- Bab 2 -

50 27 5
                                    

Happy Reading

Suasa parkiran kini menjadi sedikit canggung, masih dengan posisi yang sama. Bulan berada di dalam dekapan Shaka Dirgantara, sang ketua ekstrakurikuler fotografi. Semua hanya mampu melihat tanpa ada yang berani menegur satu sama lain.

Setelah beberapa detik dengan posisi Bulan di dalam dekapan seorang Shaka Dirgantara, akhirnya dia tersadar akan hal yang sedang mereka lakukan. Buru—buru Bulan membenarkan posisinya dan meminta maaf kepada Dirga.

"Eh, sorry banget kak, barusan ga liat ada batu di situ, sekali lagi sorry dan terimakasih ya kak," tutur Bulan dengan kepala sedikit menunduk akibat perasaan bersalahnya yang tidak melihat ada sebuah batu di depannya.

"Lain kali hati—hati makanya, dasar bocah jalannya ga pernah bener, asal jalan aja yang penting sampe," ejek Dirga dengan wajah menyebalkan kepada Bulan yang tingginya hanya sebatas pundaknya.

"Heh! Ga usah gitu kak, lagian aku kan ga sengaja juga karna buru—buru," jawabnya dengan nada sedikit meninggi lantaran sedikit kesal akibat ejekan yang diberikan oleh Dirga.

"Ck, kalian ini mau ribut sampe kapan. Lihat jam, udah hampir bel, dan kita belum brifing apapun," salah satu teman Dirga yang di ketahui namanya adalah Keenan Arsenio.

Dirga yang mendengar penuturan dari Keenan akhirnya melihat jam tangan yang terpampang di pergelangan tangannya. Ia melirik sekilas, lalu tanpa mengucapkan apapun Dirga langsung memasuki ruang 'Photographer's room' para anggotanya yang melihat bahwa ketua mereka memasuki ruangan ekskul, lalu mengikuti dengan perasaan malas yang menyelimuti.

"Dasar kakak kelas gila, udah dapet informasi dadakan, anggota di tinggalin, apalagi nanti di dalem sana, tugas yang di terlantarkan begitu saja, " gerutu Bulan pada dirinya sendiri.

Seluruh anggota ekstrakurikuler fotografi memasuki ruangan khusus mereka. Terlihat banyak sekali hasil foto mereka semua di dinding ruangan, hasil foto mereka jadinya sebuah bentuk hati, dan beberapa bentuk lainnya.

Ruangan di hiasi oleh banyaknya kenangan yang telah mereka rekam melalui kamera. Ada juga beberapa kamera yang di sediakan oleh pihak sekolah untuk kebutuhan ekstrakurikuler mereka.

"Oke, seperti yang udah gue umumin di grup ekskul, bahwa hari ini akan ada acara rapat dadakan, nah kita di minta untuk menjadi dokumentasi, setiap kelompok berisi 2 - 3 orang ya," jelas Dirga kepada seluruh anggotanya.

"Kelompok di bagi sama Lo apa sama kita sebagai anggota ?" tanya Elodie, salah satu anggota ekskul fotografi yang terkenal pintar dalam memotret.

"Tentunya sama Gue ya, sekarang kita bagi dulu." Dirga terlihat seperti sedang menghitung seluruh anggotanya, lalu ia mencatat nama—nama anggota ekskulnya.

"Oke, jadi sekarang kita bagi dulu kelompoknya. Yang pertama Zidan bareng Elodie, Keenan bareng Charlotte, Ayudisa bareng Raya, Zenica bareng Acha terakhir Gue bareng Bulan, semuanya jelas ya," penuturan dari Dirga membuat Bulan membulatkan mata kala dirinya mendengar bahwa ia akan satu kelompok bersama ketua ekskulnya yang paling menyebalkan.

"Kalo tidak ada yang du pertanyakan lagi, ayo kalian simpan tas kalian dan bawa kamera masing—masing, atau kalo yang tidak membawa boleh pake yang pihak sekolah ya." Dirga menyimpan tas miliknya di salah satu kursi, lalu memperhatikan seluruh anggota ekskulnya yang menyimpan dan mengambil kebutuhan milik mereka masing—masing.

Dirga melihat bahwa barang bawaan milik Bulan cukup banyak dan terlihat bahwa ia kesusahan mencari tempat untuk menyimpan barang bawaan miliknya dan juga tasnya. Dirga menghampiri Bulan dan mengambil tas milik Bulan.

"Sini Gue bawain, simpen di tempat Gue aja." Dirga mengambil tas warna hijau tosca dan menyimpannya di pundak milik ia seorang. Bulan yang belum menjawab perkataan Dirga hanya mampu berdiam diri saja.

Dih, apaan si ini orang, minta Aku pukul apa ya, main ambil—ambil tas aku aja.

Bulan mengikuti langkah Dirga yang besar sambil memasang raut wajah yang terlihat kesal dan marah. Kesal karena hampir terjatuh, juga karena langkah yang besar dan marah karena tas miliknya harus di bawa paksa oleh Dirga.

Di depan sana terlihat raut wajah milik Dirga yang sedikit tersenyum, dirinya menyimpan tas di depan ruang khusus ketua ekskul. Membutuhkan waktu kurang lebih sekitar 3 menit untuk sampai ke tempat menyimpan tas Bulan dan Dirga.

"Kak ih, kenapa si harus jauh banget simpennya, padahal masih ada tempat kosong loh untuk simpen tasnya," keluh Bulan, karena kakinya sudah merasa lemas.

"Udah sih ikutin apa yang Gue lakuin aja, ga usah banyak protes sama sekali." Dirga menyimpan tas milik Bulan tepat di sebelah tas miliknya, dan menjawab pertanyaan dari Bulan. Mereka sedikit berdebat hingga akhirnya sebuah suara terdengar.

❀❀❀

Haii semua, selamat membaca
cerita ke tiga ku, semoga kalian
menyukai ceritaku yang ini yaa!!

Jangan lupa untuk vote, komen dan follow.
Karena dukungan kalianlah yang mampu
membuat aku semangat untuk menulis.

Informasi terkait updatenya ada
di ig aku ya, @mymoochies_
Jangan lupa mampir ya.

A Photographer's Love [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang