28 - Asam Lambung

292 22 1
                                    

Jangan lupa vote sebelum baca💚


***


Berjam-jam Kayla berusaha bertahan dengan rasa perih di perutnya, serta tubuhnya yang semakin lemas. Presentasinya pun telah usai. Namun, pihak dirinya dan Marvel masih perlu membicarakan beberapa hal dengan perwakilan dari perusahaan Pak Hendrawan.

Semakin lama, Kayla semakin tidak punya tenaga untuk menimpali. Hingga akhirnya Marvel sadar dan menoleh ke arah gadis yang duduk di sampingnya itu. Meski tak mengeluarkan sepatah kata pun, tapi mata Marvel membulat saat melihat keadaan Kayla.

“Kalau dari pihak kami, seperti itu, Pak, masukkannya. Berarti tidak banyak yang perlu direvisi lagi kan ya setelah ini? Mungkin memang sebaiknya besok kita cek dulu di lapangan, seperti apa rancangan yang kami maksud itu, dan apakah sesuai dengan permintaan Pak Marvel,” kata Pak Hendrawan.

Kayla masih bisa mendengar dengan jelas ucapan Pak Hendrawan. Ia memaksakan senyum, dan mengangguk. Namun, satu tangannya kini sedang meremat perutnya yang terasa semakin perih melilit.

“Pak Marvel, apa-”

“Kamu sakit?”

Ucapan salah seorang direktur dari pihak Pak Hendrawan terpaksa terpotongs saat Marvel akhirnya bersuara mengkhawatirkan keadaan Kayla.

Kayla menoleh cepat. Ia kaget menyadari Marvel yang ternyata sedang menatapnya, entah sejak kapan. Rematannya di perutnya pun mengendur. Ia merasa sungkan dan tidak ingin Marvel tahu kecerobohannya.

“Saya nggak papa, Pak. Saya cuma sedang merasa kurang nyaman saja,” jawab Kayla.

“Mbak Kayla lagi kedatangan tamu bulanan? Perlu saya siapkan minuman hangat atau sejenisnya yang mungkin bisa membantu?” tawar sekretaris Pak Hendrawan.

Kayla merasa semakin tidak enak. Apalagi, semua mata orang-orang di ruangan itu kini tertuju padanya.

“Nggak usah, saya nggak papa,” tolak Kayla. “Ah!”

Srekkk

Suara gesekan kaki kursi dengan lantai terdengar nyaring saat Marvel memundurkan kursinya secara asal. Ia langsung mendekat ke arah Kayla dan mengangkat tubuh ringkih gadis itu, membuatnya menjerit kaget dan merasa semakin malu karena posisinya sekarang.

“Pak Hendrawan, Pak, Bu, semuanya, maaf saya harus pamit undur diri dulu. Sepertinya asisten saya sedang tidak baik-baik saja,” ucap Marvel pada orang-orang yang ada di sana.

“B- baik, Pak. Perlu kami panggilkan ambulance? Atau-”

“Tidak perlu. Kebetulan hotel kami dekat dari sini. Dan saya juga punya kenalan dokter yang bekerja di Rumah Sakit Persada di Jalan Sangkuriang. Biar nanti saya hubungi teman saya itu saja,” tolak Marvel.

Setelah itu, Marvel segera melangkah dengan kaki lebar menuju ke halaman gedung.

“Masih bisa pesan taksi online?” tanya Marvel.

Kayla mengangguk. Lalu, ia segera melakukan apa yang Marvel perintahkan.

“Pak, maaf. Tapi saya sudah nggak papa, kok. Pak Marvel bisa turunkan saya saja,” pinta Kayla.

Namun, Marvel tak mengindahkannya. Wajah pria itu tampak tegang. Bahkan saat mereka keluar dari lift.

“Saya bisa jalan sendiri. Pak Marvel bisa-”

“Sudah sampai mana taksinya?”

Kayla gelagapan dan langsung mengecek kembali ponselnya.

“Kurang dari lima menit lagi harusnya sampai,” jawab Kayla. “Pak, saya turun aja, ya? Nggak enak dilihatin orang-orang,” pinta Kayla.

Unexpected FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang