Their Feelings

574 76 20
                                    

Tepi jalanan sepi di pinggir hutan, kicau burung liar bersautan. Di bawah mahoni rindang sepasang sejoli menyatukan perasaan lewat kecup mesra penuh ketulusan.

Kedua tangan Sigit Wibawa Mukti berada sisi wajah Angger Yudhistira, menahan kecup mereka sedikit lebih lama. Tepukan kecil di dada oleh si manis membuat penyatuan mereka lepas walau jarak badan sama sekali tak berubah.

Tangan Yudhis masih setia di lengan Sigit, menggenggam kain lengan hoodie abu-abunya. Sedang tangan Sigit tak bergerak barang se-inchi, menangkup rupa manis sang Angger yang menatapnya dengan binar polos mirip bocah.

Jejak air mata pemuda lebih kecil dihapus sekali lagi. Tanpa diksi bermacam rupa, hazel dan onyx bertemu pandang dan pecah lah senyuman masing-masing yang mengandung berbagai buncah perasaan. Bahagia, lega, geli, bahkan sekelumit rasa tak terdefinisi yang menyusup nyaman di ulu hati ketika tatap mereka saling makin mengamati.

"Saya cinta kamu, Angger Yudhistira." Eja Sigit sekali lagi penuh penekanan berharap Yudhis paham ia begitu serius akan perkataannya.

Si manis mengangguk, hanya mengangguk. Menunduk dengan dua tangan bertumpu di dada Sigit, ia tertawa kecil memandang sepasang kakinya sendiri. Mengundang tanya heran di benak si pengacara.

Dagu Yudhis diangkat lembut dengan gerak ibu jari dan telunjuk. Mempertemukan lagi dua pasang bola mata berbeda warna milik mereka. "Kenapa malah ketawa?"

"Nggak. Lucu aja, nggak nyangka. Nggak nyangka perasaan saya ternyata nggak bertepuk sebelah tangan."

"Yudhis?"

Ia mengangguk. "Awalnya saya nggak berani berharap walau tau saya suka sama Mas Sigit dan semua perlakuan manis Mas Sigit. Saya sadar diri siapa saya, juga Mas ini kan punya Den Bagus. Jadi....."

"Tapi saya sama Bagus nggak ada apa-ap......" Kalimat potongan Sigit kembali dipotong oleh Yudhis. Bukan dengan kata lagi, tapi dengan telunjuk kanan yang diletakkan di depan bibir si tampan.

"Ssssstt.. saya tau Mas." Sang Angger tersenyum begitu manisnya. Anggap saja gila, tapi Sigit merasa ia bisa pingsan kapan saja melihat tawa ayu Yudhistira yang menurutnya begitu sempurna. Kewarasannya seolah direnggut paksa.

"Den Bagus sendiri yang bilang sama saya." Sambung si manis.

"Maksud kamu Bagus bilang nggak ada hubungan lebih sama saya?"

"Kurang lebih begitu."

Angin berhembus lagi. Satu daun mahoni kering terjatuh di pundak Yudhistira yang langsung disapu oleh jemari panjang sang pengacara. Tak akan ia biarkan apapun merusak keindahan pria terkasihnya.

Terkasih? Huh?

"Yudhis, kalau begitu...... kamu mau kan jadi kekasih saya?" Berbicara di tengah sidang di pengadilan saja ia bisa dan berani tanpa cela, tapi meminta Yudhis menjadi kekasihnya membuat ia ciut sampai keringat membanjiri tubuhnya.

Beruntungnya si target manis merespon dengan anggukan kecil sembari menunduk tersipu malu.










....










Dua gelas kopi hitam tanpa gula tersaji bersama sepiring pisang kukus menemani pagi Sigit dan Mahendra yang terduduk lelah di teras setelah membantu Eyang Kinasih mencabuti rumput liar di halaman rumah. Lumayan meringankan pekerjaan Pak Sugeng yang dapat bagian membersihkan halaman belakang.

Rokok filter milik Hendra mulai dinyalakan setelah menenggak kopinya hingga sisa tak lebih separuh gelas. Batang tembakau yang masih utuh dihisap panjang sampai dadanya terasa penuh lalu dihembuskan.

RESPONSIBILITY (Boys Love, Mpreg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang