He's Gone

604 61 43
                                    

Meninggalkan Yudhistira yang sebenarnya ikut khawatir juga, Sigit memilih pergi sendiri memacu cepat motornya menuju rumah sang Eyang demi sesegera mungkin memastikan keadaan sang Arfian. Setapak sempit perkampungan tak jadi halangan untuk ia menggulir roda bak pebalap kelas utama.

Ndra, lo kenapa anjir??

Dalam hati berdebar takut, entah mengapa. Harusnya ia tak sebegini panik mengingat Mahendra Arfian Putra yang ia kenal adalah sosok kuat dengan banyak keahlian yang tak mudah membuatnya goyah. Tapi hari ini rasanya Sigit begitu mencelos, sendu memberondong kalbu ketika terbersit soal sang detektif dalam ingatan.

BRAAKK

Bahkan tak sempat motornya diparkir sebagaimana mestinya ketika sampai di halaman rumah sang Eyang. Dilepas, dibiarkan jatuh begitu saja. Sekonyong-konyong menyongsong Mbak Minah yang keluar rumah dengan wajah takutnya.

"Den? Pak Sugeng........." Ah, mana terpikir soal Pak Sugeng yang ia tinggal di belakang dengan sepeda kumbang.

"Hendranya mana, Mbak????"

Si wanita meremas jemarinya yang telah basah keringat. Menyorot gelisah dengan tatap tak fokus pada si pemuda. "Anu Den, itu.... sama Bu Kinasih.."

"Di dalam??" Sedikit melongokkan kepala, Sigit mengintip sepi di balik punggung pembantu Eyangnya.

Jawabnya berupa gelengan.

"Terus dimana?? Keadaannya gimana, Mbak???"

"D...di Puskesmas Den. Dibawa langsung kesana."

"Puskesmas?"

"I..iya, Den."

Tak butuh penjelasan lebih jauh, Sigit bergegas kembali meraih scrambler bike-nya. Memacunya lebih cepat menuju Puskesmas yang letaknya cukup dia ingat mengingat hanya ada satu pusat fasilitas kesehatan di desa tersebut.

Cukup memakan waktu. Letak Puskesmas berada di pusat Desa, berdekatan dengan kantor Kepala Desa.  Bermenit Sigit berkendara dalam perasaan tak baik-baik saja. Logikanya mengatakan Hendra tak mungkin kenapa-kenapa, namun isi hatinya begitu resah dimakan perasaan antah berantah yang menggerogoti jiwa.

Bangunan Puskesmas sudah di depan mata, menyambutnya dengan riuh orang-orang yang berkerumun di halamannya entah menonton apa. Masa bodoh, ia turun dari motor untuk masuk mencari keberadaan sahabat baiknya. Sebelum suara sang Eyang terdengar memanggil dari arah kerumunan.

"Sigit!!!"

Deg.

Wanita baya ternyata ada di sana. Menatap Sigit dengan biner sayu, berdiri lemah di sisi mobil ambulans yang pintunya masih terbuka. Dengan lari kecil menerjang kerumunan ia mendekat.

"Eyang? Hendra mana?? Hendra gimana???"

Dari jarak sedekat ini baru bisa Sigit lihat dengan jelas jejak air mata di wajah renta Eyangnya. Bahkan tetes demi tetes kembali menyusul bak anak sungai tak terbendung ketika ia bertanya soal Mahendra.

"Masuk, Hendra di dalam." Suaranya lirih, menghapus kasar air mata yang turun dengan lancang. "Dokter bilang harus segera di rujuk ke rumah sakit."

Separah apa sampai dirujuk ke rumah sakit?

"Tapi kenapa, Eyang?"

"Hendra................."








....









"Juragan ini bicara apa? Mana mungkin saya begitu." Tejo Rakasiwi tertawa hambar. Menolak mentah-mentah pernyataan yang diajukan Juragan Yadi soal kebenaran kecurangannya selama ini.

RESPONSIBILITY (Boys Love, Mpreg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang