Setibanya di depan pintu apartemen Molly, Cliff membukakan pintu dan mempersilakan wanita itu masuk. Tak ada seorang petugas pun di sana, sementara kejadian pembobolan ini baru terjadi kemarin malam. Mereka berdua memutuskan untuk tetap masuk melewati garis pembatas yang ditempel sembarangan di rangka pintu.
Tempat itu masih berantakan seperti kemarin malam. Hanya saja, cahaya matahari yang bersinar terang membuat keadaan apartemen tidak terlihat semenyeramkan sebelumnya. Cliff masih berusaha menahan rasa sakit yang saat ini mendiami tubuhnya. Rasa sakit akibat rontaan amarah setiap sel dalam tubuhnya yang menentang keras keputusan yang ia ambil. Keputusan untuk tidak menarik dan bercinta dengan Molly.
Kondisi ini benar-benar membuat Cliff semakin frustrasi. Meskipun akhirnya ia berhasil mengetahui apa niat di balik sikap Molly hari ini, tetap saja dirinyalah yang harus berperang sendirian melawan semua godaan itu. Bahkan saat mencium bibir itu tadi di tangga, darahnya berdesir begitu cepat, memompa jantungnya hingga hampir meledak.
Cliff tidak tahu apakah ada orang yang mati tiba-tiba hanya karena sebuah ciuman, karena ia hampir saja mengalaminya. Ia berharap Molly berhenti menggodanya karena ia tidak tahu apakah dirinya mampu bertahan lebih lama lagi. Kilasan tubuh Molly yang telanjang pun kembali mengisi pikirannya saat ini. Dan sialnya, Cliff mampu merasakan dinding pertahanannya kembali goyah.
Cliff tahu, ia tidak boleh pasrah dan menyerah pada gairahnya. Namun, sisi lembutnya seakan bersorak kegirangan di saat ia mulai tenggelam dalam manisnya bibir Molly tadi. Masih dalam keadaan diam seribu bahasa, Cliff menutup pintu tanpa melepaskan pandangannya dari Molly yang terus berjalan menuju kamar tidur.
Setelah wanita itu masuk ke kamar, Cliff memutuskan untuk membiarkan Molly sejenak di sana sementara dirinya mencoba mencari keberadaan kamera pengintai di ruang tamu selama beberapa saat. Cliff tak menyangka bahwa di ruangan ini saja ada tiga kamera kecil yang disembunyikan di tempat yang tidak akan terjamah oleh siapa pun.
Tanpa perlu banyak menimbang, Cliff segera mengeluarkan ponsel, mengambil beberapa foto sebagai bukti tanpa merusak kamera-kamera tersebut. Besok, ia berencana kembali ke kantor polisi dan melaporkan hal ini. Ia juga sudah tidak sabar ingin melihat bagaimana reaksi Brad setelah mendapat teguran dari kerabatnya.
Setelah mengambil foto, Cliff beralih ke kamar mandi. Ia kembali mencari kamera tersembunyi, mengambil foto, lalu meninggalkan ruangan tanpa menyentuh kamera-kamera tersebut. Setelah merasa cukup mengambil bukti foto, Cliff segera masuk ke kamar Molly dan menemukan wanita itu sedang merapikan beberapa barang yang berserakan sembari memilah buku untuk dimasukkan ke kardus berukuran kecil yang diletakkan di atas kasur.
Tangan Cliff tergelitik untuk membantu Molly. Namun, berdekatan kembali dengan wanita itu sama saja membangkitkan kembali gairahnya yang sudah mulai tenggelam. Amarah mulai mengganti kedudukan gairah dalam dirinya setelah mengetahui banyaknya kamera pengintai yang disembunyikan baik di ruang tamu maupun kamar mandi.
Alih-alih menawarkan bantuan, Cliff malah memutuskan untuk mencari kamera tersembunyi di kamar tidur Molly. Parahnya, di ruangan ini terdapat enam kamera pengintai. Gelenyar panas pun menjalar di sekujur tubuhnya saat menyadari bahwa selama ini Molly diawasi oleh seseorang yang memiliki pikiran kotor. Jika si pembunuh itu berniat mengancam nyawa Molly, seharusnya tidak perlu sampai menaruh begitu banyak kamera tersembunyi di sini. Ini sama saja seperti maniak seks! batin Cliff kesal.
"Kamu sudah selesai?" tanya Cliff tipis, tak sabar untuk pergi dari tempat ini.
"Sudah," jawab Molly yang langsung mengangkat kardus. Tiba-tiba, bagian bawah kardus tak sengaja terbuka hingga membuat buku-buku kembali berserakan di lantai.
"Kamu punya tali atau lakban?" tanya Cliff datar.
"Sepertinya ada di laci dapur," jawab Molly yang sibuk meletakkan buku di atas tempat tidur. Cliff bergegas keluar dari kamar menuju dapur. Ia berusaha mencari di tumpukan barang yang berserakan selama beberapa saat sebelum akhirnya menemukan segulung tali di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I Trust You? (21+) - The "C" Series No. 4
RomanceWARNING 21++ !! (Cerita ini mengandung unsur adegan dewasa, kekerasan, dan kata-kata yang tidak diperuntukkan untuk anak di bawah umur. Harap kebijakannya dalam membaca. Sadar diri, sadar umur.) ***** Berdarah dingin. Kejam. Menyukai darah. Pecinta...