29 | Pasak Chhaya

4 2 1
                                    

Jangan lupa vote, biar semangat update, Luv! Selamat membaca! Sudah mau ending nih gaes, menurut kalian gimana sejauh ini?

·⁠·✧☬✧⁠⁠·⁠·

Dusht. Sudah dilenyapkan?

Amaryllis menggapai pundak Malige, kemudian saling berbalas bisik. Lalu dirinya mengetikkan beberapa kalimat di aplikasi catatan, tidak mungkin orang lain tahu percakapan mereka, kecuali membaca langsung handphone yang terus ditukar, bergantian. Sementara itu, sorot tatapan Nirnaya tidak teralihkan sedikit pun, dari sosok berambut pendek di sana. Dingin, raut wajahnya, menyembunyikan rasa kesal. Merutuki akal perempuan itu yang tak ada habisnya.

“Kamu sendirian?” tanya Ryllis, menyudahi diskusi, lalu berdiri di samping Malige yang memimpin barisan depan.

“Benar, saya—”

“Gak perlu dijelaskan. Kami percaya kok, pasti melelahkan berteleportasi ke sini,” ujar Ryllis, mendekat, lantas memakaikan sebuah jubah tebal, lalu membawanya untuk duduk di tikar dengan lembut. Respon sekadar anggukan, tak menepis ucapan RylIis, sedangkan manusia itu tahu kalau sesungguhnya Nirnaya tak bisa berteleportasi. Terkuak sudah, orang yang membawanya ke mari, dengan cepat, pasti tengah berkeliaran di luar sana.

“Kapan terakhir kamu bertemu Nala? Dia baik-baik aja, ‘kan?”

Apa ini juga akal-akalannya? batin Nirnaya, meski cukup curiga, ia tetap menerima perlakuan-perlakuan lembut sosok itu. Dua perempuan itu duduk berdampingan, membelakangi pasukan, sempat terlihat tangan Amaryllis terulur menggaruk pelipis, jari jempol dan telunjuknya bergerak menutup.

Diam-diam, dua pasukan di sana beranjak ke luar.

“Dia sedikit terluka, tapi tidak parah, dia sangat mengkhawatirkanmu, Ka,” ujar Nirna, memegang erat tangan kiri Ryllis, matanya sendu, sulit membedakan itu kegundahan yang nyata atau palsu.

“Lalu gimana kondisimu?” Tangan kanan Ryllis kini memutari telinganya, menyelipkan rambut, tapi kelingking itu tampak sengaja mencuat, begitu pun telunjuknya, menepuk telinga tiga kali.

Malige membelalakkan mata, ia meminta Hyalli untuk waspada, sementara ia menunggu-nunggu sesuatu. Gadis berambut panjang bergelombang itu mengeluhkan rasa lelah dan betapa tersiksanya ia, tapi tak dapat menjelaskan karena masih ketakutan. Amaryllis segera menariknya ke dalam pelukan, lalu mengusap pipi itu sembari mengerutkan kening miris.

“Tenanglah sekarang kamu aman, Nala pasti bisa menyelamatkan kita semua.” Mencoba menenangkan, ia menoleh lantas mengatakan hal yang dinanti-nantikan, “Malige, bisa tolong carikan apa pun yang bisa dimakan, di tempat persembunyian kita. Putri Nirnaya pasti lapar dan haus.”

Malige pun beranjak, sesuai permintaan. Mendengar Ryllis berbohong tentang ‘tempat persembunyian’ yang sebenarnya tak ada, memiliki arti ia memberitahukan kalau semua ucapan Nirnaya adalah kebohongan. Jemari menutup menandakan perintah mengirim beberapa pasukan, sesuai jumlah jemari, seringkali agar pasukan mengawasi atau meninjau lingkungan sekitar—contohnya ketika Nala mengirim bawahannya menemani Kanagara {Bab 22 - Pasukan Chhaya}. Sedangkan ketukan sebanyak tiga kali di telinga dengan kelingking mencuat adalah kode harus memanggil bantuan mendesak.

Sekilas, mata Nirnaya melebar mengetahui ada persembunyian di sekitar sini, sebelum kembali menatap kalut. “Saya bisa membantu kalian melepas pasak itu, karena saya pernah melihat tata caranya di gulungan kertas yang Madja miliki.”

Amaryllis menangkup kedua tangan Nirna. “Serius? Gimana?” Ia menahan diri, seperti ketika berlatih panah bersama Nawasena, berpura-pura, meski sebenarnya ia sangat takut bertatap langsung dengan gadis itu.

WakshudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang