13. Long Text

26 13 14
                                    

Hari sudah berganti, tepat seminggu setelah kejadian tersebut membuat hubungan Celine dan Dimas merenggang. Bahkan Dimas tidak masuk kuliah selama seminggu pula. Sebenarnya tak apa jika Dimas tidak masuk kuliah, karena Dimas sudah memasuki semester akhir yang artinya sudah memasuki tahap bimbingan skripsi.

Dan disinilah Dimas berada, diatas kasur berlapis seprai berwarna biru dongker kesukaannya. Ia merasa hidupnya lebih hambar dari sebelumnya, bahkan sebelum mengenal Celine. Terakhir trauma Dimas kambuh yaitu dua bulan yang lalu saat ia tak sengaja berpas-pasan dengan kedua orang tua Floren yaitu Florida dan Rendra.

Dimas menelusuri lorong tunggu bioskop saat ia ingin menggunakan waktunya untuk metime dengan menonton film layar lebar. Pria itu mengenakan baju kemeja berwarna merah maroon dan celana dasar berwarna krem serta sepatu dan juga kaos kaki yang senada. Membuat penampilannya terkesan sangatlah rapi.

Saat Dimas ingin ke toilet untuk membuang hajat, dipertengahan jalan ia tak sengaja bertemu dengan Rendra, ayah Florida sahabatnya.

"Ngapain kamu disini?" tanya Rendra tepat saat berpas-pasan ingin keluar dari toilet.

Dimas yang mendengar pertanyaan itu seketika mendongak melihat siapa yang berbicara. Setelah mengetahui bahwa itu Rendra, pria itu sedikit memundurkan badannya kebelakang.

Karena tak ada sautan, Rendra berkata kembali. "Enak ya jadi kamu, masih hidup dan sehat walafiat. Berbeda dengan anak saya yang sudah tiada lagi didunia ini dan bahkan saya tidak bisa bertemu dengannya lagi."

Dimas berdiri kaku, lidahnya terasa kelu. Keringat dingin mulai bermunculan dipelipis dahinya. "Ma-maaf, Om.."

Hanya itu yang bisa Dimas katakan. Ia tidak mampu untuk berbicara panjang lebar dan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Kematian Floren berdampak sangat buruk bagi kesehatan mental seorang Adimas Bagaskara.

Seakan masih menyimpan amarah, Rendra berdecih dan menatap Dimas dengan tatapan penuh kebencian. "Dasar pembunuh!"

Kalimat hinaan tersebut membuat Dimas tak bisa menahan gejolak kegelisahan yang melanda dirinya. Seakan tak mengetahui sedang berada dimana, pria itu berteriak "Bukan saya! Bukan saya yang membunuh Floren!" ucap Dimas berkali-kali seraya menjambak rambutnya dan menggelengkan kepala.

Rendra yang terkejut melihat hal tersebut seketika pergi meninggalkan Dimas yang tak henti-hentinya mengucapkan kalimat yang sama. Hingga menjadi sorotan banyak orang disana, Dimas berlari kedalam bilik toilet dan menenangkan dirinya didalam sana.

Beberapa kali ia berteriak histeris, namun akal sehatnya masih bisa dikuasai. Ia mengeluarkan obat dari dalam tas kecil miliknya dan meminumnya dengan tergesa-gesa. Tangannya penuh dengan keringat dingin dan bergetar hebat.

Hingga hampir lima belas menit Dimas berada dibilik tersebut. Perlahan-lahan kesadarannya mulai menguasai dan legelisahan perlahan mulai hilang. Saat mengetahui hal tersebut, Dimas menghela napas lega. Efek dari kematian Floren didepan matanya berdampak sangat dasyat sehingga Dimas menjadikannya trauma terhebatnya.

Perasaan terpukul karena sedih yang mendalam dan rasa bersalah bercampur menjadi satu dan mengakibatkan trauma bagi Dimas sendiri. Ia menciptakan trauma yang sangat berdampak buruk dan memaksanya untuk minum obat penenang setiap kali susah untuk tertidur atau kambuh seperti saat ini.

Dimas menatap kosong keatas meja belajarnya, ada beberapa endorsement yang belum ia berikan feedback melalui akun instagramnya. Dengan perasaan sedikit tenang dari kemarin, ia mengambil handphone yang sengaja beberapa hari ini sengaja ia matikan.

Relationshit! [TERBIT-OPEN PO✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang