Cerah cuaca kala pagi mulai merangkak menuju siang. Yudhistira sudah kembali dari sungai untuk kali kedua membawa cucian bersih yang siap dijemur dengan bantuan angin dan sinaran surya.
Memeras ulang, mengibas dan menjajarkan kain demi kain pakaian milik para pelanggan di galangan kaitan tambang yang terkait rapi di halaman belakang. Sesekali menghidu aroma wangi cucian bersih sekedar menyenangkan diri sendiri yang sedang menanggung sakit hati.
"Dhis, ada tamu."
Pekerjaan sang Angger terjeda ketika suara Ibunya menginterupsi dari arah pintu belakang rumah. Sedikit menelisik, merasa ada yang kurang beres dengan raut gelisah pada wajah si wanita paruh baya. "Siapa, Bu?"
Seolah tercekat, Bu Sari mengerjap mata sebelum berhasil menyembunyikan ekspresi dengan menjawab pasti. "Teman kamu. Temuilah dulu, biar Ibu yang lanjutkan jemur."
Meski merasa tak yakin, si anak sulung mengangguk menuruti titah sang Ibu. Meninggalkan sisa pekerjaannya pada sang wanita tercinta untuk berjalan ragu ke arah ruang tamu sederhana milik keluarganya.
Langkah demi langkah entah mengapa terasa berat. Hati Yudhis merasa tak tenang, berdegup memburu. Isi kepalanya kacau oleh berbagai tanya yang jawabannya hanya ia tebak-tebak tak pasti.
Sisa tiga langkah menuju ruang tamu. Dua langkah, satu langkah, dan ........
Deg.
"Den Bagus???" Walau persona yang duduk sendirian di ruang tamu sedang menunduk dalam, tapi Yudhis terlampau hafal macam mana entitas putra mantan majikannya.
Bagus Dwi Rakasiwi melonjak berdiri ketika menyadari siluet yang ingin ia temui sudah ada di hadapannya kini. Menyorotkan tatap sendu dan kedipan kaku pada Angger Yudhistira yang saling menatap canggung.
"Duduk saja, Den. Silahkan." Mau bagaimanapun Yudhis masih menaruh kasihan pada si lelaki hamil yang perutnya tersamar oleh hoodie putih kebesaran. Mencoba bersikap ramah meski tak bisa se-normal sebelum berita pernikahannya sampai di indera sang Angger.
Cerah cuaca di luar namun dirasa dingin oleh dua lelaki manis yang duduk berseberangan di ruang tamu kecil. Sejenak sama-sama membisu saling berkutat dengan detak jantung masing-masing yang seriuh genderang siap perang.
Yudhistira membuang muka, memilih menatap halaman depan lewat celah pintu yang terbuka. Sedang Bagus kembali menunduk meremas jemari dalam pangku sambil sesekali curi pandang ke arah mantan pembantu rumah tangganya.
"Yudhis, aku.........." Bagus yang mulai memecah sepi, walau ujungnya hanya menggantung kebingungan memilih frasa yang tak akan menyakiti hati.
Atensi sang Angger langsung tertuju pada tatap sendu sang mantan majikan. Menanti ucap lanjutan yang tak bisa ia tebak kemana arah obrolan.
"....... maaf." Lama dinanti tapi hanya satu kata yang diujar sang Rakasiwi. Membuat Yudhis makin tak paham apa tujuan si pemuda jauh-jauh datang ke rumah gubuknya.
"Untuk apa, Den? Aden tidak melakukan kesalahan........"
"Nggak! Aku salah, Yudhis. Salah besar. Aku salah sudah mengambil Mas Sigit dari kamu." Bagus memotong cepat kalimat sanggahan sang Angger, dengan wajah merah dan tangisan tumpah dari genangan di netra indah.
Yudhis memejamkan mata, mencoba menahan air mata yang ingin ikut mengalir. Semakin meremas kain celana yang melekat di lutut ketika dirasakan Bagus berlutut di hadapan meraih tangan Yudhis dalam genggam kedua tangan.
"Maafkan aku, Yudhis. Tolong, maaf ....." Lelehan hangat milik Bagus mengalir di punggung tangan sang Angger. Membuka kelopak netra, menatap miris mantan majikannya bersama setetes air mata yang akhirnya keluar jua.
KAMU SEDANG MEMBACA
RESPONSIBILITY (Boys Love, Mpreg)
RomanceNiat awal Sigit hanya mengunjungi kediaman Eyang Putrinya yang tinggal seorang saja. Namun benang takdir membawanya pada kisah rumit bersama Yudhis, Bagus dan Hendra. Pada Yudhis cintanya bertaut. Namun tanggungjawab yang diembankan Hendra di pundak...