Sementara itu, Habba sedang di ruang seni. Dia di sana memainkan gitar dan mendengarkan lagu Chrisye yang berjudul cintaku lewat earphone-nya. Habba memetik senar gitar itu dengan lihai mengikuti lirik dan nada yang dia dengar. Situasi ini membuat Habba tenang bahkan semangat dalam dirinya terisi lagi. Menurut Habba musik dengan lirik dan dana yang baik adalah cara untuk menstabilkan mood dengan sederhana.
Namun, tiba-tiba Nigella datang dia tersenyum berdiri di depan pintu dengan memandang Habba seraya menyenderkan kepalanya ke tembok. Tahu ada Nigella, Habba juga tersenyum kepadanya.
“Ada apa, Nigella? Kamu kangen sama aku?” tanya Habba.
“Ih! Pede kamu, Habba,” sanggah Nigella lalu masuk ruangan dan duduk di depan piano.
“Kamu suka piano, Nigella?” tanya Habba.
“Suka. Nadanya lembut, Habba. Namun, penuh makna,” jawab Nigella dengan memainkan piano itu.
“Apalagi dicampur dengan gitar Nigella. Mereka makin indah nanti,” sahut Habba.
“Kamu suka lagu-lagunya siapa, Habba?” tanya Nigella.
“Chrisye, sih, kalau kamu? Iwan Fals sepertinya,” tebak Habba.
“Kok, tahu? Padahal aku belum cerita, lho,” sanggah Nigella.
“Mobil papamu. Aku dengar waktu itu. Enak, ya, lagu zaman dahulu itu,” ucap Habba.
“Mau lagu zaman dahulu dan zaman sekarang. Sama-sama enak, kok, Habba,” sambung Nigella.
“Kok, gitu?” tanya Habba.
“Tergantung selera masing-masing, Habba,” sahut Nigella.
Mendengar hal itu, Habba menghela napas dan meletakkan gitarnya lalu menghampiri Nigella lantas duduk di sampingnya. Raut muka Habba yang terlihat kesal membuat Nigella tersenyum.
“Ada apa, Habba? Salah, kah dengan ucapanku?” tanya Nigella.
“Tidak juga,” jawab Habba. Kini dia yang memainkan piano setelah Nigella.
"Terus?” tanya Nigella semakin penasaran.
“Selera setiap orang memang berbeda-beda Nigella, tetapi mereka yang membuat perbedaan itu sering menjadi konflik,” kata Habba.
“Kenapa?” tanya Nigella bingung. “Perbedaan itu indah, Habba.”
“Iya. Memang itu indah, Nigella. Namun, bagi orang-orang yang paham dan tidak memaksakan kehendak,” sahut Habba.
“Aku mengerti maksudmu,” jawab Nigella.
“Terus, itu banyak terjadi di zaman sekarang,” sambung Habba.
“Iya, sih, tetapi nggak semuanya begitu, kok. Salah satunya kita. Maka dari itu kita bertahan, ya?” pinta Nigella.
“Pasti. Terima kasih, ya,” ucap Habba.
Nigella hanya mengangguk. Namun, baru saja dia melakukan hal itu bel tanda masuk dan panggilan buat anggota proyek Sains Naro terdengar.
“Bukannya jadwal murid dari sekolah ini nanti sore, ya? Lebih tepatnya pulang sekolah,” kata Nigella.
“Mungkin ada sesuatu di laboratorium,” jawab Habba.
“Ya sudah. Ayo!” ajak Nigella. “Eh, bentar.”
“Kenapa, Nigella?” tanya Habba setelah melepas earphone dan menggantungkannya di leher.
“Cencen tidak dipanggil tadi?” tanya Nigella.
“Tidak. Memang kenapa?” tanya Habba balik.
“Aku nggak ada tebengan, dong, untuk ke gedung Sahabat Tekno Indonesia,” kata Nigella panik.
“Nggak usah panik ada aku. Ayo!” ajak Habba.
Akhirnya, Habba dan Nigella bergegas ke kelas mengambil jas lab-nya dan langsung berangkat bersama para murid yang mengikuti proyek tersebut.
**
Sesampainya di gedung. Mereka langsung saja masuk dan menuju laboratorium Sains Naro. Sebenarnya, tadi mereka heran. Mengapa pintu lab terbuka? Padahal, biasanya ada orang di dalam pun pintu itu tetap tertutup dan mereka yang ingin masuk harus menjawab teka-teki pertanyaan terlebih dahulu yang tertera pada layar pintu. Di sana sudah ada Profesor Nfsin yaitu pengawas dan pembimbing proyek tersebut.
Melihat Nigella di antara mereka Profesor Nafsin langsung memanggilnya, setelah saling berdiri berhadapan. Profesor Nafsin menepuk pundak kanan Nigella lembut seraya menghela napas. Tingkah profesornya membuat Nigella bingung.
“Ada apa, Prof?” tanya Nigella penasaran.
“Saya minta maaf, Nigella. Rancangan yang kamu buat sistemnya rusak parah,” kata Profesor Nafsin.
“Apa? Kenapa bisa, Prof?” tanya Nigella.
“Ada yang merusaknya bahkan pengaman pintu lab kita telah diblokir,” kata Profesor Nafsin.
“Terus apa manfaatnya petugas keamanan di sini, Prof? Nggak guna! Saya akan ke sana menemui mereka!” ucap Nigella langsung meninggalkan ruang laboratorium. Profesor Nafsin pun ingin mengejar, tetapi dicegah oleh Habba. Dia meminta izin untuk mengejarnya, setelah mendapat izin. Habba bergegas saja menyusul Nigella. Dia paham, Nigella sangat kecewa jadi emosi dalam dirinya tidak bisa dikontrol.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Ini Milik Kita
General FictionSesampainya di gedung. Mereka langsung saja masuk dan menuju laboratorium Andala Muda. Sebenarnya, tadi mereka heran. Mengapa pintu lab terbuka? Padahal, biasanya ada orang di dalam pun pintu itu tetap tertutup dan mereka yang ingin masuk harus menj...