4. Confess

37 13 17
                                    

“Lo yakin, Dim?” tanya Febri saat mereka berdua baru saja keluar gedung. Disebelah Febri terdapat Amira dan juga Queenara, teman dekat Febri.

Dimas menganggukkan kepalanya. “Gue yakin banget, Feb. Cuma ini satu-satunya jalan yang bisa nyelametin gue.”

Febri mengangguk sebagai jawaban, sementara Amira dan Queenara hanya terdiam saja tidak tahu mau berkomentar seperti apa. “Lo yakin Celine orang yang tepat? Lo yakin dia bakal nerima lo tanpa penolakan?” tanya Febri meyakinkan.

Dimas kembali menganggukkan kepalanya yakin, “Kalau Amira mau sama gue sih, enggak apa-apa.”

Amira yang namanya disebut melebarkan kedua bola matanya. Namun gadis itu tak berkomentar apapun membuat Queenara disampingnya bersuara. “Yang bener aja, Dim. Lo sama Pak Revan kalah jauh banget.”

Dimas mendelik menatap Queenara. “Selera Amira dosen sih, gue kalah jauh karena belum mapan. Tapi kalau kegantengan, tetep gue yang menang, Queen.”

Kali ini Febri memukul Dimas menggunakan buku ditangannya. “Jelas Pak Revan yang menang juga kalau soal ketampanan.”

Amira dan Queenara mengangguk setuju, lagi pula memang benar adanya. Wajah Pak Revan seperti orang Eropa sementara Dimas seperti orang Asia, mereka berdua memiliki wajah oriental yang berbeda.

Dimas menyebikkan bibirnya sedikit kesal. “Emang cocok sih gue dibanding-bandingan sama orang lain.”

Febri, Amira, dan Queenara tertawa terbahak-bahak, Dimas sangatlah mudah untuk dikerjai. Padahal sebelum mengenal Dimas sedekat sekarang, mereka bertiga berpendapat bahwasannya Dimas adalah sosok pria yang angkuh dan congkak karena terlihat dari wajahnya. Namun setelah mengenal lebih lama, Dimas adalah orang yang menyenangkan.

“Yaudah sana cari Celine, kata Rino sih dikantin. Soalnya gue juga nitip pizza buat dikasih ke Celine, sebagai tanda terima kasih gue sama dia,” ungkap Febri sebelum akhirnya kembali melanjutkan, “kita duluan dulu deh ya, Dim. Bye! Semoga hari ini adalah hari keberuntungan lo!”

Setelah mengatakan itu, Febri, Amira dan Queenara pergi meninggalkan Dimas dengan arah jalan yang berbeda. Dimas berjalan menuju tempat yang dimaksud oleh Febri, kantin. Ia berdoa dalam hati, semoga takdir hari ini berpihak padanya.

***

Gadis dengan berbalut baju berwarna merah jambu tersebut membenarkan rambutnya karena terkena angin yang cukup membuat rambut panjangnya berantakan.

“Celine!” teriak seseorang didepannya sekitar 15 meter, mengenakan baju kemeja berwarna hijau toska dan celana levis biru berjalan kearah Celine.

“Apa No?” tanya Celine saat sang empu suara sampai tepat didepannya. “Teriak mulu kerjaanya.”

Lawan bicaranya terkekik geli lalu menjawab. “Lucu aja, lo dari jauh masih keliatan lucu.”

“Ih! Mang eak?”

Pria yang kerap dipanggil Rino tersebut terkekeh geli. Entah kenapa setiap disamping Celine rasanya sangat lucu sekali. “Lo kapan sih enggak lucunya? Setiap hari lucu mulu perasaan, kan gue jadi ngerasa beruntung ya temenan sama anak lucu tujuh on the spot,” ucap Rino seraya mengejek.

Celine menggembungkan pipinya merasa diejek. “Lo pikir gue apaan? Badut?”

Rino mengusap kepala Celine dan sedikit mengacak rambutnya. “Dasar! Gue pulang duluan kalo gitu, Febri nungguin soalnya.”

Celine berdeham mengiyakan. “Bucin mulu lo akhir-akhir ini.”

“Kalau lo punya pacar nanti, pasti bakalan bucin juga, sih.”

Relationshit! [TERBIT-OPEN PO✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang