S19

288 29 2
                                    

Flashback

   Seorang anak laki-laki berumur 10 tahun mengusapi pipinya yang lecet, sebab tersungkur ke tanah berbatu. Dia terjatuh akibat tersandung di tanjakan tinggi saat memainkan skateboard. Beruntung kakinya tidak terluka karena memakai celana jeans panjang, melainkan  terbentur. Jadi tidak ikut lecet.

Anak laki-laki itu berusaha berdiri mengambil skateboard juga, berjalananya tertatih-tahi menuju kursi taman yang terdapat, sebuah boneka beruang terduduk di kursi itu. Anak itu tak memperdulikannya, dia hanya butuh duduk untuk meredahkan kakinya yang sakit sebentar. Begitu dia duduk anak itu mengusap-usap debu pada pakaian beserta celana, bekas terjatuh tadi. Anak itu bahkan mendesis sesaat merasakan luka di pipinya mulai terasa perih.

"Itu tempat ibu ku!"

Anak laki-laki itu menjedah mengusap-usap pakaian, mendengar suara protes seorang anak perempuan seusianya. Rambut anak perempuan itu merah muda. Anak laki-laki itu tertengun. Menilai anak perempuan itu sangat manis dengan rambut di ikat cepol kanan dan kiri. Terlebih mata bundar berwarna hijau yang terlihat mengkilat terpancar cahaya matahari pagi, beserta bibir dan pipi merah muda alami, kulit seputih susu. Membuat anak laki-laki itu tak bisa berkedip memandangi.

"Kau dengar aku?!"

Anak laki-laki itu gelakapan, di mana anak perempuan itu mendekat ke wajahnya dengan suaranya agak keras. Spontan anak laki-laki itu memundurkan wajah, sebab terlalu dekat. Tiba-tiba dia jadi gugup.

Anak perempuan itu sedikit memiring kepala, terdiam. Membuat sang anak laki-laki itu pun mengerut dahi bingung. Bertanya dalam hati kenapa anak perempuan itu terdiam?

Tangan anak perempuan itu terangkat menyentuh pelan pipi anak laki-laki itu, yang terdapat sebuah luka goresan. Anak laki-laki itu mendesis.

Sakit!

Anak perempuan itu merubah ekspresi khawatir. "Maaf! Pasti sangat sakit ya!" Mundur mengambil pelester luka bergambar anjing dan kucing dari kantong celananya. "Aku selalu membawa ini, karena ibu berpesan jika aku terluka tinggal pakai obat tempel ini, dan jangan menangis karena sakit." Mulai membuka pelester luka.

Anak laki-laki itu, hanya bisa diam memeperhatikan apa yang akan anak perempuan itu lakukan.

"Tolong menunduklah sedikit." Suruh anak perempuan itu.

Tanpa protes atau keberatan. Anak laki-laki itu, diam menuruti. Terasa pipinya di tempeli sebuah pelester luka dari anak perempuan itu pada pipinya, dengan hati-hati.

"Okay selesai!" Menarik senyum senang, akan hasilnya.

Anak laki-laki itu berkedip beberapa kali, kemudian tangannya perlahan menyetuh pelester luka di pipinya. Rasanya pipinya mulai merah sekarang.

"Aku tidak jadi memarahi mu mengambil tempat duduk ibu ku, karena melihat pipi mu terluka."

"Sayang ayo kita pulang, ayah sudah tiba." Panggil seorang perempuan dewasa dari arah lumayan jauh, di pinggiran jalan dekat taman. Itu ibunya bersama sang ayah datang dengan mobil Toyota hitam.

Anak perempuan itu tersenyum senang mengambil bonekanya. "Maaf ya aku harus pergi." Tersenyum kecut berbalik pergi.

Anak laki-laki itu terperanjat. Dia lupa menanyakan nama anak perempuan itu.

"Tuan muda!" Panggil seorang laki-laki dewasa memakai pakaian setelan. Itu bodyguard anak laki-laki itu. Terlihat kelelahan, sebab mengejar anak majikannya yang begitu melaju cepat membawa skateboard.

Anak laki-laki itu memejam kesal, padahal kakinya baru saja menapak tanah untuk mengejar anak perempuan barusan—berlari pergi untuk sekedar menanyakan namanya. Tapi di halau oleh bodyguardnya. Niatnya luntur.

"Tuan muda Sasuke, tunggu lah saya bernafas! Jangan dulu lanjut pergi begitu saja. Saya juga manusia, punya rasa lelah!" Keluh sang bodyguard dengan dramatis, sampai tergulai tidur di rerumputan taman.

Sasuke kembali duduk menatap nanar arah jalan. Di mana mobil anak perempuan berambut merah muda, sudah tak terlihat. Sasuke hanya bisa mendengkus, melihat bodyguardnya lagi, kemudian Sasuke memicing penglihatannya dari arah jalan, terlihat pria dan wanita saling beradu mulut yang tentu bisa terdengar oleh telinga siapa pun yang mendengar, terutama bodyguard Sasuke.

"Sayang dengar dulu ya, bertahan lah sebentar, nanti aku bakal cari jalan keluarnya!" Ucap sang pria menyetuh kedua bahu sang wanita.

Jika Sasuke tebak, dalam dua terkaan mungkin antara itu pacarnya atau istrinya. Mata Sasuke turun melihat di sisi wanita terdapat koper. Sepertinya dia memilih opsi istri lebih cocok.

Wanita itu menepis kedua tangan di bahunya dengan kesal, sampai menunjuk jari telunjuk ke wajah si pria. "Bagaimana kita mau punya anak, kalau kamu masih tak dapat pekerjaan tetap! Aku tengah mengandung tau!" Menujuk perut yang lumayan terlihat membuncit. "Kamu mau anak kita tersiksa?! Lahiran dan kasih kehidupan untuk anak kita itu butuh uang lebih! Tidak gampang!" Mulai menarik koper, namun di tahan si pria.

Tak salah tebak oleh Sasuke, itu memang istrinya. Mereka berdua pasangan suami-istri.

"Sayang ku mohon tunggulah beberapa hari, pasti aku dapat pekerjaan bagus!" Memelas, mnyatuhkan kedua tekapal tangan.

"Aku sudah menunggu ini sudah hampir setahun! Pokoknya aku mau pulang ke rumah orang tua ku!" Menarik koper melewati sang suami. Namun suaminya tak menyerah, berusaha menahan istrinya.

Sasuke sedikit terperanjat, mengkerut dahi terdengar suara bisikan di telinganya.

"Menjalani hubungan pasang memang tak mudah tuan muda. Laki-laki harus dapat penghasilan bagus dulu, baru pikir pengen punya pasangan."

Sasuke mengenali suara bisikan itu, berubah wajah datar. Itu bodyguardnya. Sasuke menoleh, menatap sinis bodyguardnya dengan bergeser sedikit kesamping.

"Aw!" Jerit Sasuke, tiba-tiba bodyguardnya mengambil celah sempit untuk bisa dia duduki. Padahal di sebelahnya masih bisa di bilang luas, namun kenapa memilih celah sempit? Alhasi membuat Sasuke merasa terhimpit oleh badan besar bodyguardnya ini. Wajah Sasuke tak bisa berbohong, betapa dia sangat menahan dokol.

"Maaf tuan muda. Kaki saya kecapean!" Memijit-mijit betis.

Sasuke melihatnya acuh. Tak ada beda dengan kakinya yang terbentur di aspal.

"Tuan muda terluka ya!" Melihat pipi Sasuke tertempel pelester luka.

Sasuke menyadarinya, menyentuh benda tertempel di pipinya dalam diam.

"Aduh bisa habis saya di omelin nyonya!" Berubah tatapan khawatir. Membayangkan nasipnya.

Sasuke menggeleng kepala sekilas. "Akan ku jelaskan pada ibu nanti." Jawab santai. Sasuke mengernyit dahi.

Sasuke masih terbayang kedua pasang suami dan istri tadi bertengkar, serta penjelasan bodyguardnya tentang hubungan pasangan atau yang dia tahu pasangan kekasih.

Dia ingin bertanya, tapi dia merasa terlalu dini baginya memikirkan hal sejauh itu. Dia hanya menerapkan dan mengingat baik-baik perkataan bodyguardnya barusan.

Sasuke menanam sebuah pendapat. Jika dia sudah dewasa dengan hakekat bagus. Dia akan mencari perempuan berambut merah muda yang dia bahkan tidak tahu namanya. Jadi dia menyebut panggilan yang cocok untuk anak perempuan manis tadi dengan warna rambutnya, yaitu gadis stroberi.

Sasuke bertujuan ingin menikahi gadis stroberi itu.

***

NINKI [Sasusaku]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang