Apple

600 67 18
                                    

"Mas Hendra betulan akan tanggung jawab atas bayi ini kan?"

"Kamu ragu?"

"....."

Jemarinya menyentuh halus, menyapu lembut pipi pucat lelaki manisnya. "Aku janji, Bagus. Secepatnya setelah orang tua kamu kasih restu kita berangkat ke kota."

"Minta restu orang tua kamu?"

Si detektif menggeleng. "Harusnya. Tapi kalau pun mereka nggak kasih restu, aku bakal tetap perjuangkan kamu dan bayi kita. Kalian tanggung jawab penuhku mulai sekarang."

"Kenapa ketawa?" Bagus sempat heran mengapa Hendra sempatnya terkekeh di akhir kalimat seriusnya soal rencana kedepannya mereka.

Mahendra menggeleng. "Nggak, bayangin Sigit pasti ketawa kalau denger aku ngomong begini ke kamu."

"Memang kenapa, Mas?"

Jeda sejenak. "Ck, calon suamimu ini bukan orang baik-baik, Bagus."

Calon suami katanya? Pantas saja Bagus tersipu dibuat ucap manis sang dominan.

"Tapi setelah ini aku janji kok akan jadi orang baik buat kalian. Suami yang baik buat kamu dan ayah yang baik buat calon anak kita nanti."

Bau embun pagi mulai tercium menggantikan desir dingin angin malam di tengah persawahan. Dalam saung tempat mereka bercengkrama keduanya duduk saling pangku, berhadapan dengan lengan Bagus melingkar manja di leher Hendra. Sedang kedua telapak besar sang pengacara setia menjaga di sisi pinggang lelaki manisnya.

"Apel, Mas."

"Huh?"

"Anak kita, panggilannya apel."

"Loh, serius? Nanti namanya Apel gitu?" Kernyit di dahi Hendra yang kesulitan mencerna keinginan Bagus.

"Ish, bukan gitu! Panggilnya aja sekarang Apel. Lucu aja aku suka. Tapi nanti kalau udah lahir gantian kamu yang kasih nama ya?" Jelas Bagus.

"Bener nih? Boleh nanti aku yang kasih nama?"

Bagus mengangguk semangat. "Boleh dong, kenapa enggak? Kan kamu ayahnya. Jadi kira-kira mau dikasih nama siapa?"

"Hmmmmm..." Mendongak, si tampan pasang tampang berpikir yang membuat Bagus gemas dan langsung m mendaratkan kecup kupu di dagu lelakinya. "Bara? Sounds good?"

"Bara?"

"Iya. Bagus sama Hendra. Pasaran tapi ah haha. Ya udah nanti aja deh kalau udah mau lahir aku cari-cari nama yang cocok buat apel kecil kita."









......








"Apel? Mas Hendra? Mas..... MAS HENDRA!!!!!!!!"

Deg.

"HIKS.. MAS HENDRA????" Ia terbangun lagi. Masih di atas tempat tidurnya yang semakin kusut tak karuan. Entah berapa kali ia pingsan dan menangis lagi dan lagi. Jejak air matanya lebur, menyatu dengan tangis baru yang menganak sungai seolah tak ada habisnya.

"Bagus, sadar Nak. Minum dulu...." Setia di sisinya sang ibu yang mengukir khawatir penuh akan keadaan putra semata wayangnya.

Air mata dibiarkan jatuh mengenai selimut yang dipakai. Gelas yang disodorkan tak berguna, hanya diabai. "Nggak Bu, aku mau ketemu Mas Hendra Bu. Ayo ketemu Mas Hendra. Aku mau ketemu Mas Hendra." Menangis, meratap memilukan setiap yang menyaksikan.

RESPONSIBILITY (Boys Love, Mpreg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang