Chapter 28

15 4 0
                                    

Ryano kembali berbaring setelah meletakkan ponselnya di atas nakas di samping brankar-nya. Lelaki itu menatap ke sekelilingnya, memperhatikan ruangan serba putih itu. Sudah terhitung empat hari ia ada di sana sejak drop di UKS sekolah.

Lelaki itu langsung dilarikan ke rumah sakit oleh Nisa sesaat setelah Tio pamit dari rumahnya. Lelaki itu hanya tidak ingin orang lain sampai mengetahui tentang penyakitnya.

Hal yang ia lakukan sejak kemarin hanyalah mengecek ponsel, apakah ada pesan atau telepon masuk dari Aluna. Namun nihil, tidak ada satu pun notifikasi dari gadis itu.

"Lemes banget, Yan?" Tanya Nisa begitu masuk ke dalam ruang Rawat Ryano. Wanita itu menggendong Nina di tangannya.

Ryano yang tadinya berbaring langsung duduk sambil menampakkan senyum lebar di wajahnya.

"Sini adik akuuu!" Ucap Ryano dengan nada anak kecil. Tangannya terulur ingin menggendong Nina yang juga balik mengulurkan tangannya ke arah Ryano.

"Hati-hati, badan kamu masih lemes, Yan." Peringat Nisa. Wanita itu dengan perlahan menaruh Nina di atas pangkuan Ryano.

"Hmmm harum banget! Adik capa cih ini?" Ryano mencium pipi Nina berulang kali, membuat anak kecil itu tertawa terbak-bahak. Meskipun Nina bukan adik kandung Ryano, lelaki itu tetap menyayangi Nina seperti adiknya sendiri.

"Gimana perasaan kamu, Yan?" Tanya Nisa, wanita itu merasa bersalah karena tidak bisa menjenguk Ryano kemarin, pekerjaan di kantornya benar-benar sibuk.

"Udah sembuh," ujar Ryano riang, lelaki itu bermain cilukba dengan Nina.

"Temen kamu nggak ada yang jenguk, Yan?" Tanya Nisa.

Seketika aktivitas Ryano terhenti begitu saja. Lelaki itu kini lebih memilih memeluk Nina.

"Cuma beberapa hari doang di rumah sakit, Bun. Nggak enak ngerepotin temen."

Nisa menoleh ke arah Ryano, tangan wanita itu beralih menyisir rambut anaknya itu. "Temen kamu pasti nggak bakalan repot kalau cuma sekedar berkunjung, Yan."

Ryano seketika tersenyum kecut, sebelum akhirnya terkekeh pelan. "Nggak usah ah, nanti yang ada makanan Ryan di makan semua sama mereka."

Nisa tertawa pelan mendengar ucapan Ryano. "Iyain aja deh, kamu ada aja alasannya."

Nisa memilih duduk lalu mengeluarkan sebuah laptop dari dalam tasnya, wanita itu tidak sempat menyelesaikan pekerjaannya di kantor dan langsung datang menemui Ryano di sini.

"Hmm, Bunda?" Panggil Ryano sedikit ragu.

"Kenapa, Yan?" Tanya Nisa, tangannya masih bergerak mengetik di laptop.

"Bunda masih inget nggak? Cinta pertama Ryan? Yang dulu Ryan kasih gelang," ujar Ryano sembari menidurkan Nina di dalam pelukannya.

Nisa terlihat berpikir sejenak. "Gelang? Hmmm... Una bukan sih, Yan?"

"Nah iya itu," ujar Ryano semangat.

"Kenapa, Yan?"

"Ryan udah ketemu lagi sama dia."

"Serius?" Tanya Nisa. Kini ia lebih memilih fokus dengan percakapannya dengan Ryano.

Ryano mengangguk semangat.

"Wahh, Bunda jadi pengen ketemu dia juga. Perasaan kamu gimana sekarang ke dia?" Tanya Nisa.

Ryano terdiam sejenak. Kalau membahas soal pacar, Jihan adalah pacar pertama Ryano. Namun, lelaki itu sama sekali tidak menaruh hati pada gadis itu, sehingga untuk sekedar memberitau Nisa pun ia enggan.

Lagipula Ryano menerima Jihan hanya kerena usulan ngasal dari Nio yang entah kenapa Ryano ikuti saja.

Ia tau sudah jahat kepada perempuan karena memperlakukannya seperti itu, hanya saja waktu tidak dapat di ulang kembali. Ia hanya bisa minta maaf, walau sampai saat ini Jihan masih tidak mengerti dan terus mengejarnya.

"Ryan bahagia bisa ketemu dia lagi."

Ucapan Ryano entah kenapa bisa membuat hati Nisa menghangat. Sangat jarang Ryano bisa bicara blak-blakan seperti ini.

"Bunda... Ryan sekarang jatuh cinta lagi sama dia," ucap Ryano dengan bahagia walau kini mata lelaki itu berair karena air mata.

"Di waktu yang berbeda. Namun, dengan rasa dan perempuan yang sama. Di masa lalu dan masa kini. Ryan jatuh cinta kembali dengan perempuan itu." Air mata perlahan turun membasahi wajah lelaki itu.

Nisa bangkit dari kursinya lalu berjalan menuju keduanya.

"Bunda, dengan keadaan yang seperti ini, salah nggak sih kalau Ryan jatuh cinta?" Tanya lelaki itu.

"Nggak salah, Yan. Jatuh cinta itu hak semua orang," tangan Nisa terulur mengusap air mata yang mengalir di wajah putra kesayangannya itu.

"Tapi Bunda, dengan penyakit ini...emang boleh?"

"Boleh."

"Tapi Ryan-" Nisa menarik Ryano masuk kedalam pelukannya.

"Boleh, sayang. Kamu bebas jatuh cinta sama siapapun dan sebanyak apapun yang kamu mau," tandas Nisa. Ia tidak ingin mendengarkan kalimat menyedihkan dari Ryano lagi.

"Bunda?"

"Hmm?"

"Kalau kali ini Ryan berharap untuk sembuh, kira-kira bisa nggak?"

"Bisa! Harus bisa Ryan! Kamu harus bisa sembuh demi orang yang kamu cintai dan orang yang mencintai kamu."

---

"Kamu harus tau Luna. Saat aku bilang aku mencintaimu dan ingin buat kamu bahagia, aku nggak pernah main-main."

- Ryano Aldevaro -

To be continue....

FAKE SMILE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang