Sesampainya di sekolah kembali. Habba, Nigella dan Cencen langsung berada di dalam kelas, mereka sekarang tengah duduk bertiga. Cencen pun duduk di samping Nigella menghadap meja.
“Jelaskan apa yang kamu tahu tentang organisasi itu, Cen?” tanya Habba.
Akhirnya, Cencen bercerita. Organisasi Damar Aksana adalah organisasi yang berfokus pada pembuatan robot berbasis manusia. Namun, manusia itu sendiri tidak akan dilibatkan ketika robot tersebut sudah berfungsi. Intinya, mereka berencana semua kegiatan manusia akan diambil alih oleh robot. Maka dari itu, rencana tersebut sangat ditentang oleh CEO PT Sahabat Tekno Indonesia.
“Oh, jadi itu. Pantas kontraknya dibatalkan,” sambung Nigella.
“Selain hal tersebut. Organisasi itu juga tidak kompeten,” sesal Cencen.
“Dalam hal?” tanya Habba.
“Proposal pengajuan kerja sama. Isi itu pada awalnya, hanya ingin membuat robot untuk membantu lansia dan melibatkan lansia tersebut supaya bekerja sama dengan robotnya. Namun, salah besar. Mereka malah membuat robot untuk keuntungannya sendiri. Jelas itu ditentang, apalagi jika robot tersebut mengambil alih seluruhnya tugas manusia bukan buat kerja sama,” ucap Cencen. “Papaku sudah tidak bisa men-toleransi lagi akan hal tersebut, beliau merasa dibohongi dan undur diri, deh, dari organisasi itu.”
“Aku setuju, sih. Merugikan banget itu,” sambung Habba.
“Mereka juga egois. Buktinya, proyek kita malah diganggu. Nggak profesional banget,” ujar Nigella geregetan.
“Serahkan saja semuanya kepada profesor Nafsin, beliau yang lebih tahu akan hal itu,” sahut Cencen.
“Beliau juga mantan anggota?” tanya Habba penasaran.
“Bukan. Namun, beliau tangan kanannya Pak Firman,” kata Cencen.
Habba dan Nigella hanya ber-oh ria saja menanggapinya, tetapi Nigella baru sadar jika ruang kelas hanya berpenghuni mereka bertiga.
“Eh! Ngomong-ngomong teman-teman kita yang lain ke mana, ya?” tanya Nigella bingung.
Deg!
Mendengar pertanyaan Nigella, Habba menepuk jidat. Dia lupa kalau hari ini ada jadwal pelajaran olahraga.
“Kita lupa ngomong-ngomong,” kata Habba.
“Lupa apaan?” tanya Cencen dan Nigella bersamaan.
“Hari ini kita olahraga,” sahut Habba.
“Pak Rakit!” seru Cencen dan Nigella bersamaan.
Sontak saja mereka langsung melepas jasnya lalu menuju bangku masing-masing. Setelah menyimpan jas itu ke dalam tas. Mereka mengambil seragam olahraga lantas berlari tunggang-langgang ke toilet untuk berganti seragam.
Beberapa menit kemudian, selesai berganti seragam olahraga. Mereka kembali lagi ke kelas untuk memasukkan seragam putih abu-abunya ke dalam tas. Beres dengan hal itu, mereka berlari keluar menuju lapangan guna menyusul teman-temannya yang olahraga. Semoga saja Pak Rakit, gurunya itu masih bisa melunak sedikit dan tidak mengeluarkan jurus super duper galaknya.
**
Napas mereka tersengal-sengal ketika sudah tiba di lapangan. Habba pun mengelap keringkatnya di kening. Kehadiran tiga remaja itu diketahui oleh Pak Rakit. Beliau langsung saja menghampiri dengan bersedakap dada.
“Kenapa telat?” tanya Pak Rakit. “Saya tahu kalian dari proyek, tetapi mengapa begini? Padahal sudah izin kembali dari tadi. Jangan menyanggah, saya tahu dari Profesor Nafsin. Dia laporan ke saya,” ujar Pak Rakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Ini Milik Kita
General FictionSesampainya di gedung. Mereka langsung saja masuk dan menuju laboratorium Andala Muda. Sebenarnya, tadi mereka heran. Mengapa pintu lab terbuka? Padahal, biasanya ada orang di dalam pun pintu itu tetap tertutup dan mereka yang ingin masuk harus menj...