalah tanggung jawab Raja Ahwanith sebagai suami?

Mengatasnamakan kepentingan rakyat dan kerajaan, Ahwanith tetap menjalankan upacara pernikahan dengan perempuan lain, bernama Jenaka. Berita kebakaran di bagian timur istana disamarkan. Perhatian semua orang tertuju pada pasangan yang berbahagia. Para bangsawan yang merencanakan perjodohan Ahwanith dan Anaya hanya dapat bungkam, sebab Anaya pun tak lagi memenuhi kualifikasi sebagai permaisuri.

Seminggu setelah hari pernikahan, barulah Anaya sadarkan diri. Ia amat teramat terpuruk acapkali menatap bagian-bagian tubuhnya yang hancur dan tak lagi indah. Wajahnya buruk rupa, bagian kiri tubuhnya seperti monster yang akan meleleh, itulah yang orang-orang katakan tentangnya.

Entah itu pelayan, penjaga keamanan. Namun, dirinya lebih hancur lagi usai mengetahui tentang Ahwanith yang mengangkat perempuan lain tanpa berdiskusi dengannya. Bagaimana pun, ia masih istri Raja, dan kontrak pernikahan mereka tertulis seumur hidup, tak bisa dibatalkan oleh hukum apa pun.

WakshudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang