10 - Tetangga?

454 36 6
                                    

Jangan lupa like sebelum baca!💚

***

Kayla kembali ke apartemen dengan seluruh tenaganya yang sudah terkuras habis. Bahkan, saat mengetikkan password pintunya, ia sempat salah dua kali karena tidak bisa berkonsentrasi. Untung saja, besok adalah akhir pekan sehingga Kayla bisa beristirahat dua hari ke depan.

Setelah memasuki unit yang sudah ia huni beberapa waktu terakhir itu, Kayla langsung membersihkan dirinya. Tubuhnya terlalu lelah untuk sekadar memasak makan malam untuk dirinya sendiri. Ia pun berniat untuk membuat mie instan untuk mengganjal perutnya.

Namun, baru saja Kayla akan memanaskan air, terdengar suara bel berbunyi. Ia mengernyitkan alisnya bingung. Selama ini, ia jarang mendapat tamu. Pernah ibu dan kakak perempuannya sekali datang, itu pun mereka memberi kabar terlebih dahulu. Sementara sahabat-sahabatnya, bahkan belum pernah datang ke sini.

Belum sempat Kayla mendapat petunjuk tentang siapa tamu yang memencet bel unitnya, bel kembali dibunyikan. Kayla menghela napas panjang. Ia mengecilkan api kompor, sebelum ia berjalan ke arah pintu.

"Selamat malam. Saya penghuni baru di sebelah. Ini saya bawakan makanan sebagai- Kayla?"

Kayla tak kalah kagetnya dengan pria yang kini sedang menyodorkan paper bag padanya. Ia tidak menyangka, jika dunia benar-benar bisa sesempit ini.

"Ngapain kamu di sini?" sentak Kayla tidak suka.

"Aku penghuni baru. Aku baru aja pindah ke unit tepat di sebelah kamu sejak tadi sore. Kamu ... tinggal di sini juga?" balas pria itu.

Bahu Kayla merosot. "Arrrrgh! Lama-lama aku bisa benar-benar gila!"

Kayla membanting pintu unit apartemennya. Ia mengunci pintu, lalu berlari ke arah sofa dan membanting tubuhnya di sana.

"Kenapa bisa jadi kayak gini, sih? Kenapa rasanya aku nggak bisa buat lepas dari dia? Setelah seharian di kantor ngelihatin muka dia, bisa-bisanya sampai di apartemen pun masih harus tetanggaan sama dia?" heboh Kayla.

Kayla mulai merasa putus asa. Seluruh kesialannya seumur hidup seolah mengumpul menjadi satu dan datang bertubi-tubi sekarang.

"Masa aku yang harus pindah? Nggak! Aku kan udah di sini duluan. Lagian dia ngapain tinggal di sini? Kan dia anak bos, dia direktur, duit dia banyak. Kenapa harus beli unit di apartemen kayak gini???"

Ting tong

Bel kembali berbunyi. Kayla menghela napasnya kesal. "Enggak. Dia memang bos kalau sedang di kantor. Tapi di sini, status kita sama. Kamu nggak boleh merasa terintimidasi sama dia, Kay! Katakan dengan jelas kalau kamu nggak suka dia tinggal di sekitar kamu!"

Kayla berdiri. Ia kembali membuka pintu dan menemukan Marvel yang masih berdiri menjulang di depannya.

"Bukannya duit kamu banyak? Kamu kan anak orang kaya. Kenapa kamu harus beli unit di gedung ini? Kenapa nggak beli apartemen yang mewah sekalian, atau rumah, gitu? Kamu sengaja, ya, pengen bikin aku tambah kesal?" Begitu ia berhadapan kembali dengan Marvel, ia langsung meluapkan kekesalannya.

Marvel diam sejenak, memperhatikan Kayla yang tampak berapi-api saat bicara dengannya.

"Aku datang cuma buat menyapa. Dan sekalian bagi-bagi makanan buat tetangga baruku. Karena aku sudah terlanjur beli, nih, bawa!" ucap Marvel sambil menyerahkan paper bag yang ia bawa pada Kayla.

"Kamu serius tinggal di sini? Nggak ada rencana buat pindah?" tanya Kayla dengan nada putus asa, setelah melihat reaksi Marvel yang tampak tak terganggu dengan ucapannya sebelumnya.

"Aku sudah beli unitnya, dan sudah selesai pindahan juga. Terus, kenapa aku harus pergi dari sini?" balas Marvel cuek.

Kayla menghela napas panjang. Ia menepuk bahu Marvel. Ia memasang senyum paksa, kemudian berkata, "baik, terserah Bapak Marvel Alexander aja. Buat makanannya, terima kasih."

Unexpected FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang