Pelajaran hari ini pun telah selesai. Habba tengah menepati janjinya kepada Nigella dan Logari. Namun, mereka berdua pada akhirnya nebeng Habba, tidak jadi membawa kendaraan sendiri. Terutama Logari, mobilnya saat ini sedang demam di bengkel. Mau tak mau, Habba nanti harus mengantarkan mereka pulang ke rumahnya masing-masing.
“Habba, mamamu di rumah terus, ya?” tanya Nigella yang duduk di samping Habba, sedangkan Logari, dia duduk di belakang.
“Iya, meski beliau kebanyakan di rumah. Namun, mamaku itu banyak kegiatan, kok. Salah satunya merajut,” jawab Habba tetap fokus menyetir.
“Wow! Merajut Habba? Keren itu mah,” sahut Nigella. Tangan kanannya pun masih mengutak-atik handphone-nya dan tiba-tiba dia berhenti.
“Habba, Logari!” panggil Nigella.
“Iya,” sahut Habba dan Logari.
“Lihat, deh! Laboratoriumnya Damar Aksana keren banget,” takjub Nigella.
Logari pun beranjak dari duduknya dan menengok ke Nigella, dia memandang apa yang diperlihatkan Nigella kepadanya.
“Keren! Bentuknya seperti goa kaca,” ujar Logari.
“Ada candinya lagi dikedua sisinya,” sahut Nigella.
“Candinya juga terbuat dari kaca. Hewan-hewan laut yang berada di sekitarnya sangat menggemaskan lagi. Aku jadi ingin ke sana,” gumam Logari.
“Eh, ini candi apa, sih, seperti pernah lihat?” tanya Nigella.
“Bentuknya nggak asing ‘kan?” sambung Logari.
“Kamu tahu, Habba?” tanya Nigella.
“Mana coba lihat!” pinta Habba.
Akhirnya, Nigella pun memperlihatkan gambar laboratorium yang nampak dari dasar laut itu kepada Habba. Sudah memandang gambar itu, Habba tersenyum.
“Itu candi Prambanan,” celetuk Habba.
Mendengar hal itu, Nigella hanya mengangguk saja dan tak terasa mobil Habba sudah sampai di depan pintu gerbang rumahnya. Pak Jojo---satpam rumahnya telah sigap di sana sembari tersenyum menyambut Habba. Beliau pun bergegas saja membukakan gerbang. Telah masuk di halaman rumah, Habba disusul Nigella dan Logari keluar dari mobil.
“Terima kasih, Pak Jojo,” ucap Habba sembari menyalimi Pak Jojo begitu pula Nigella dan Logari.
“Mas Habba langsung mau ketemu Bu Santia?” tanya Pak Jojo.
“Iya,” jawab Habba. “Mama di rumah ‘kan, Pak?” tanya Habba setelah menyalimi Pak Jojo.
“Tadi ke supermarket dekat sini, Mas, tapi nggak tahu Bu Santia pulang apa belum,” jelas Pak Jojo.
“Hah? Nggak minta ditemani Bibi Sika?” tanya Habba panik. Soalnya, sang mama belum tahu betul daerah rumah barunya itu walaupun dekat.
“Bu Santia pakai se---“
“Awas, Habba, minggir!” teriak Santia memotong perkataan Pak Jojo. Yap! Santia yang baru saja masuk halaman dengan mengendarai sepeda itu tiba-tiba oleng dan hendak menabrak Habba. Namun, Habba dengan sigap menahannya.
“Alhamdulillah, Mama nggak jadi nabrak,” ucap Habba masih menahan sepedanya Santia. “Mama nggak pa-pa?”
“Mama?” tanya Nigella dan Logari kaget saling memandang.
Kekagetan Nigella dan Logari membuat Habba tertawa kecil. “Oh, ya, Ma. Aku lupa. Habba pulang bawa teman nam---“
“Dua cewek ini?” tanya Santia memotong perkataan Habba.
Habba hanya mengangguk.
“Hallo, Sayang. Nama kalian siapa?” sapa Santia.
“Nigella, Tante,” jawab Nigella.
“Logari, Tante,” sahut Logari.
“Cantik namanya seperti yang punya,” puji Santia. “Maaf, Tante belum bisa jabat tangan. Aa—duh!” rintih Santia tiba-tiba.
“Ada apa, Ma? Kakinya sakit?” tanya Habba.
Santia hanya mengangguk. Respons Habba tidak menjawab, dia langsung saja membopong tubuh sang mama. Habba paham, Santia tadi pasti kelelahan mengayuh sepeda. Walaupun dekat. Namun, sama saja kekuatan motoriknya berbeda dari orang lain. Pak Jojo pun paham situasi, beliau bergegas saja membawa sepeda itu ke garasi.
Akhirnya, Santia sudah didudukan Habba di kursi teras rumah, sedangkan Nigella dan Logari hanya membuntuti saja dengan perasaan khawatir.
“Tante, nggak pa-pa?” tanya Nigella.
“Nggak apa, Sayang, hanya capek saja paling,” jawab Santia. Napasnya pun tak beraturan karena menahan sakit dikedua kakinya.
“Ma, maaf. Habba lurusin pelan-pelan, ya?” pinta Habba. “Biar nggak kaku.”
“Iya.”
Mendengar hal itu, Nigella pun mendekat dan bersimpuh di samping Habba berjongkok di depan mamanya.
“Aku bantu lurusin yang kiri boleh, Habba?” tawar Nigella.
“Boleh. Pelan-pelan, ya?” pinta Habba.
Akhirnya, Habba dan Nigella pun membantu meredakan rasa sakit di kaki Santia dengan meluruskannya pelan-pelan.
**
Setelah mereda rasa sakitnya, kini Santia, Nigella, Logari, dan Habba berpindah ke ruang tamu. Mereka pun tengah asyik berbincang.
"Tante, Nigella nggak nyangka, lho,” ucap Nigella.
“Nggak nyangka apa, Sayang?” tanya Santia.
“Tante itu disabilitas. Makasih, ya, Tante, sudah memotivasi Nigella. Sudah Nigella putuskan nggak akan menyerah,” kata Nigella.
“Terkadang apa yang kita lihat belum tentu jelas, Nigella. Masih perlu dicari sebab-akibatnya lagi. Hasil dari itu, kita tidak mudah menuduh orang,” jawab Santia.
Jawaban Santia membuat Logari menghela napas, dia pun meminum jus jambu yang dibawakan Bibi Sika tadi, sedangkan Habba lagi berganti baju di dalam kamarnya.
“Untuk kasusnya Damar Aksana yang diceritakan tadi, Tante, Logari masih menyduh mereka tahu?” gerutu Logari. “Karena buktinya sudah ada, sih.”
“Nah! Hal itu yang bikin sulit Logari,” sahut Habba yang tiba-tiba nongol membawa beberapa mangkuk kecil salad buah di atas nampan.
“Apanya yang bikin sulit, Habba?” tanya Logari lalu beranjak membantu Habba memindahkan mangkuk itu ke atas meja.
Beres dengan itu, Habba bergabung duduk di samping mamanya dan meletakkan nampan di atas meja.
“Bukti memang sudah ada. Namun, kejanggalan itu masih melekat,” jawab Habba. Tangan kanannya pun mengambil semangkuk salad buah dan melahapnya. “Ini, disuruh makan, ya. Tidak untuk dianggurin,” celetuk Habba dia melirik kepada Logari dan Nigella.
Tingkah Habba membuat Nigella dan Logari tertawa kecil lalu dia mengambil salad buah itu dan memakannya.
“Tante, Nigella boleh minta sesuatu nggak?” tanya Nigella setelah mengunyah buah kiwi dan menelannya.
“Minta apa, Nigella?” sahut Santia.
“Nigella boleh dibuatkan senjata nggak?” pinta Santia.
Sontak permintaan Nigella membuat Habba dan Logari tersendat saat memakan salad buah itu. Asli, permintaan Nigella di luar perkiraan.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Ini Milik Kita
General FictionSesampainya di gedung. Mereka langsung saja masuk dan menuju laboratorium Andala Muda. Sebenarnya, tadi mereka heran. Mengapa pintu lab terbuka? Padahal, biasanya ada orang di dalam pun pintu itu tetap tertutup dan mereka yang ingin masuk harus menj...