Bab 6 : Takhta

292 23 4
                                    

"Takhta apa?"

Mallory bergumam sendiri sembari mengetukkan jari-jarinya di meja dapur.

Kegiatan mengupingnya telah selesai sedari tadi karena Maela dan Luke sudah pergi menuju halaman belakang untuk melihat bunga anggrek seperti yang Maela janjikan pada laki-laki itu.

Entah kenapa ia merasa menguping adalah hobi barunya.

Sekarang, tersisa Mallory sendirian di dapur dengan tanda tanya di kepalanya.

Kenapa makin kesini makin aneh, sih? Kepalanya seakan mendapat informasi-informasi baru di luar ekspektasi.

Apa tadi katanya? Ayahnya memberikan takhta pada Maela dan bukan pada dirinya yang merupakan putri pertama pria paruh baya itu?

Apakah hal itu menjadi salah satu alasan kenapa Mallory membenci Maela?

Secara tidak langsung, Maela merebut masa depannya jika memang benar takhta itu ayahnya berikan pada Maela.

Tapi tunggu-

Memangnya takhta apa?

Oh, sepertinya Mallory tertarik pada yang satu ini.

"Sepertinya aku tertarik dengan perseteruan takhta ini"

Mallory menyeringai.

Sedetik kemudian, Mallory pun meninggalkan dapur dan melangkah menuju ruang kerja ayahnya. Ia ingin memastikan sesuatu.

"Aku ingin bertemu ayah" ucap Mallory ketika sampai di depan pintu ruang kerja ayahnya. Terdapat dua penjaga yang berdiri di depan pintu.

Kedua penjaga itu kompak membungkuk hormat dan segera mengucapkan salam, kemudian salah seorang dari mereka beralih membuka pintu.

Krieett

"Ayah?"

Duke Albert menghentikan gerakan tangannya yang hendak membuka lembar berikutnya dari laporan keuangan salah satu wilayah kekuasaannya, lantas melirik ke arah pintu dimana putri pertamanya tengah berdiri sembari menatapnya dengan tatapan yang tak dapat diartikan.

Mallory melangkah mendekati meja dimana ayahnya tengah memilah begitu banyak kertas yang entah apa isinya.

Duke Albert meletakkan kacamata bacanya, lantas memandang putrinya yang kini tengah berdiri di depan meja kerjanya.

Mallory hanya terdiam memandang ayahnya, membuat Duke Albert menaikkan sebelah alisnya bingung.

Apa yang sebenarnya putrinya itu inginkan hingga berani masuk ke ruang kerjanya?

Maela saja tidak pernah masuk ke ruang kerjanya ini jika bukan Duke Albert sendiri yang meminta.

"Ada perlu apa, Mallory?" tanya Duke Albert.

Mallory berdehem.

"Takhta itu"

Duke Albert mengerutkan kening.

"Ayah memberikannya pada Maela? Kenapa?"

Duke Albert menyandarkan punggungnya pada kursi. Ia hanya diam saja dan belum ada niat untuk menjawab pertanyaan putri pertamanya.

Mallory berdecak. Ia tidak suka menunggu.

"Kenapa ayah memberikan takhta itu pada Maela?" tanya Mallory lagi dengan sedikit mendesak.

Duke Albert menghela nafas. "Kenapa? Maela jelas lebih bijaksana darimu, Mallory. Sudah dipastikan Maela dapat mengelola segalanya ketika takhta itu berada pada tangannya"

Mallory mengerutkan kening.

"Ayah meragukan kemampuanku?" tanya Mallory sembari menaikkan sebelah alisnya. Jujur saja, ia merasa tersinggung ketika ayahnya berkata jika Maela lebih bijaksana daripada dirinya.

The Antagonist's ThroneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang