Bab 3 : Pagi yang sial

1.7K 133 4
                                    

"Sepertinya aku menarik kata-kataku kemarin"

Hari ini adalah hari ketiga Mallory berada di dunia antah berantah ini, dan hari ini pula pertama kali Mallory keluar dari kamar mewahnya.

Tidak jauh berbeda dari apa yang Mallory bayangkan, kediaman yang tengah ia tempati saat ini pasti sangat mewah. Benar-benar mewah.

Ukiran di dindingnya saja terbuat dari emas, bayangkan sekaya apa ayah Mallory asli itu jika kediamannya ini memiliki banyak ukiran emas di setiap dindingnya?

Jelas sangat kaya hingga membuat Mallory ingin melompat dan merayakan keberuntungannya ini.

Keberuntungan?

Yah, keberuntungan.

Keberuntungan sial yang ternyata benar-benar sial.

Mau tahu apa kesialan Mallory hingga membuat gadis itu mengumpat dan memaki nama-nama binatang sedari tadi?

"M-maaf k-kakak"

Tadaaaa!

Maela, putri kesayangan ayahnya baru saja menumpahkan secangkir kopi hingga membuat gaun hijau muda nya ternoda.

Lalu, tebak apa yang selanjutnya terjadi?

Benar! Duke Albert a.k.a ayah tercintanya langsung datang dan menatap Mallory tajam seolah Mallory melakukan pembunuhan. Disusul ibu tirinya yang langsung memeluk Maela dan menenangkan gadis kecil itu.

Baik. Sekarang katakan apa yang telah Mallory lakukan? Gadis kecil dengan gaun merah muda dan rambut terikat dua itu tiba-tiba saja datang padanya lalu memberikannya secangkir kopi panas.

Padahal Mallory tidak meminta Maela untuk memberikan kopi padanya sama sekali.

"Aku membuatkannya untuk kakak!"

Begitu lah ucapan Maela tadi sebelum tiba-tiba kaki gadis itu menginjak gaunnya sendiri dan berakhir kopi panas yang ia pegang tumpah mengenai gaun hijau muda Mallory.

Sialan sekali.

Ini masih pagi tapi kesabaran Mallory seakan diuji.

Padahal niatnya, Mallory hanya akan berjalan-jalan sejenak mengelilingi kediaman Caldwell. Tapi adik tercintanya itu malah mengacaukan rencananya.

Benar-benar sialan. Sangat sialan sampai membuat Mallory reflek mengumpati Maela dengan nada tinggi dan berakhir gadis kecil itu menangis.

Mallory ingin ikut menangis saja jika seperti ini.

Siapa yang tak marah ketika acara pagi hari tenangnya tiba-tiba saja dirusuh oleh tumpahan kopi panas?!

Lalu pak tua ini, datang-datang langsung menatapnya tajam. Apakah pria tua ini juga ingin menyalahkannya atas kesalahan putri kesayangannya itu?

Hei pak tua, tidak lihatkah engkau siapa yang menjadi korban di sini?

Sialan.

Mallory kembali mengumpat.

"Sudah ayah katakan untuk tidak membuat adikmu menangis lagi, Mallory!"

Mallory berdecak. Kenapa malah menyalahkannya? Salahkan saja putri kesayangannya itu yang membuat gaunnya ternoda.

Mengacaukan hari bahagianya saja.

"Bawa Maela ke kamar, Kath. Aku harus berbicara dengan anak ini"

Mallory menaikkan sebelah alisnya, kedua tangannya terlipat di depan dada sementara ibu tirinya langsung pergi membawa Maela sembari terus menenangkan tangisan gadis kecil itu.

Selalu saja menangis. Apa-apa menangis. Ini itu menangis. Bukan kah dia sudah besar? Kenapa dia selalu saja menangis hingga membuat telinga Mallory sakit?!

Dasar banyak drama.

Duke Albert menghela nafas, menatap Mallory dengan tatapan lelah.

"Sudah ayah katakan bukan? Jangan membuat masalah lagi, Mallory. Kenapa kau terus saja mengganggu Maela"

"Seharusnya kau lebih bijaksana. Usiamu sudah 14 tahun. Sebentar lagi kau akan masuk ke akademi, tapi sikapmu masih kekanak-kanakan"

"Bagaimana kau akan menjadi penerusku jika sikapmu seperti ini?"

Mallory diam mendengarkan, keningnya berkerut.

Oh, ia baru tahu jika usia pemilik tubuh asli baru 14 tahun. Pelayannya kemarin tidak memberitahu usia Mallory asli padanya. Pelayan itu hanya menceritakan latar belakang Mallory Caroline sang putri Duke yang terbuang.

"Kau adalah putri pertamaku, kakak dari Maela. Seharusnya kau bisa menjadi contoh yang baik bagi adikmu. Bukannya berusaha membuat adikmu celaka dan menangis"

"Kau harus lebih bijaksana, Mallory. Di masa depan kau akan menjadi penerus keluarga Caldwell. Sikapmu harus lebih dewasa. Jangan kekanak-kanakan"

"Maaf?"

Duke Albert menaikkan sebelah alisnya ketika Mallory menyela nasehatnya.

"Ayah lihat gaunku yang ternoda?" Mallory menunjuk gaunnya yang kotor karena tumpahan kopi panas.

"Tahu karena apa?"

Duke Albert menggeleng.

"Bagus. Teruslah tidak tahu dan aku juga tidak akan memberitahu ayah"

Mallory berbalik dan melangkah kembali menuju dimana kamarnya berada. Ia sudah tidak memiliki semangat untuk mengelilingi kediaman Caldwell sesuai tujuan awalnya.

Mood nya rusak.

Sementara Duke Albert menatap kepergian putri pertamanya dengan pandangan yang tak dapat diartikan.

Putri pertamanya? Apakah ia ingat jika ia masih memiliki putri yang lain selain Maela?

Selama ini dalam pikirannya hanya ada Maela, putri tercintanya. Buah hatinya bersama sang istri tercinta. Hingga ia lupa jika masih ada Mallory sebagai putri pertamanya dengan Arabella yang selalu menunggu cinta dan kasih sayang darinya.

Kenapa Duke Albert tiba-tiba merasa sesak? Sesuatu seperti tengah menghimpit dadanya.

Mallory mengumpat lagi.

"Nasehati saja terus sampe mulutmu berbusa! Dasar pak tua!"

Mallory berdecak.

"Sialan sekali. Anak itu benar-benar mengacaukan mood ku!"

Mallory membuka pintu kamarnya dengan kasar hingga menimbulkan suara yang lumayan keras.

"Maela sialan!"

Seorang gadis dengan pakaian pelayan yang tengah merapikan kasur mewah Mallory terlonjak kaget ketika Mallory membuka pintu kamar dengan kasar dilanjut dengan umpatan untuk Maela, sang nona muda kesayangan keluarga Caldwell.

Mallory menatap gadis pelayan yang juga menatapnya takut itu dengan tatapan tajam, membuat gadis itu menelan ludahnya gugup.

"S-Selamat pagi, nona" sapa gadis itu sembari tersenyum kikuk.

Pagi? Ya, pagi.

Pagi yang seharusnya menjadi pagi yang indah, namun dengan banyak drama gadis dengan nama Maela itu malah mengacaukan paginya yang seharusnya indah ini.

Mengabaikan, Mallory lebih memilih menuju walk in closet yang ada di samping kamar mandi dan mencari gaun lain untuk mengganti gaunnya yang sudah kotor dan bau kopi ini.

Sialan sekali Maela.

Seharusnya hari ini ia mengelilingi kediaman Caldwell dengan perasaan bahagia, bukannya mendapatkan drama di pagi hari dengan bonus gaun kotor seperti ini.

Mallory kembali mengumpat.

Maafkan Mallory yang suka mengumpat ini.

Tapi apa yang ia alami saat ini terlalu sialan untuk diabaikan.














Tbc.

The Antagonist's ThroneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang