Tanpa intro! Langsung cus!
··✧☬✧··
“Tangan,” pinta Nala.
Meski kebingungan, Ryllis menyerahkan kedua tangannya tanpa berkomentar. Nala menggambar sebuah pola di permukaan telapak perempuan itu. “Mungkin kalian menyebutnya ‘penghalat’, penghalang agar nggak dimasuki makhluk gak kasat mata, istilahnya begitu. Tapi yang ini beda, berguna menghalau halimunan memasuki pikiranmu, setidaknya sampai kamu keluar dari Wakshuda.”
Sambil menganggukkan kepala dan mengusap tangannya, Ryllis berterimakasih. Sepanjang jalan dilalui tanpa kata. Derit kayu terdengar mengiringi tiap kaki berpijak, begitu pun suara samar makhluk-makhluk malam pada rerumputan dan pepohonan di sana. Mereka sampai di akhir jalan. Di mana danau membentang luas, memantulkan binar rembulan.
Tenang dan damai.
“Udah lama aku mau ngomong gini.” Kedua tangan perempuan itu bertumpu pada pagar jembatan, melirik ke kanan sekilas. Senyum kecil terbentuk di bibir tipisnya.
“Tentang?”
“Kamu,” tutur Ryllis.
“Saya? Memangnya ada apa dengan saya?” Menunjuk diri sendiri. Jangan bilang ... dia mulai terpana dengan wajah ini? Hahaha, pesona lelaki tertampan di Wakshuda memang gak main-main, batinnya, mengulum senyum sombong sambil menghela napas berat, seolah-olah frustasi. Dadanya sampai membusung sebab kepercayaan diri yang membumbung.
“Gak expect bakal ketemu siluman buaya. Paling pernah aku bayangin karakter siluman serigala atau nggak, manusia harimau, keren gitu.” Ryllis menggaruk pipinya, lalu menoleh, menatap segan Nala yang syok berat. “Maaf, aku gak bermaksud body shaming.”
“Y-ya.” Lelaki itu melipat kedua tangannya di atas pagar dan menaruh dagunya. “Tapi harimau mana bisa berenang secepat buaya. Saya bukan membanggakan buaya, okay? Tapi kam ... maksudnya mereka hebat bisa di darat atau pun di air!”
“Tapi jari kalian ....” Memilih tidak melanjutkan kalimatnya. “A-aku harus balik ke kamar, permisi, Datu Nala!” Membungkuk secepat kilat dan pergi dari tempat tersebut.
“J-jari?” Mendadak pikiran Nala dipenuhi bayang-bayang jari-jemarinya ketika berubah wujud, ia mengangkat kedua tangannya dan merengut kesal.
“HA?!” Tak bisa berkilah.
***
“Nala itu sulit diatur. Tidak seperti adiknya,” keluh Madja, memperhatikan sepupunya yang duduk di dalam perpustakaan, sedangkan ia dan Ryllis bersantai di teras menikmati teh susu hangat. Butuh perjuangan menyuruh Nala membaca beberapa contoh permohonan yang bisa diajukan ke rapat koordinasi secara resmi.
“Tidak mungkin dia berencana mengandalkan kemampuan bicara saja, ‘kan?”
“Kayaknya begitu, deh,” ujar Ryllis, tertawa kecil. Nala tampak tertekan membolak-balik kertas di atas meja bundar, lalu mengambil beberapa buku di hadapannya dengan malas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wakshuda
FantasyAmaryllis memiliki fisik yang tak sekuat orang-orang kebanyakan. Acara liburan yang diiming-imingi kenyamanan beristirahat, usai berhasil menggenggam gelar sarjananya, malah berjalan kacau. Hal-hal rancu bermunculan di hutan buatan tersebut, membua...