1+24=25

17 6 40
                                    

Gunungan wayang adalah perlengkapan dalam pertunjukan wayang yang dimainkan oleh dalang sebagai perantara memulai suatu cerita, biasanya tentang tokoh perwayangan itu sendiri seperti pandhawa dan punokawan. Gunungan Wayang digunakan untuk gerbang pembukaan adegan baru dipertunjukan wayang atau sebagai poperti alam semesta seperti, gunung dan awan. Jadi, bisa disimpulkan pedang Habba memiliki arti pembuka yang luas dan kuat untuk digunakan dalam upaya kebaikan. Santia harap, pedang ini akan selalu bermanfaat pada hal yang positif.

“Berarti gunungan wayang di pintu laboratorium kita yang baru itu … dapat disimpulkan juga artinya---“

“Adegan baru atau babak baru dalam proyek kita karena habis diretas dan diblokir. Gitu ‘kan?” sambung Nigella memotong ucapan Cencen.

“Nah! Iya, itu betul sekali,” sahut Cencen.

Habba pun hanya mengiakan dan tersenyum.

“Habba, aku tahu siapa kamu sekarang,” celetuk Logari tiba-tiba.

Mendengarnya Habba mengerutkan kening. “Habbatussauda ‘kan?” tanya Habba.

“Ih! Bukan itu,” sanggah Logari.

“Terus?” tanya Habba semakin bingung.

“Kamu detektif ‘kan? Pernah membantu papaku memecahkan kasus pembunuhan,” kata Logari mengintrogasi. “Jujur, Habba.”

Sontak ucapan Logari membuat Nigella menghentikan aktivitas mencatatnya begitu pula Cencen, dia juga menghentikan aktivitasnya yang sedang mengutak-atik tablet.

“Hah?” kata Cencen dan Nigella kaget. “Serius?”

“Nggak usah gitu kali. Tunggu saja jawaban Habba,” ucap Logari. “Benar ‘kan, Habba?”

Pertanyaan itu membuat Habba menghela napas lalu berhenti menulis dan menutup buku catatan PPKN-nya. 

“Iya, aku detektif. Namun, jangan bilang siapa-siapa, ya?” pinta Habba.

“Nah! ‘Kan? Siap-siap, Habba. Masalah ini memerlurkan bantuanmu lagi. Papaku kemarin cerita. Berusahalah dengan baik, ya, Habba. Aku percaya sama kamu,” ucap Logari.

“Maksudnya ap---“

“Habba, Cencen, Nigella!” panggil Pak Jaka memotong perkataan Habba. Beliau sudah berdiri di depan mereka.

“Iya, Pak,” jawab mereka serempak.

“Ikut ke ruangan kepala sekolah sekarang, ya?” pinta Pak Jaka.

Mereka pun hanya mengangguk lalu langsung saja mengikuti Pak Jaka setelah menitipkan buku dan tablet kepada Logari.

**

Sesampai di ruang kepala sekolah, Habba, Cencen, dan Nigella tengah duduk berhadapan dengan Pak Jaka. Pak Jaka pun mengambil kotak berisi peluru itu dan meletakkannya di atas meja. Sudah duduk, beliau pun menghela napas.

“Untuk kode perentas dan pemblokir otomatis kemarin, sedikit lagi akan pulih sistem kerja laboratorium kita,” kata Pak Jaka.

“Syukurlah kalau gitu, Pak,” sahut Nigella.

“Besok, kalian ke laboratoriumnya Damar Aksana yang terletak di dasar laut,” jelas Pak Jaka.

Mendengarnya, Habba kagum. Laboratorium Damar Aksana ternyata berada di dasar laut? Wah! Itu sangat keren. Habba pun sudah tidak sabar untuk ke sana.

“Pak Janaka Bima, nanti akan menjemput ke gedung PT Sahabat Tekno Indonesia guna mendampingi kalian,” sambung Pak Jaka.

“Pak Janaka Bima itu siapa, Pak?” tanya Habba.

“Pendiri organisasi Damar Aksana sekaligus pemilik laboratoriumnya,” imbuh Cencen.

“Kamu sudah ke sana, Cen?” tanya Habba.

Cencen hanya menggeleng. Alhasil, Pak Jaka pun melanjutkan pembahasannya. Habba, Nigella, dan Cencen ke sana ditugaskan untuk berdiskusi tentang teror tersebut. Sebab, bentuk peluru yang hampir mengenai Nigella itu memang buatan Damar Aksana. Namun, kode itu. Damar Aksana tidak pernah tahu. Meski begitu, Damar Aksana bersedia untuk membantu menyelesaikan masalah ini. Selain membantu, mereka juga penasaran, atas dasar apa peneror itu mengusik proyek Andala Muda dan menyangkut pautkan Damar Aksana yang sedang tidak ada kontrak dengan PT Sahabat Tekno Indonesia. Perlu diakui, sih. Mereka sempat berseteru akibat perbedaan pendapat. Namun, kini telah selesai dan mereka sudah berhubungan dengan baik kembali.

“Kalau sudah ada pengakuan dan titik terang. Mengapa harus diskusi, Pak?” tanya Nigella.

“Kita perlu analisis lagi, Nigella, karena masih banyak kejanggalan. Terutama di peluru itu dan bisa jadi kemungkinan. Pelakunya memang dari situ,” sahut Habba.

“Betul itu sekali itu, Nak,” sambung Pak Jaka. “Kita nggak bisa, hanya percaya dengan pengakuan saja.”

Akhirnya, mereka pun paham dan setuju dengan permintaan Pak Jaka untuk ke laboratorium Damar Aksana.

*****

Cinta Ini Milik KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang