Kana menggenggam tangannya yang dingin, sejak sampai di depan gerbang gapura rumah yang ditinggali kedua orang tuanya, Kana tak berhenti merasa takut, bukan hanya perihal Januar tapi juga perihal hubungannya dengan kedua orang tuanya yang tak seindah milik orang lain.
Menjadi anak satu-satunya dalam keluarga membuat Kana selalu kesepian, seandainya kedua orang tuanya selalu ada untuknya mungkin ia tidak akan merasa sesepi itu, sejak kecil Kana terbiasa melakukan apapun sendiri, tidak pernah menaruh harap lebih pada kedua orang tuanya yang ia tau selalu sibuk dengan dunia kerja yang mereka cintai. Kana tak pernah protes bahkan sangat menyayangi keduanya walau Kana sebenarnya ingin menuntut banyak hal terutama kasih sayang.
Keluarganya tak secemara keliarga Januar, ia kesepian namun terus mencoba mengerti akan keadaan kedua orang tuanya, tak pernah protes bahkan selalu mengalah. Hasilnya ia tak terlalu bisa terbuka pada keduanya, tak terlalu akrab bahkan canggung bertemu satu sama lain.
Namun ketaatan Kana berakhir saat Juan datang kembali dalam hidupnya, untuk pertama kalinya Kana protes, membangkang bahkan marah besar pada keduanya. Kana merasa bahwa keduanya tak berhak menghancurkan bahagianya bersama Januar. Namun sayang, ia kembali mengalah karena menjadi satu-satunya, ia tak bisa meninggalkan keduanya dalam keterpurukan. Ia membiarkan bahagianya usai untuk berbakti pada keduanya.
Ah, semua hanya lah masa lalu, hubungan Kana dan kedua orang tuanya memang sempat memburuk namun semua sudah baik-baik saja sejak si kembar lahir. Masalahnya adalah keduanya tak lagi menyukai Januar.
"Hei, kenapa?"
Kana terperanjat saat Januar menyentuh bahunya, "Ayo masuk" ujar Januar yang dibalas anggukan.
"Jangan takut, ada aku, kamu cukup diam di sampingku, biar aku yang bicara"
Kana mengangguk patuh, ia tidak mungkin menolak lagi, Januar sudah meluangkan banyak waktu untuk sampai di Bali dengan tujuan meminta restu kedua orang tuanya, ia tak ingin membuat Januar kecewa karena kekhawatiran tak berdasarnya.
Saat menapaki ruang tamu rumah kedua orang tuanya, Kana sedikit menahan nafas kala melihat sang Ayah keluar dengan wajah datar menatap ke arah mereka.
"Selamat pagi Pi" sapa Januar ramah
Kana menunggu respon sang ayah dengan gugup namun ia menghela napas lega saat ayahnya masih sudi membalas sapaan Januar. Langkah pertama yang tidak terlalu buruk.
"Pagi"
"Pi, saya bermaksud datang kesini untuk.."
"Tunggu"
Kana menggigit bibir bagian dalam saat mendengar ayahnya mengintrupsi ucapan Januar. Kana hampir saja menyela namun...
"Dimana Luna dan Lino? Kenapa kalian hanya datang berdua?"
"H-hah?" Refleks Kana namun ia dengan cepat merespon.
"Mereka sekolah pi, Luna juga belum bisa kita bawa pergi jauh, kakinya masih di gips"
"Ck, yaudah ayo masuk" ujar laki-laki paruh baya itu dengan wajah di tekuk, Kana berpikir positif mungkin saja Papinya menekuk wajahnya karena tak bertemu dengan cucu kesayangannya.
Kana dan Januar berjalan masuk sambil saling menatap, Januar sedikit terkekeh melihat wajah kebingungan Kana pada reaksi ayahnya sendiri.
"Jadi kedatangan kalian kemari untuk apa?" Tanya sang ayah menatap Januar dan Kana bergantian.
"Saya bermaksud untuk meminta restu Papi untuk meminang anak Papi untuk yang terakhir kalinya" ujar Januar dengan mantap.
Papi tampak diam, responnya membuat Kana was was, ia takut Papinya akan merespon tidak baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Struggle Of Love
FanfictionPernah dengan kalimat "Dunia selebar daun kelor" ? Kalimat khiasan yang dibuktikan kebenarannya oleh Januardi Alarik Senoaji. Sejak bercerai dengan mantan istrinya 7 tahun yang lalu, ia selalu menghindari segala hal yang berhubungan dengan mantan is...