Chapter 12

30 12 0
                                    

Delapan tahun yang lalu....

"Kau tau? Aku sangat membencimu!" Lelaki itu meninggikan nada bicara nya. "Kau adalah orang yang telah mengubah segalanya! Bahkan kau tidak pantas menyebutku dengan sebutan ayah!"

Ryano hanya bisa menatap Renzo dengan mata yang merah karena menahan tangis.

"Semenjak kau lahir, kau selalu membawa sial! Anak sialan sepertimu harusnya tidak usah lahir di dunia ini!" Renzo mati-matian menahan amarahnya.

"Nisa!"

Mendengar seseorang memanggilnya, wanita itu segera turun menuruni tangga dan melihat anaknya sudah menahan tangisnya di sana.

"Kenapa, Mas?" Tanyanya kepada Renzo.

"Kau lebih baik pergi dari sini! Aku muak melihat wajahmu lagi dan bawa anak sialan ini keluar juga!" Jawabnya penuh penekanan di setiap katanya.

Ryano benar-benar gemetar tidak tau harus berbuat apa, bocah sembilan tahun itu tidak bisa berpikir jernih, menyalahkan semua yang telah terjadi itu karena dirinya.

Wanita itu memeluk bahu Ryano kemudian mengajaknya masuk ke dalam kamarnya. Ia mengambil sebuah tas dan memasukkan baju-baju mereka berdua ke dalam tas tersebut.

"Bunda? Kita di usir, ya?" Tanya Ryano terdengar parau. "Gara-gara Ryan, ya? Maaf, Bunda. Ryan harusnya bisa dapetin nilai bagus, dapet juara." Lanjutnya.

Perkataan Ryan membuat Nisa sontak menoleh ke arahnya. "Ryan, sayang," tangan Nisa mengelus puncak kepala anaknya. "Papa itu sayang sama kamu, papa cuma pengen Ryan jadi anak yang pinter. Udah, ya? Jangan nangis, sekarang bantuin Bunda beres-beres, ya?"

Ryan yang masih kecil dan tidak tahu apa-apa menurut saja, masalah bundanya sudah banyak, ia tidak mau menambahnya. Ia membantu mengemasi baju-bajunya.

Hal ini harusnya Nisa lakukan semenjak tiga tahun yang lalu tepat di mana mereka bercerai, berlagak di depan Ryano seolah tidak terjadi apa-apa. Inilah alasan mengapa ayahnya selalu pulang larut malam bahkan terkadang tidak pulang sama sekali. Renzo sudah tidak menyayangi mereka lagi.

▪︎▪︎▪︎

Ryano dan Nisa keluar dari pekarangan rumah, Ryano menatap ayahnya sejenak dengan tatapan hancur penuh luka sebelum akhirnya keluar dari rumah bersama bundanya.

Nisa memutuskan kembali ke rumah lamanya yang sebelumnya ia sewakan tiga tahun yang lalu karena Renzo tidak lagi membiayai biaya kehidupan mereka.

Di saat perjalanan menuju rumah lama mereka, terdengar suara tangis bayi di dekat tempat sampah masyarakat.

Dengan segera, Nisa bergegas melangkahkan kakinya menuju ke sumber suara diikuti Ryano di belakangnya.

Alangkah terkejutnya mereka, mendapati seorang bayi perempuan di dalam kardus. Bahkan mirisnya, tali pusar bayi itu masih menempel, bayi itu juga tidak di lapisi sehelai kain pun.

Nisa segera menggendong bayi itu dan memberinya kehangatan agar bayinya selamat. Kebetulan, ada panti asuhan yang pemiliknya adalah teman Nisa, Mira.

Nisa dan Ryano bergegas menuju panti asuhan Kasih Sayang.

Setelah sampai di sana, bayi itu segera di tangani. Kini ia sudah bersih, hangat dan juga di beri susu formula. Nisa dan Ryano melihat bagaimana bayi itu kelaparan dan meminum susunya dengan cepat.

"Ryan, bayi ini enaknya di beri nama siapa?" Ucapan itu tiba-tiba saja terlontar dari mulut Nisa.

"Hm? Mungkinnn, Nina?" Jawab Ryano.

Nisa tersenyum tipis. "Boleh, baiklah, kita akan memanggilnya Nina."

▪︎▪︎▪︎

Masalah ini.... membuat Ryano muak, ingin mengakhiri hidupnya dengan lompat ke bawah pembatas jalan yang dibawahnya terdapat aliran sungai yang sangat deras, tapi kemudian ia mengurungkan niatnya karena seorang gadis yang bernama Una, dan Una memanggil Ryano dengan sebutan Ian. Awalnya mereka ingin melompat bersama, tapi Una mengucapkan kata-kata yang membuatnya semangat dan mengurungkan niatnya.

Sama halnya dengan Una, ia juga mengurungkan niatnya untuk melompat. Ryano memberikan gelang berliontin bintang kepada Una, sedangkan ia berliontin bulan, sebagai kenangan mereka.

Hujan lebat mengguyur tubuh mereka berdua. Dan setelah kejadian saat itu, Una menghilang entah kemana. Ryano ingin sekali bertemu dengannya lagi jika Tuhan mengijinkan. Tanpa Ryano sadari, Una ialah Aluna yang sekarang sedang mengejar hatinya, mungkin... Ryano tidak mengingatnya setelah kejadian masa lalu?

Satu hal lagi yang membuat Ryano mempunyai tekad untuk bertahan, Nina. Anak kecil itu sangat di sayangi oleh Ryan bahkan semenjak pertama kali melihatnya.

Ryano menyadari bahwa Nisa memiliki banyak masalah, bocah itu lebih memilih memendamnya dan terus tersenyum seolah tidak terjadi apapun.

Di umurnya yang menginjak lima belas tahun...

"Kangker jantung..."

Sampai akhirnya sekarang...

"Mulai ada pembengkakan di sekitar organ penting.."

"Stadium tiga..."

-

"Tuhan... saya hanya minta hidup sedikit lebih lama.."

"Saya mau mereka seribu kali lebih bahagia dari saya..."

"Tuhan... saya masih ingin membahagikan bunda... jangan ambil saya dulu. Saya pengen bunda lihat saya jadi dokter..."

-

"Nda... Ryan mau jadi dokter loh, nanti yang sakit biar berobat ke Ryan, gratis!"

"Ryan sekolah yang pinter, nanti biar bisa jadi dokter kesayang bunda..."

"Iya, Bunda!"

-

"Terkadang menyembunyikan luka itu lebih baik, kan? Senyum memang nggak bisa mengobati luka, tapi setidaknya bisa menutupinya."

- Ryano Aldevaro -

To be continue....

FAKE SMILE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang