"Apa aku masih bermimpi?"
Seorang gadis dengan surai cokelat tua sepinggang tengah duduk bersandar pada kepala ranjang, tatapannya tampak kosong.
Hal yang ia alami sekarang adalah sesuatu yang mustahil. Sangat mustahil hingga membuatnya berpikir jika ia pasti masih bermimpi.
Seharusnya ia sudah mati, bukan?
Menabrak pagar jembatan, mobilnya terguling lalu jatuh ke sungai. Mobilnya bahkan meledak dan kebakaran. Ia masih merasakan saat dimana semua yang ada di penglihatannya seakan berputar, dan dalam hitungan detik tubuhnya mati rasa bersamaan dengan bau anyir yang menyeruak ke indra penciumannya.
Seharusnya ia mati. Atau mungkin jika takdir masih berpihak baik padanya, sekarang ia berada di rumah sakit dengan banyak luka di sekujur tubuhnya.
Seharusnya begitu.
Namun, kenapa ia sekarang malah berada di sini? Dimana ini? Tempat asing yang bahkan ia tidak tahu ada dimana.
"Aku pasti sudah gila! Sadarlah, Mallory!"
Gadis itu menampar pipinya sendiri lumayan keras, lantas mengaduh kesakitan sendiri.
"Sialan, ternyata bukan mimpi!"
Mallory mengumpat. Kenapa ia malah berada di sini, sih?!
Padahal sedikit lagi uang tujuh ratus juta dollar itu akan menjadi miliknya, hanya miliknya. Ia akan menjadi orang terkaya di negaranya jika uang itu berhasil menjadi miliknya seorang.
Sialan sekali mobilnya harus kehilangan keseimbangan, remnya blong dan berakhir ia menabrak pagar jembatan.
Hari yang sial.
Dan sekarang ia malah berada di tempat asing ini?!
Mallory rasanya ingin mengacak-acak dunia. Ia pun menetralkan nafasnya, kemudian melihat sekeliling.
Ruangan mewah dengan ukiran emas di dindingnya, kasur luas, dan perabotan mahal lainnya. Sebenarnya ia berada dimana? Tidak mungkin surga memiliki perabotan mewah seperti ini, bukan? Itu lelucon yang tidak lucu.
Desain ruangan yang ia tempati ini terlalu kuno tapi mahal. Tidak modern dan terlihat membosankan walaupun terkesan elegan.
Ceklek
Suara pintu terbuka membuat Mallory reflek menoleh ke sumber suara.
Seorang gadis kecil dengan gaun biru muda mengembang tampak berdiri di depan pintu, sekilas tampak ekspreksi takut di wajahnya ketika melihat Mallory. Di tangannya terdapat nampan berisi makanan.
Gadis kecil itu terdiam sejenak, lantas masuk dan mendekati Mallory yang masih bersandar di kepala ranjang setelah sebelumnya menutup pintu dengan rapat.
Mallory menaikkan sebelah alisnya ketika gadis itu hanya menatap lantai saat berada di dekatnya. Apakah wajahnya menakutkan hingga gadis itu tidak ingin melihat wajahnya?
"K-kakak, a-aku membuat bubur untuk kakak"
Suara gadis kecil itu terdengar bergetar. Mallory mengerjap lantas memandang bubur di nampan yang gadis itu bawa.
Tapi tunggu-
Apa katanya tadi?
"Kakak?"
Gadis kecil itu tersentak, lantas mendongak menatap wajah Mallory dengan ekspresi takut. Air mata menggenang di pelupuk matanya.
Apakah dia setakut itu dengan Mallory?
"Kau memanggilku apa tadi? Kakak?" Mallory bertanya dengan sedikit mendesak.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Antagonist's Throne
FantasíaMallory pikir, hidupnya sudah berakhir. Ya, seharusnya begitu. Namun, kenapa ia malah berada di sini? "Jangan bermimpi untuk menaiki kursi takhta, adik. Sebaiknya, berlatihlah untuk mencium kakiku di masa depan mulai dari sekarang, adikku sayang" Eh...