1+17=18

53 20 190
                                    

Di sisi lain, setelah makan malam. Habba sedang belajar di kamarnya. Namun, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu. Habba tahu, itu adalah Roko---sang papa.

“Masuk, Pa,” ucap Habba masih dengan mengerjakan soal penjasnya, hukuman telat olahraga tadi.

Sahutan Habba membuat pintu kamarnya terbuka dan benar sosok Roko ada di sana, beliau pun tersenyum menghampiri sang anak lalu bersender di meja belajarnya.

“Apa kabar sekolahmu hari ini, Habba?” tanya Roko. “Maaf. Papa baru bisa ngobrol sekarang sama kamu.”

Mendengarnya Habba tertawa kecil, papanya sering lupa jika dia setiap hari berinteraksi dengan anaknya meski beliau sibuk bekerja. Sang papa sangat mrnghargai waktu buat menyempatkan dia berbicara dengan keluarga kecilnya walau hanya sepatah kata saja. Menurut Roko, diam itu memang emas. Namun, diam di situasi yang salah. Hal tersebut akan mengakibatkan kefatalan.

“Hari ini, Habba senang, Papa. Namun, capek saja, sih. Nggak apa, Papa. Habba paham, kok. Meski nggak setiap hari kita berbincang. Toh, interaksi kita selalu terjaga ‘kan?” tanya Habba.

Roko terkekeh mendengar hal itu. “Terima kasih, ya, sudah mengerti. Kenapa capek? Proyek sainsmu, ya? Mamamu tadi sudah cerita.”

“Iya, Pa,” jawab Habba lalu menutup bukunya mengembalikan ke rak dan penyimpan bolpoin ke wadah lantas memasukannya ke dalam tas. Akhirnya, tugas hari ini, belajar pelajaran jadwal besok selesai. “Habba cuma heran saja, sih. Waktu di sekolah yang lama, Habba nggak bisa ikut proyek itu karena sekolahnya tidak terpilih. Potensi murid di sana pada bidang teknologi tidak ada. Habba masuk ke sana, karena naksir ilmu sosialnya, Pa.”

“Terus?” tanya Roko, meminta Habba melanjutkan ceritanya.

“Eh! Di SMA Jingga Awana dapat semua ilmu yang Habba suka. Namun, langsung ada masalah. Bisa dibilang  kasus juga, Pa,” jawab Habba.

“Suatu keinginan yang kita dapat. Pasti ada konsekuensinya, Habba,” ujar Roko. “Walau Papa belum tahu masalahnya, sih.”

Ungkapan sang papa membuat Habba menepuk jidat heran. Tingkah anaknya itu menyebabkan gelak tawa Roko.

“Mamamu belum cerita semuanya, Habba. Paling nanti kalau mau tidur. Gih! Kamu saja yang cerita. Biar nanti Mama cerita lebih luasnya lagi. Papa ingin dengar dari kamu dulu,” pinta Roko.

Akhirnya, Habba langsung bercerita panjang lebar dengan Roko. Malah lebih panjang dari dia cerita sama mamanya. Namun, di sela-sela bercerita. Roko meledek Habba perihal Nigella seraya sesekali tertawa karena anaknya itu terlihat sekali salah tingkah. Baru kali ini Roko melihat Habba begitu.

“Ah! Papa nggak asyik. Habba diledek mulu,” gerutu Habba.

Respons itu malah membuat Roko tertawa lagi. “Kamu lucu, Habba. Kalau lagi salah tingkah.”

“Apaan, sih, Pa? Nggak, kok,” elak Habba.

“Oke, deh, Papa yang ngalah. Sudah! Balik lagi ke pembahasan awal. Papa perlu beri pendapat apa, nih?” tanya Roko.

“Kalau Habba tetap melanjutkan bergabung di proyek itu nggak apa ‘kan, Pa?” tanya Habba.

*****








Cinta Ini Milik KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang