Chapter 29

15 5 0
                                    

Jam menunjukkan pukul delapan malam. Ryano saat ini tengah berdiri sendirian di depan toko bunga yang menampakkan bunga-bunga indah di dalam etalase depan toko itu.

Lelaki itu tersenyum tipis membayangkan wajah bahagia Aluna saat menerima bunga darinya.

Lelaki itu berniat pergi menemui Aluna, berhubung hari ini adalah hari ulang tahun Aluna. Walau sisa beberapa jam lagi, setidaknya Ryano ingin mengucapkan selamat secara langsung kepada gadis itu.

Ryano bahkan pergi dari rumah sakit tanpa pamit kepada Nisa terlebih dahulu. Bundanya yang sudah tertidur di atas sofa akibat kelelahan mengerjakan pekerjaan kantornya, membuat lelaki itu tidak tega membangunkannya. Ryano keluar dari ruang rawatnya setelah memastikan Nina sudah tertidur.

Ryano hanya menyimpan catatan kecil di atas nakas agar saat Nisa bangun, wanita itu tidak panik.

Ryano perlahan berjalan masuk ke dalam toko bunga yang terletak di tengah Kota itu.

"Cari bunga yang mana, Mas?" Seorang lelaki sekitar dua puluh tahun keluar dari dalam dan menyambut kedatangan Ryano dengan sangat ramah.

Ryano terdiam sejenak, lelaki itu kemudian nenunjuk sekumpulan mawar merah yang berada di sudut toko. "Bisa tolong rangkaikan saya seikat bunga mawar merah?"

"Bisa, tunggu sebentar, ya?" Ucap pemiliknya kemudian kembali meninggalkan Ryano sendirian di sana. Ryano berkeliling ke sekitar, melihat-lihat keindahan di dalam toko itu.

Ryano beberapa kali tercengang melihat toko bunga dengan gaya classic itu, banyak barang-barang yang terlihat sudah sangat lama namun masih terawat.

Jika saja ia mengajak Aluna kemari, gadis itu pasti akan senang.

"Ini, Mas. Silahkan," pemilik toko bunga itu keluar dengan seikat mawar di genggamannya.

Ryano dengan segera menerima buket bunga mawar merah itu. "Kalau boleh tau, toko bunga ini udah lama dibuka, ya?" Tanyanya kemudian.

"Iyaa!" Seru pemilik toko itu dengan semangat. "Kelihatan banget, ya?"

Ryano menggangguk sembari tersenyum. "Barangnya pada antik."

"Iya, Mas. Toko ini kakek saya yang dulu kelola, terus turun ke bapak saya, turun lagi ke saya. Nanti mau saya wariskan ke anak cucu saya."

Ryano terdiam sejenak, sebuah ide gila tiba-tiba terlintas di dalam benaknya.

"Pak?" Panggil Ryano ragu. "Saya mau pesan dua puluh buket bunga, bisa?"

Pertanyaan Ryano seketika membuat pemilik toko itu terlonjak kaget. "Hah? Banyak sekali itu," ucap pemilik toko itu.

Ryano berdehem pelan. "Jadi gini... sekarang saya ambil satu bunga dulu, sembilan belas lainnya akan saya ambil nanti," jelas Ryano perlahan. "Satu bunga di setiap tahunnya, sampai sembilan belas tahun kedepan."

Pemilik toko bunga itu mengerutkan keningnya. "Maksudnya satu tahun satu bunga sampai sembilan belas tahun kedepan?" Jabar pemilik toko tersebut.

Ryano tersenyum tipis sembari mengangguk pelan, penjelasannya langsung di pahami oleh lelaki itu.

"Wahhh, berati kita bakal temenan sampai sembilan belas tahun ke depan toh, Mas?" Ujar lelaki itu.

Ryano terdiam sejenak, sebelum akhirnya terkekeh pelan. Ia mengambil secarik kertas dari dalam kantong jaketnya, ia kemudian meminjam pulpen yang tersedia di toko itu.

"Saya tahun depan akan balik ke sini," ucap Ryano sembari memberikan secarik kertas yang sudah ia tulisi sesuatu ke pemilik toko itu.

"Tapi kalau seumpama saya nggak balik, tolong bawakan bunga pesanan saya ke alamat ini."

FAKE SMILE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang