6. Sosok Yang Telah Hilang

25 12 15
                                    

“Dari mana saja kamu?”

Pertanyaan tersebut membuat helaan napas yang berat dari Celine. Gadis itu melihat kearah wanita paruh baya yang duduk tepat disamping pria yang sedang menanyakan pertanyaan tersebut kepada Celine. Ia kembali menghela napas panjang dan tersenyum. “Dari kerja kelompok, Pa.”

“Kamu sudah kuliah, Celine.”

“Iya, Pa. Celine nyari referensi sama temen-temen yang lain juga, kok.”

“Kenapa harus ditempat laki-laki?”

Celine menipiskan bibirnya karena bingung harus menjawabnya. Gadis itu ingin membela diri, namun apa gunanya? Dimata Panji dan Jesslyn sang sosok ibu tiri, Celine akan selalu salah dan tidak bisa membela diri.

Sejujurnya Celine merindukan sosok Panji yang dulu, sosok seorang ayah yang selalu membanggakan dan hangat. Namun semenjak Lia harus meninggalkan Panji dan Celine, perlahan sosok ayah yang selalu membanggakan dan hangat tersebut mulai pudar. Ditambah setelah Panji menikah dengan Jesslyn lima tahun lalu, membuat hubungan Celine dan Panji semakin lama semakin jauh.

Panji sibuk dengan bisnisnya hingga keluar negeri dengan Jesslyn dan meninggalkan Celine dirumah sendiri. Seakan tidak memperdulikan dan menganggap Celine anak kecil lagi, Panji mulai membiasakan tidak memperhatikan Celine.

Hal tersebut membuat Celine tumbuh menjadi sosok gadis yang pendiam saat dirumah namun ketika diluar rumah, ia terpaksa harus berinteraksi dengan banyak orang.

“Celine…” ucap Panji kembali.

“Iya Pa, Celine dengar pertanyaan Papa.”

Pria paruh baya itupun menghela napas panjang kemudian berkata kembali. “Kenapa harus ditempat laki-laki, Celine?”

“Celine berkelompok dengan Rino, Pa. ada Anggita dan Lidya juga kok.”

“Kamu tau maksud Papa…”

Celine membenarkan rambutnya kebelakang dan kembali menjawab. “Celine enggak ada apa-apa. Papa enggak perlu menghawatirkan Celine, ya.”

Panji yang merasa ditenangkan seperti itu tersenyum dan menganggukkan kepala. Melihat reaksi tersebut membuat Celine dapat menghela napas tenang. Kekhawatiran Panji terkadang tidak masuk akal bagi Celine, seperti saat ada pria yang ingin mendekati Celine, maka Panji akan langsung berusaha untuk menjauhi pria tersebut dari Celine.

Sehingga tak jarang beberapa pria yang enggan mendekati dan belum bisa memenangkan hati Panji, sang ayah.
“Ya sudah, kamu bisa masuk ke kamar, Cel,” ada jeda sebelum akhirnya Panji kembali melanjutkan, “setelahnya kamu turun dan kita akan makan malam bersama, Celine.”

Celine menganggukkan kepalanya. “Iya Pa, Celine keatas dulu mau bersih-bersih dulu.”

Setelah mengatakan itu, Celine berjalan menaiki tangga tanpa sedikitpun menyapa Jesslyn, sang ibu. Hubungan antara Jesslyn dan Celine tidak begitu akrab untuk saling basa-basi, mereka hanya bertegur sapa saat saling membutuhkan saja.

Celine merebahkan tubuhnya diatas springbed miliknya, seakan tidak merasakan kenyamanan cukup lama. Gadis itu melirik cutter yang berada diatas meja belajar miliknya tepat disamping tumpukan buku cetak yang baru ia beli seminggu lalu.

Celine berjalan kearah tersebut dan mengambilnya dengan semangat, ia membolak-balik cutter tersenyum dengan senyuman menyeringai lalu digunakannya untuk membuka wrapping yang menyelimuti buku-buku cetak yang dibelinya.

“Bahkan untuk membuka wrapping dibuku ini aja gue sampai lupa,” ucap Celine kepada dirinya sendiri.

Setelah membuka wrapping dibuku ketiga, Celine menatap cutter tersebut dengan tatapan kosong. Ia kembali berniat untuk membuat karya tangan dikulit putih mulus miliknya. Satu senti lagi cutter tersebut mengenai pergelangan tangannya, namun perkataan Panji membuat Celine menghentikan aksinya.

Relationshit! [TERBIT-OPEN PO✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang