Belum sempat Habba menjawab pertanyaan Nigella, dia malah duduk selonjoran di atas aspal. Tingkahnya membuat Nigella ikut-ikutan saja. Namun, dia tertegun ketika menyadari bola mata Habba berwarna biru muda.
“Habba, bola matamu indah,” gumam Nigella.
“Hm? Warna apa?” tanya Habba, dia menoleh ke Nigella tersenyum.
“Biru muda. Memang kenapa?” tanya Nigella heran.
“Aku mempunyai tiga warna bola mata. Namun, aku nggak tahu kapan berubahnya. Perubahan itu tiba-tiba. Yang paling dominan, sih, biru muda,” ucap Habba.
“Wah, keren. Warna apa saja, Habba?” tanya Nigella.
“Biru muda, cokelat, sama hitam,” ujar Habba.
“Nih! Jaketmu, Habba,” kata Nigella memberikan jaket.
“Terima kasih. Oh, ya, tadi kamu tanya tentang tanteku ‘kan?” Setelah berkata demikian dia menerima jaket itu dan mengikatkan kedua lengannya di pinggang.
Nigella hanya mengangguk.
“Tante, kalau sudah seperti tadi. Bakal cerita ngalor-ngidul tidak mau ditinggal. Terus, kita nggak jadi berangkat sekolah, dong,” cerita Habba.
Mendengar hal itu, Nigella tertawa. “Seperti halnya kita ini?”
“Kita? Kenapa coba?” tanya Habba bingung.
“Aku sama kamu mau begini terus, selonjoran di aspal?” tanya Nigella mengingatkan.
“Oh, ya. Ayo! Lanjut jalan,” ajak Habba berdiri lalu mengulurkan tangan kanannya untuk membantu Nigella berdiri juga.
“Terima kasih,” ujar Nigella setelah berdiri. “Ayo!” Nigella pun berjalan mendahului Habba.
Mereka hanya berdiam diri seraya berjalan beriringan. Namun, akhirnya Habba memulai obrolan kembali.
“Nigella?” panggil Haba.
Nigella hanya mengiakan.
“Kamu anak pertama?” tanya Habba.
“Iya. Kalau kamu?” tanya Nigella balik.
“Sama. Aku anak tunggal malah. Aku nggak ada harapan punya saudara lagi,” kata Habba.
“Kenapa?” tanya Nigella.
“Mamaku istimewa. Jadi, beliau nggak sekuat manusia lain. Maka dari itu, Papa paham,” ujar Habba.
Namun, sebelum Nigella menjawab lagi mereka telah sampai di SMA Jingga Awana. Nigella pun melanjutkan langkahnya ke kelas meninggalkan Habba yang menunggu di luar ruang guru dan duduk di kursi.
Baru sampai di depan pintu kelas, Nigella sudah disambut oleh Logari---sahabatnya. Mendapati hal tersebut, Nigella tersenyum lebar.
“Ciye! Yang bareng siswa baru,” ledek Logira.
“Kamu tahu?” tanya Nigella kaget.
“Kamu lupa, Bu Tata guru BK kita. Itu, mamaku?” tanya Logari.
“Oh, iya. Aku lupa,” jawab Nigella cengar-cengir.
“Dia masuk kelas kita dan jurusan IPS. Namun, dia langsung terpilih sebagai anggota proyek Sains Naro---proyek mengembangan teknologi di PT Sahabat Tekno Indonesia,” cerita Logari.
“Hah! Sama denganku, dong?” ucap Nigella kaget.
“Iya. SMA Jingga Awana satu di antara seratus sekolah di Indonesia yang bergabung dalam proyek itu ‘kan?” ucap Logari.
“Iya. Proyek itu susah tahu nggak?” gerutu Nigella lalu berjalan menuju bangkunya, kemudian duduk.
“Kenapa? sistemnya salah?” tanya Logari.
“Bukan sistemnya yang salah. Namun, proyek Sains Naro itu pengembangan alat teknologi. Satu bulan ini saja, baru dapat satu bentuk gabungan,” kata Nigella.
“Padahal jenis bendanya bolpoin, ya?” tanya Logari.
“Iya. Bolpoinnya sudah jadi sebagai wadah, tetapi isinya belum. Ya, itu tadi baru satu bentuk gabungan saja. Padahal butuh tiga gabungan,” jawab Nigella.
“Yang sabar. Semoga setelah ada cowok itu, proyek ini segera selesai,” ucap Logari.
“Habba?” tanya Nigella.
“Namanya Habba?” tanya Logari balik.
Nigella hanya mengangguk, tetapi sebelum Logari menyahut lagi. Bu Mawa---guru mengampu matematika masuk ke kelas membawa Habba.
Habba pun langsung saja menyanggupi permintaan Bu Mawa untuk berkenalan di depan kelas.
“Hallo semuanya! Namaku Habbatussauda,” ucap Habba. “Aku siswa baru dari liar kota. Semoga kita bisa berteman dengan baik, ya.”
“Hai! Cowok bermata biru muda. Nanti kita lanjut kenalan di kantin, ya?” teriak Logari.
Spontan teriakan Logari membuat semua murid menyorakinya.
“Apaan, sih? Aku ‘kan cuma bertanya,” sanggah Logari menjulurkan lidahnya mengejek.
Tingkah Logari direspons Habba dengan tertawa kecil. “Bisa diatur, kok. Nanti, ya?” ucap Habba mengedipkan mata kanannya sambil tersenyum manis.
Logari hanya mengacungkan jari jempolnya sembari tersenyum juga. Akhirnya, selesai berkenalan. Habba dipersilakan oleh Bu Mawa untuk duduk sebangku bersama Nigella.
**
Tak terasa istirahat pertama pun tiba. Habba melepas jaket pada pinggangnya dan memasukkan jaket tersebut ke dalam tas begitu pula dengan buku-bukunya.
“Habba?” panggil Nigella.
“Iya. Ada apa, Nigella?” jawab Habba.
Sudah dijawab oleh Habba, Nigella gegas saja mengeluarkan laboratorium putih itu dari dalam tas yang bertuliskan badge namanya, nama sekolah, PT Sahabat Tekno Indonesia dan yang terakhir nama proyeknya Andala Muda. Nigella memperlihatkan jas tersebut kepada Habba.
“Aku punya. Tiga hari yang lalu aku mendapatkannya,” ucap Habba. “Jasnya ada di jok motor.
“Kenapa kamu langsung masuk, Habba? Jangan-jangan kamu pindah sekolah karena ini juga?” tuduh Nigella to the point. “Kamu ada orang dalam, ya? Bergabung di proyek ini nggak mudah.”
“Tidak juga,” ujar Habba.
“Lalu?” tanya Nigella.
“Ayo! Ke kantin dulu. Kita gobrol di sana biar enak,” ajak Habba.
Nigella hanya mengangguk lalu dia mengikuti Habba yang berjalan ke luar kelas menuju kantin. Nigella pun tak lupa mengembalikan jas laboratoriumnya ke dalam laci meja.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Ini Milik Kita
General FictionSesampainya di gedung. Mereka langsung saja masuk dan menuju laboratorium Andala Muda. Sebenarnya, tadi mereka heran. Mengapa pintu lab terbuka? Padahal, biasanya ada orang di dalam pun pintu itu tetap tertutup dan mereka yang ingin masuk harus menj...