7. Kepingan Memori Luka

25 13 22
                                    

Tepat seminggu lamanya Dimas tidak melihat keberadaan Celine saat berada dikampus. Bahkan Febri yang sering menghampiri Rino dijurusannya pun tidak bertemu dengan Celine. Kata Rino, Celine akhir-akhir ini sedikit tertutup dengan Rino maupun teman sekelasnya.
Setelah kelas selesai, Celine buru-buru untuk segera pulang karena dijemput oleh sang supir.

Oleh karena itu, Rino tidak sempat bertanya banyak hal dengan Celine. Perbedaan sikap yang Celine tunjukkan membuat Rino merasa heran, tidak biasanya Celine seperti ini, seakan menghindar dari orang-orang bahkan Rino sekalipun.

Kini Dimas berada tepat diantara Rino dan Febri, lagi. Akhir-akhir ini mereka bertiga sering berkumpul bersama saat sela-sela waktu istirahat kuliah. Pemandangan kantin saat ini sedikit lebih sepi, Dimas hanya mengaduk-aduk jus alpukat yang sedari tadi ia pesan. Entah kenapa pikiran Dimas melalang buana entah kemana, ia kembali membuka roomchat whatsapp antara dirinya dan Celine.

Setelah diberikan nomor handphone melalui direct massage instagram oleh Celine, Dimas langsung menghubungi tanpa jeda sedikitpun.

Namun pesan yang sudah Dimas kirimkan tak kunjung mendapatkan balasan. Sejujurnya pria itu ingin menghubungi Celine dengan cara menelpon, namun baginya tidak sopan karena pesan awal Dimas tidak mendapatkan balasan dari Celine.

“Sebentar lagi libur akhir semester lagi, ya. Enggak kerasa banget, padahal gue belum mulai bimbingan lagi,” ucap Febri memecah keheningan.

Terlepas dari berubahnya sikap Celine, mereka bertiga sudah memasuki semester akhir dan harus segera mengurus skripsi mereka masing-masing untuk segera mengejar wisuda.
Rino menanggapi. “Gue belum ada rencana buat bimbingan malah..”

“Lo mah lulus tahun depan juga enggak masalah, No. Lo kan enggak mikirin bayar UKT yang sangat mencekik itu,” celetuk Queenara dari arah belakang. Queenara datang bersama dengan Amira disampingnya, mereka berdua duduk tepat dimeja yang sama dengan Rino, Dimas dan Febri.

Amira terkekeh geli dan memesan makanan serta minuman saat barista datang. “By the way, tapi lo emang cocok banget jadi donator kampus sih, No.”

Febri tertawa diikuti oleh Queenara yang membenarkaan hal tersebut. “Bahkan kalau bokap lo mau beli ini universitas, gue jamin bisa sih,” timpal Queenara.
Rino menghela napas panjang. “Setelah beli universitas, terus gue sama keluarga gue jadi gembel,” ada jeda sebelum akhirnya Rino kembali melanjutkan, “menggembel dengan bergelimang mahasiswa universitas.”

“Tapi langsung balik modal loh,” sahut Amira.

“UKT anak-anak disini kan milyaran bahkan triliunan kalau dijadiin satu, No,” timpal Febri setuju.

Rino menganggukkan kepala membenarkan, “Iya sih, sayang. Tapi kan bisa-bisa harga universitas lebih dari 271T lagi.”

Setelah mengatakan hal tersebut mereka semua tertawa terbahak, namun tidak dengan Dimas. Pria itu bahkan tidak ikut andil dalam perbincangan yang berlangsung, pikirannya terus tertuju pada Celine, sosok yang sangat misterius bagi Dimas akhir-akhir ini.

“Dim kenapa diem aja dari tadi?” tanya Amira akhirnya kepada Dimas.
Dimas tak mendengar dan tak menanggapinya, fikirannya masih tertuju dengan Celine. Sikutan dari Rino tepat diperut Dimas membuat sang empu menoleh kesal. “Apa?” tanya Dimas.

“Ditanya sama Amira tuh.”

Dimas yang mendengar hal tersebut sedikit terperanjat, pria itu bahkan tidak menyadari kedatangan Amira dan Queenara. “Eh?”

Rino bertanya, “Pikiran lo kemana aja bro?”

Dimas terkekeh geli menanggapinya, sedangkan Febri iku menjawab. “Mikirin Celine, tuh.”

Relationshit! [TERBIT-OPEN PO✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang