1+2=3

119 40 199
                                    

“Pa, seperti biasa, ya, Igel mau turun di jalan. Nggak usah sampai sekolah,” pinta Nigella.

“Oke. Mau jalan kaki ‘kan? Papa turunin di gang, ya?” tawar Kanu.

Nigella hanya mengiakan.

“Nggak kejauhan ‘kan?” tanya Kanu lagi memastikan.

“Lumayan. Namun, nggak apa, kok. Igel suka,” jawab Nigella.

“Siap. Papa laksanakan,” ucap Kanu tersenyum sembari fokus menyetir.

“Terima kasih Papa-nya Igel,” jawab Nigella tersenyum manis.

Kanu hanya tertawa lalu tangan kanannya terulur mengacak rambut Igel.

“Sama-sama, Sayang,” kata Kanu, kemudian kembali lagi menyetir dengan kedua tangan.

Tiba di gang Nigella turun dari mobil. Namun, sebelum itu dia salim kepada Kanu dan mencium pipi kanannya dengan sayang.

“Hati-hati, ya, belajar yang benar di sekolah,” ucap Kanu berpesan.

“Siap!” balas Nigella memberi tanda hormat di depan papanya yang ada di dalam mobil sambil tersenyum.

“Oke. Papa pergi,” pamit Kanu melajukan mobilnya.

“Hati-hati Papa!” teriak Nigella melambaikan tangan memandang mobil sang papa yang sudah jauh darinya.

Nigella menghela napas, dia mulai melangkahkan kakinya menuju sekolah. Namun, saat dia sedang asyik menikmati udara pagi dengan bersenandung kecil. Nigella dikagetkan oleh suara klakson motor yang tepat berhenti di sampingnya.

“Nigella?” sapa orang itu. “Maaf buat kamu terkejut.”

“Kamu?” heran Nigella. Orang tersebut adalah cowok yang ditabrak papanya tadi.

“Iya, ini aku.” Cowok itu pun setelah berkata demikian melepas helm-nya.

“Kenapa? Ada yang sakit kamu?” ucap Nigella panik.

Kepanikan Nigella membuatnya tersenyum kecil. “Tidak, kok.”

“Terus?” tanya Nigella.

“Aku sudah tahu namamu. Masa kamu nggak tahu namaku?” tanya cowok itu lalu mengulurkan tangan kanannya untuk berjabat. “Ayo! Diulang biar saling menghargai.”

Nigella tertawa mendapati tingkah cowok tersebut, kemudian menerima uluran tangannya.

“Nigella Sativa,” ucap Nigella tersenyum.

“Habbatussauda,” balas Habba. Dia tersenyum juga.

“Eh, kok, nama kita artinya sama?” ucap Nigella terkekeh lalu melepas tangannya.

“Aku ‘kan sudah bilang, kalau sama. Arti nama kita jinten hitam,” jawab Habba.

“Nggak nyangka, Habba. Nama kita artinya sama,” sambung Nigella.

“Mungkin orang tua kita punya doa. Agar kita sangat bermanfaat, dalam makna lain. Suka membantu orang kepada hal yang positif. Seperti halnya, jinten hitam menurut lembaga kesehatan dunia sangat banyak khasiatnya bagi tubuh manusia,” balas Habba.

“Benar juga, ya, Habba,” jawab Nigella. “Namun, sebelum itu. Kita harus bermanfaat untuk diri sendiri dulu.”

Habba mengangguk.

“Oh, ya, kenapa kamu jalan kaki? Tadi bukannya kamu naik mobil?” tanya Habba heran.

“Suka jalan kaki saja. Asyik, kok,” sambung Nigella.

“Boleh aku temani?” tawar Habba.

“Memang sekolah kita sama?” tanya Nigella.

“Aku siswa baru kelas sebelas sama sepertimu. Kayaknya, kita juga sekelas, deh,” ucap Habba sembari turun dari motor dan melepas jaketnya.

“Wah, kebetulan, ya?” ujar Nigella tersenyum.

“Minta tolong, dong,” pinta Habba.

“Apa, Habba?” tanya Nigella.

“Bawain jaketku, dulu, ya? Aku mau nitipin motor sama helm ke rumah saudaraku,” kata Habba memberikan jaketnya.

Nigella pun menerima jaket itu. “Buat apa?” tanya Nigella.

“Aku mau menemanimu. Tidak baik cewek jalan sendiri, gang ini nggak selalu ramai, Nigella.” Habba tersenyum manis setelah berkata demikian.

“Aku setiap hari lewat gang ini sendiri, kok. Tak apa,” tolak Nigella.

“Sekarang kamu tidak sendiri, Nigella. Kamu jalannya berdua sama aku,” sanggah Habba.

“Tapi rumahnya saudaramu jauh nggak? Aku nggak mau kamu repot bolak-balik,” ucap Nigella.

Kekhawatiran Nigella membuat Habba tertawa.

“Itu rumah tanteku,” tunjuk Habba ke arah rumah yang berdiri tepat di samping Nigella.

“Oalah. Kalau gitu, mah. Nggak apa, Habba,” kata Nigella.

“Oke. Aku pamit, ya? Tunggu di sini bentar,” kata Habba.

Nigella hanya mengiakan lalu Habba menuntun motornya, dia gegas saja membuka gerbang. Namun, Nigella paham. Ketika Habba kesusahan membuka gerbang, dia langsung saja membantu.

“Terima kasih,” ucap Habba usai gerbangnya terbuka.

Nigella mengangguk saja seraya tersenyum, tetapi tiba-tiba ada yang menepuk pundak kanan Habba membuat sang empunya terkejut dan menoleh.

“Habba?” ucap orang itu.

“Tante Oci?” jawab Habba. “Maaf, Tan, nggak ngabarin dulu. Habba baru sampai dari luar kota tiga hari yang lalu dan langsung sekolah.”

“Hih! Habba, tadi Tante mau ke rumahmu. Bang Rasyid tiba-tiba pindah tugas ke kota ini,” ucap Oci adik dari Rasyid—papanya Habba.

“Mendadak juga Tante. Bukan pindah tugas, sih, tapi memang menetap di sini,” ucap Habba.

“Bagus, dong,  Mbak Santia biar nggak bolak-balik juga. Mamamu sehat ‘kan, Ba?” tanya Oci.

“Sehat Tante. Alhamdulillah.” Jawab Habba. “Oh, ya, kenalin Tante. Ini Nigella. Temannya Habba.”

“Hallo, Tante,” ucap Nigella lalu mencium punggung tangan kanan Oci.

“Hallo, Sayang,” balas Oci tersenyum. “Baik-baik sama Habba, ya. Dia ngeyel soalnya.”

“Ih! Tante,” protes Habba. “Apaan, sih?”

Oci dan Nigella hanya merespons dengan tertawa.

“Tan, aku nitip motor dan helm, ya?” izin Habba.

“Oke. Mau jalan kaki?” tanya Oci.

Habba hanya mengangguk.

“Hati-hati. Mana motor dan helm-mu biar aku yang memasukkannya ke rumah. Kamu gegas berangkat sekolah, gih! Telat nanti,” pinta Oci, kemudian mengambil alih motor dan helm Habba.

“Terima kasih tanteku yang cantik,” puji Habba lalu langsung saja lari seraya menarik tangan kanan Nigella keluar dari halaman rumah  Tante Oci.

Akhirnya, mereka sampai di jalan raya dan Habba melepas genggaman tangannya.

“Maaf, Nigella. Nanti kalau kita nggak segera kabur. Tante Oci ngocehnya panjang,” ucap Habba mengatur napasnya yang ngos-ngosan begitu pula Nigella.

“Memangnya kenapa, Habba?” tanya Nigella setelah napasnya teratur.

****

Cinta Ini Milik KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang