"Pencuri!!"
Mallory berteriak setelah sebelumnya mengendap-endap menuju tempat dimana laki-laki mencurigakan itu melancarkan aksinya.
Sebenarnya ia sedikit kesusahan karena harus mengalihkan perhatian para pengawalnya.
Laki-laki itu terkejut ketika seorang gadis tiba-tiba berada di dekatnya dan berteriak dengan lumayan keras, lantas ia pun membekap mulut gadis itu. Jangan sampai orang lain mendengar teriakannya.
"Mmpphh!!" Mallory mengumpat dalam hati. Bisa-bisanya seorang putri duke sepertinya dibekap oleh laki-laki aneh di depannya ini.
Kurang ajar.
Mallory menginjak kaki kanan laki-laki itu yang dibaluti sepatu berwarna cokelat tua, membuat bekapan tangan di mulutnya lepas seketika.
Laki-laki dengan pakaian berjubah hitam dan tudung yang menutupi sebagian wajahnya itu mengernyit tak senang ketika gadis dengan gaun biru tua yang berada di hadapannya menginjak kakinya tanpa aba-aba.
"Kau pencuri, kan?!" todong Mallory yang langsung ditanggapi gelengan ribut oleh laki-laki itu.
"Bohong! Aku akan berteriak lagi agar kau ditangkap! Apa yang kau curi, hah?! Emas atau berlian?!" seloroh Mallory menggebu.
Dapat Mallory dengar laki-laki itu berdecak. Kemudian menunjuk peti berwarna cokelat tua dengan gembok berwarna emas di bawahnya yang sebelumnya hendak dia sembunyikan di semak-semak belukar.
Mallory mengikuti tunjukan jari laki-laki itu. Keningnya berkerut samar ketika ia melihat sebuah peti kecil berwarna cokelat yang sepertinya sudah tua.
"Aku menyembunyikannya dari ayahku" ujarnya.
Suara berat laki-laki itu membuat Mallory mengerjap ling-lung. Hah? Apa katanya tadi?
"Kau mengatakan sesuatu?" Mallory bertanya karena otaknya tadi masih dalam proses loading.
Laki-laki itu mendengus tidak suka. "Aku menyembunyikannya dari ayahku" ujarnya mengulang pernyataannya tadi.
"Oh" Mallory menjawab singkat.
Bukan urusannya juga.
Namun sedetik kemudian keningnya kembali berkerut, Mallory beralih memandang laki-laki di depannya.
"Dari ayahmu? Memang siapa ayahmu?"
Laki-laki itu mendengus lagi. Gadis ini terlalu ikut campur urusannya.
"Memangnya kau harus tahu?"
Mallory mengerjap. "Aku hanya-"
"Nona Muda!!"
Mallory menoleh ke belakang ketika suara salah seorang pengawalnya terdengar dari kejauhan. Ia sampai lupa jika tadi meninggalkan mereka di sana tanpa pamit.
Mengabaikan. Mallory pun kembali menoleh ke depan, namun matanya membulat seketika. Laki-laki tadi sudah tidak ada di tempatnya seolah telah melakukan teleportasi.
"Loh?! Kok hilang?!" tanya Mallory entah pada siapa.
Matanya beralih memandang peti yang sebelumnya berada di semak-semak. Hilang juga.
Mallory perlahan melangkah mundur.
Ia sebenarnya tidak peduli dengan keberadaan laki-laki itu, tapi-
Bagaimana bisa dia pergi secepat itu?!
Mallory hanya menolehkan kepalanya dua detik. Catat, dua detik! Dan laki-laki itu sudah menghilang entah kemana membawa peti berwarna cokelat tua yang sebelumnya jelas-jelas berada di antara semak belukar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Antagonist's Throne
FantasyMallory pikir, hidupnya sudah berakhir. Ya, seharusnya begitu. Namun, kenapa ia malah berada di sini? "Jangan bermimpi untuk menaiki kursi takhta, adik. Sebaiknya, berlatihlah untuk mencium kakiku di masa depan mulai dari sekarang, adikku sayang" Eh...