Akhirnya, pelajaran hari ini selesai. Lantas, Habba pun memutuskan untuk pulang. Kini, dia sudah memakai jaket seperti tadi pagi. Beres dengan semua barang yang dia bawa masuk ke dalam tas, Habba langsung menggendong tasnya lalu berjalan keluar kelas menuju rumah tante Oci guna menjemput motor terlebih dahulu. Namun, baru sampai keluar gerbang. Dia mendapati Nigella di sana.
“Nunggu papamu, ya, berdiri di situ?” tanya Habba.
Nigella hanya mengangguk.
“Mau bareng aku nggak?” tawar Habba. “Namun, jalan kaki dulu. Motorku ada di rumah Tante Oci.”
“Nggak usah, Habba. Papa mau jemput,” tolak Nigella.
“Yakin nggak lama?” tanya Habba memastikan.
Nigella menggeleng.
“Sudah! Sama aku saja,” ucap Habba, menggandeng tangan Nigella begitu saja untuk menyebrang jalan. Sang empunya tangan pun tidak memberontak, dia menurut saja. Nigella, sebenarnya juga takut jika lama-lama di sekolah sendiri akibat penembakan tadi.
Sudah sampai di sebrang jalan, Habba melepaskan gandengannya. Dia pun kaget, kenapa hari ini. Habba jadi refleks menyentuh Nigella terus?
“Maaf, Nigella,” ucap Habba.
“Nggak apa, Habba. Aku malah yang berterima kasih, kok,” sambung Nigella.
Habba hanya mengangguk kikuk, dia menggaruk tengkuk yang tidak gatal untuk menutupi kegugupannya.
“Ayo, Habba!” ajak Nigella. Dia tahu, Habba menutupi kegugupannya.
“Ke mana?” tanya Habba.
“Jalan lagi, Habba. Ih! Kamu nggak fokus, deh,” gerutu Nigella.
“Oh, iya. Ayo!” ajak Habba, jalan begitu saja.
“Lah?” kaget Nigella saat dia sadar jika Habba mendahuluinya. “Tunggu, aku! Ih, Habba!” teriak Nigella kesal. Cowok itu, memang benar-benar susah ditebak.
Akhirnya, Nigella pun berlari mengejar Habba, usai memasukkan handphone-nya ke dalam saku baju seragam. Dia pun sudah memberitahu sang papa jika dirinya pulang bersama Habba.
**
Tiba di rumah Tante Oci, Habba bingung. Sang tante tidak ada batang hidungnya sama sekali. Dia panik dan langsung saja mengajak Nigella masuk rumah menuju dapur. Ternyata benar, Oci berada di sana, beliau sedang sibuk membuat roti bakar.
“Tante, Ya Allah,” panggil Habba lalu menghampiri tantenya.
Panggilan itu membuat Oci menoleh dan tersenyum. “Eh! Sayang, kamu sudah pulang? Sama Nigella juga ternyata.”
Akhirnya, Habba menyalimi Oci terlebih dahulu dan begitu pula yang dilakukan Nigella. Setelah itu, Habba mengajak Nigella duduk di kursi.
“Tante, Habba boleh di sini dulu, ya? Nggak langsung pulang,” pinta Habba.
“Nggak boleh. Harus nganterin Nigella dulu, dong. Kamu pasti mengajak Nigella pulang bareng ‘kan?” tanya Oci sekaligus mengingatkan.
“Oh, iya. Aku lupa,” kata Habba.
“Hari ini kamu kenapa, Habba?” tanya Oci.
“Lagi nggak fokus, dia Tan,” sahut Nigella.
“Kenapa temanmu ini, Nigella?” tanya Oci.
“Tadi banyak banget kejadian di sekolah, Tante. Padahal Habba baru saja jadi murid baru,” keluh Nigella.
“Oh, begitu. Makan roti bakar dulu, yok! Tante buatin, ya? Habba juga,” jawab Oci. “Gih! Pindah ke ruang tamu. Nanti, Tante susul.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Ini Milik Kita
General FictionSesampainya di gedung. Mereka langsung saja masuk dan menuju laboratorium Andala Muda. Sebenarnya, tadi mereka heran. Mengapa pintu lab terbuka? Padahal, biasanya ada orang di dalam pun pintu itu tetap tertutup dan mereka yang ingin masuk harus menj...