3. Pertemuan Pertama

31 17 25
                                    

“Nanti kalau gue nerusin perusahaan bokap gue, lo jadi anak buah gue mau enggak?”

Pertanyaan tersebut membuat Febri menggeleng dengan cepat. Pria disebelahnya ini sepertinya tidak memiliki hati nurani. “Ogah banget gue jadi anak buah lo. Mending gue nikah sama Rino dan jadi ibu rumah tangga.”

Dimas mengulurkan tangan kanannya dan menjitak puncak kepala Febri. “Hidup lo tu emang tentang nikah doang, ya.”

“Gue udah pacaran sama Rino hampir lima tahun. Rugi kalau enggak dinikahin sama dia, Dim.”

“Iya sih, salah siapa lo pacaran dari SMA.”

Febri menggelengkan kepalanya. “Cinta enggak bisa disalahin sih.”

Dimas mengangguk setuju. “Nah yaudah lo nanti kerja sama gue aja, lumayan kan. Lagian kenapa sih enggak mau? Kan dapet cuan banyak, Feb.”

“Lagian lo nyebelin banget, sia-sia banget gue jadi sahabat baik lo bertahun-tahun tapi ujungnya jadi anak buah lo doang,” ada jeda sebelum akhirnya Febri melanjutkan. “minimal jadi manajer lah.”

Dimas menyibir. “Emang dasar matre, lo!”

Febri tertawa pelan, pinggangnya tanpa sadar dirangkul dari belakang. Dengan sedikit terkejut Febri menoleh kebelakang. “Ih! Ngagetin banget, sayang!”

Rino sang pelaku tersebut terkekeh geli. “Lagian asik banget ngobrol sama Dimas,” ada jeda sebelum akhirnya Rino melanjutkan, “ngomongin apa, bro?” tanya Rino kepada Dimas.

“Tadi kata Febri, dia cinta mati sama lo, No.”

Febri mendelik sempurnya. “Gue enggak pernah ngomong gitu, ya!”

Rino terkekeh kembali. “Lagian lo juga enggak apa-apa loh kalau cinta mati sama gue. Lagipula kita kan emang pacaran, sayang,” jelas Rino menatap Febri dengan tatapan penuh kasih.

Ditatap seperti itu membuat kedua pipi Febri bersemu merah. “Apa sih!” ungkap Febri menepuk pundak Rino.

Dimas yang melihat hal tersebut memutar kedua bola matanya malas, dua sejoli didepannya ini benar-benar membuat Dimas muak melihatnya. “Bucin doang isi kepala lo berdua.”

Rino mengeratkan rangkulan tangannya dipinggang Febri dan berkata. “Makanya Dim nyari pacar,” ada jeda sebelum akhirnya Rino kembali melanjutkan, “Eh kata Febri lo mau deketin Celine, ya?”

“Iya niatnya, sih. Tapi baru aja tadi siang gue follow akun instagramnya.”

“Terus gimana, difollowback enggak?”

Dimas menganggukkan kepalanya. “Kok lo enggak pernah bilang punya temen secakep dia sih, No.”

“Lo enggak pernah nanya, Dim.”

“Oh iya juga, sih,” Dimas mengeluarkan handphone disakunya. “harus gue chat gimana nih menurut lo?”

“Wah! Kalau itu gue enggak tau, Dim. Soalnya dulu gue sama Febri enggak ada chat-chat gitu sih, langsung ketemu aja karena sekelas.”

Dimas tertunduk lesu. “Dari tadi gue salah nanya ke orang mulu.”

Mereka bertiga kembali terkekeh, sepertinya kedua temannya ini tidak bisa membantu Dimas lebih banyak.

Pria itu kembali memasukkan handphone kedalam sakunya. “Eh! Masuk bentar beli minuman dulu, ya. Gue haus banget, nih!”

“Enggak sekalian beli didalem bioskop aja?” tanya Febri.

Dimas menggelengkan kepalanya. “Haus banget gue, apalagi ditambah ngeliat lo berdua bucin dan mengabaikan gue gini.”

Febri menyibir. “Apa sih iri banget, dasar jomlo.”

Relationshit! [TERBIT-OPEN PO✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang