Prolog

148 23 1
                                    

Langit menghitam dengan udara yang terasa begitu dingin mencekam. Hujan turun begitu deras, menimbulkan aroma tanah basah tercium pekat.

Seorang anak laki-laki berumur delapan tahun terlihat tengah berdiri diatas pagar pembatas jalan yang dibawahnya terdapat aliran sungai yang begitu deras.

Anak laki-laki itu bernama Ryano. Dia menatap aliran sungai dibawahnya dengan tatapan hancur penuh luka. Ryano merasa jika hidupnya tidak berarti apa-apa. Kehadirannya sama sekali tidak diharapkan.

"Ryan mau mati," suara Ryano bergetar. Hujan yang mengguyur tubuhnya tidak mengurungkan niatnya untuk melompat dari atas pagar pembatas jalan. Anak laki-laki itu sudah terlalu lelah. Ia menyerah.

Ryan memejamkan mata bersamaan dengan air mata yang mengalir bercampur darah. "Ryan nggak kuat lagi."

Ketika Ryano hendak melompat ke bawah sungai, suara teriakan gadis kecil yang terlihat seumuran dengannya menghentikan niat Ryano seketika.

"Tunggu!"

Ryano menoleh ke arah samping dan mendapati gadis kecil tengah berlari ke arahnya dengan tangan yang membekap tubuhnya yang terlihat bergetar kedinginan. Gadis kecil itu naik perlahan ke atas pembatas jalan dan berdiri di samping Ryano.

"Ngapain?!" Ryano berteriak parau.

Gadis kecil itu menoleh menatap Ryano dengan tatapan sakit. "Aku mau mati."

Ryano tampak terkejut setelah mendengar jawaban dari gadis kecil yang berdiri di sebelahnya. Anak laki-laki itu tidak menyangka jika ada seseorang yang berpikir untuk mengakhiri hidupnya ketika masih berusia dini sepertinya.

Ryano mengambil tangan gadis kecil itu lalu menggenggamnya begitu erat. Dia menarik sudut bibirnya menatap gadis kecil di sebelahnya dengan tatapan yang sulit untuk di artikan. "Mau mati bareng?"

To be continue...

---

"Cerita yang di buat hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, semua hanya kebetulan semata, tidak ada unsur kesengajaan penulis."


FAKE SMILE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang