Harap like sebelum baca 💚
***
Sesuai perkataan Kinar, lima gadis itu berusaha mencari tahu tentang sosok tetangga tampan mereka. Dan ternyata benar, lelaki yang Kayla ajak berkenalan di cafe tadi adalah tetangga mereka. Namanya Marvel, dan lelaki itu akan tinggal di sini selama satu bulan lamanya.
Dari bagaimana penjaga villa menjawab pertanyaan Kayla dan teman-temannya, tampaknya Marvel memang sudah cukup sering menginap di sini. Namun, hanya itu saja informasi yang berhasil mereka gali. Pihak villa tidak bisa memberikan informasi lebih lanjut karena akan dianggap melanggar privasi.
“Jadi, gimana, Kay? Maju apa mau nyerah aja nih? Kalau maju, waktu kamu masih ada enam hari lagi. Kalau nyerah sekarang, kamu harus dapat hukuman sih. Minimala beliin kami jam tangan bermerek, satu orang satu,” kata Tia memanas-manasi.
“Aku mau sepatu aja dong!” seru Yuna tak mau kalah.
“Aku seperangkat alat make up dengan merk Dior,” imbuh Marsha.
Sedangkan Kinar masih diam, seolah ia sudah bisa menebak apa yang akan menjadi keputusan Kayla.
“Enam hari, kan? Kecil. Aku bakal berusaha sampai titik darah penghabisan bikin dia jatuh cinta sama aku. Lagi pula, harga diriku terluka ya dengan sikap sok kerennya tadi. Aku merasa punya PR buat memutar balikkan keadaan,” jawab Kayla dengan lantang.
Tia, Yuna, Marsha dan Kinar saling bertukar pandang. “Ngaku aja! Kamu cukup tertarik kan sama cowok itu? Jadi kamu mau manfaatin ini buat PDKT sama dia,” tebak Yuna.
“Tapi kalau iya, bagus, sih. Kayaknya dia cowok baik-baik. Pekerja keras juga, di waktu santai masih mikirin kerjaan,” imbuh Kinar, mengingat jika lelaki itu kemarin masih sibuk berkutat dengan laptopnya di waktu bersantainnya.
“Nah, cocok sama Kayla. Tuh, Kay. Pepet sekalian aja! Worth it kok buat diperjuangkan,” kata Marsha.
Kayla memutar bola matanya malas. “Target aku sekarang, cuma pengen buat dia bertekuk lutut di hadapanku. Aku nggak peduli gimana ke depannya nanti. Lagian, selesai dari liburan ini juga aku akan fokus ke pekerjaan baruku, nggak akan ada waktu buat mikirin cowok nggak jelas kayak gitu,” ucap Kayla.
“Bener juga, sih. Mengingat Kayla anak seorang dokter dan ibunya punya butik, mending Kayla sama cowok yang kerjaannya jelas aja, nggak, sih? Maksudnya yang kantoran gitu, jangan freelance. Apalagi sekarang Kayla juga udah berhasil diterima kerja di perusahaan yang oke. Mending sekalian cinlok sama rekan kerjanya lah, syukur-syukur atasan,” sahut Tia.
Kayla tidak mau terlalu mengambil hati soal ucapan teman-temannya. Untuk saat ini, ia belum memiliki ketertarikan untuk membahas soal cinta. Ia sedang fokus dengan pencapaian barunya diterima bekerja di sebuah kantor impiannya, setelah hampir dua tahun ia hanya menghabiskan waktu untuk membantu sang kakak mengelola butik ibu mereka.
Pagi harinya, Kayla dan teman-temannya memantau aktivitas villa sebelah. Tiga di antara lima gadis lajang itu duduk bersantai di teras, menunggu pergerakan tetangga mereka. Sedangkan dua lainnya berada di dalam untuk mandi.
“Tia mandi! Aku udah selesai, nih!” Suara nyaring Yuna terdengar, membuat Tia turut berteriak saat meresponsnya.
“Iya baweh, otw nih. Nggak bisa emang kalau nggak pakai teriak?” kesal Tia.
Marsha menepuk paha Tia, “kamu juga teriak, bego!”
Baru saja Tia beranjak dari kursinya, terdengar suara seperti kolong kunci terbuka dari arah kanan. Ketiga gadis yang sedang bersantai itu sontak saling bertukar pandang. Tia yang sudah terlanjur berdiri, langsung menarik tangan Kayla dan mendorong gadis itu menuju perbatasan antara villa mereka dan tetangga mereka, mengabaikan teriakan Yuna yang semakin terdengar nyaring.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Feeling
ChickLit"Kalau bukan gara-gara dare dari teman-temanku, aku juga nggak sudi kali ngejar-ngejar cowok muka tembok kayak kamu!" Kayla tidak sampai berpikir bahwa lelaki yang ia beri umpatan di hari terakhir liburannya itu ternyata adalah anak bosnya. Terlebi...