1+8=9

36 11 55
                                    

“Bagaimana bisa kata sandi yang biasanya berbentuk angka, kamu gabung sama hal yang berhubungan dengan Sastra Indonesia?” tanya Cencen tak yakin.

Habba pun yang masih sibuk dengan aktivitasnya, tersenyum mendengar hal itu lalu dia menghela napas.

“Kamu tahu pantun ‘kan, Cen?” tanya Habba.

“Tahu. Pantun adalah bentuk puisi Melayu yang terdapat bait atau kuplet, dia terdiri atas empat baris bersajak a-b-a-a-b. Tiap larik, terdiri atas empat kata. Baris pertama dan baris kedua biasanya untuk tumpuan atau sampiran saja. Terus, baris ketiga dan keempat merupakan isi,” jelas Cencen. 

“Nah, aku akan menggunakan itu dengan angka nanti di dalamnya,” sambung Habba.

“Nggak, Habba. Sastra bukan ilmu pasti. Dia banyak opsi jawaban,” tolak Cencen. “Aku khawatir, malah makin mudah untuk dibobol.”

“Percaya, deh, Cen. Nggak bakal mudah nanti,” jawab Habba.

“Oke. Aku serahkan padamu,” ucap Cencen.

Habba hanya mengangguk dan semakin fokus mengerjakan hingga tiba-tiba Nigella pun datang dengan heboh.

“Habba, dipanggil Profesor Nafsin,” titah Nigella. “Beliau menanyakan kode itu.”

“Dari mana beliau tahu?” tanya Habba.

“Laptop beliau tiba-tiba ada kode itu sebelum layarnya buram. Padahal, sistem data utama ada di sana,” kata Nigella khawatir.

“Aku tahu sekarang,” ucap Habba. Dia geram dengan pelaku pembobolan itu.

“Tahu apa, Habba?” tanya Nigella bingung.

“Kerusakan parah laptopmu hanya pengalihan saja. Padahal, yang mau mereka serang adalah laptopnya Profesor Nafsin,” jelas Habba.

“Apa? Pantas saja, saat Profesor Nafsin ingin meng-copy dataku dari smartwatch ke laptop. Kode itu itu langsung muncul,” sahut Nigella.

Cencen yang mendengarkan percakapan itu hanya menghela napas. Soalnya, dia tak tahu menahu apa yang mereka bicarakan. Di sisi lain, pikirannya malah bertanya-tanya sendiri. Apakah sang papa---Jaka masih terlibat dengan organisasi itu dan ikut andil dengan pembobolan ini? Cencen tidak mau berburuk sangka. Namun, dia hanya berasumsi saja.

**

Habba sekarang sudah duduk di samping profesor Nafsin, dia baru saja selesai menjelaskan kode itu. Profesor Nafsin pun menghela napas setelah mengetahuinya.

“Organisasi Damar Aksana,” gumam Profesor Nafsin.

“Organisasi apa ini, Prof?” tanya Habba mendengar gumaman profesornya.

“Organisasi yang mempunyai kode itu,” jawab Profesor Nafsin.

“Jadi yang membobol lab kita salah satu anggota dari mereka? Lalu, apa hubungannya, Prof?” tanya Habba penasaran.

“PT Sahabat Tekno Indonesia membatalkan kontrak dengan mereka,” sahut Profesor Nafsin.

“Alasannya?” tanya Habba.

“Saya belum tahu akan hal itu, Habba. Saya harus berdiskusi dulu dengan CEO PT Sahabat Tekno Indonesia---Firman Aryatama,” kata Profesor Nafsin. “Simpan kode ini, Habba.”

“Baik, Prof. Saya ke Cencen dan Nigella lagi, ya?” pamit Habba.

Anggukan Profesor Nafsin adalah jawaban dari pamitan Habba. Habba pun hanya tersenyum, kemudian dia pergi begitu saja. Kembali lagi bersama Cencen dan Nigella, sudah duduk bersama mereka, Habba menghela napas.

“Jadi nggak mood aku untuk membuat sandi ini. Gara-gara tadi aku sudah tahu kode itu milik siapa,” kata Habba meletakkan kepalanya malas di atas meja.

“Siapa, Habba?” tanya Cencen dan Nigella bersamaan.

“Organisasi Damar Aksana,” ujar Habba. 

“Dia lagi,” gerutu Cencen.

“Kamu tahu?” tanya Habba kaget, kemudian mengangkat kepalanya dan duduk tegak.

“Tahu. Papa mantan anggota organisasi itu,” jawab Cencen.

Mendengarnya, Habba pun langsung beranjak dari tempat duduk dan pergi begitu saja. Ternyata, Habba meminta izin kepada Profesor Nafsin agar dirinya, Nigella dan Cencen kembali lagi ke sekolah. Permintaan tersebut disetujui oleh Profesor Nafsin. Habba melakukannya hanya untuk memilih tempat yang nyaman guna berdiskusi perihal masalah ini.

*****

Cinta Ini Milik KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang