***
Awan gelap tampak di kejauhan dan Fynn tidak berkedip memperhatikan itu dari dinding kaca kantornya. Angin dingin pun masuk berhembus menerpa tirai panjang berwarna putih. Tidak lama, rintik air satu per satu mulai mengetuk dinding kaca seakan membawa kabar dari awan gelap yang menantang bertarung seorang Fynn. Wajah Fynn datar namun tubuhnya seketika bereaksi tegang, jantungnya berdebar cemas. Ia tidak suka perasaan sesak yang mencekik ini. Bayangan-bayangan mengerikan itu muncul di setiap kerjapan matanya. Suara hujan yang deras, benturan keras ditubuhnya, erangan kesakitan, bisikan memohon dan tawa riang itu secara acak bergantian mengganggunya.
Nafas Fynn memburu. Ia menutup kedua telinga dengan tangan rapat-rapat untuk menyingkirkan suara itu. Suara hujan deras bak genderang perang yang menghujam tubuhnya.
"Berhenti..." desisnya marah. Fynn ingin berteriak tapi tidak bisa.
Ia memejamkan mata sambil menggelengkan kepala dengan kuat, mencoba untuk menghilangkan bayangan-bayangan tersebut. Ia membuka mata dan gedung-gedung tinggi besar diluar yang dilihatnya berubah jadi terbalik. Fynn terhuyung kebelakang, berpegang pada kursi kerjanya. Tangan kiri Fynn mengepal penuh kebencian. Benci pada dirinya sendiri. Matanya panas menahan air mata untuk keluar. Setelah bertahun-tahun, Fynn masih tidak bisa melawan hujan. Musuh terbesar dalam hidupnya. Ia mual sementara urat di salah satu pelipisnya timbul karena menahan pusing yang luar biasa. Ia menjauh dari dinding dan mengangkat telepon untuk menghubungi layanan kamar.
"Ini Fynn." suaranya bergetar, begitupun tangannya di gagang telepon. Ia berusaha untuk tidak lepas kendali. "Aku ingin satu kamar pribadi."
Pekerjaannya hari ini tidak terlalu banyak, membuat Bethari bisa santai sejenak sekarang. Ia berdiri sendiri disalah satu balkon hotel sambil melihat hujan yang mulai turun dengan derasnya membasahi kota. Ini adalah hujan pertama setelah kemarau panjang selama dua bulan terakhir, seingatnya. Bethari menyukai apapun tentang hujan. Airnya yang dingin, hembusan anginnya ataupun suara hujan yang entah kenapa bisa menenangkannya. Suasana nyaman yang tidak boleh dilewatkan.
"Haahh..." Bethari menarik nafas lalu menghembuskannya. Udara segar menembus hidung dan mengisi paru-parunya. Senyum kecil tersungging dibibir tipis Bethari.
"Bethari! Oh, untunglah kau disini." Ella tersenyum senang. Bethari menoleh ke satu karyawan senior yang mendatanginya. Mereka tidak begitu akrab tapi mengenal satu sama lain. Mereka biasa berkumpul saat jam makan siang. Ella adalah salah satu senior yang cukup menyenangkan. "Bisa bantu aku? Aku ingin kau mengecek kamar nomor 488 dan berikan ini pada Tuan Fynn sekarang." ucapnya, membuat dahi Bethari mengerut sedikit.
"Um, maaf Senior El, aku tidak mengerti."
"Dengar, ini untuk Tuan Fynn, dia sedang beristirahat di kamar itu. Jadi berikan kepadanya. Mengerti?" jelas Ella sambil memberikan bungkusan kecil warna biru kepada Bethari. "Aku masih ada pekerjaan. Ada satu tamu yang menyebalkan. Aku tidak bisa meninggalkannya sekarang. Akan menjadi masalah besar, kau tau itu 'kan? Aku mohon, Bethari."
"Baiklah." Bethari mengerti sambil tersenyum dan menerima bungkusan itu. Ia mendesah kasar saat seniornya pergi setelah berterima kasih banyak padanya. Kenapa harus selalu Fynn?
Seminggu setelah kejadian di kolam renang, situasi di Orion Hotel sudah tenang dari cerita-cerita simpang siur tentang Bethari dan Sanaa. Bethari juga jarang bertemu atau berpapasan dengan Fynn. Dan Fynn pun sudah jarang untuk menyuruhnya ini itu yang biasa membuat pusing tujuh keliling. Tapi mungkin ada baiknya mereka jarang bertemu, Bethari jadi bisa bernafas santai tanpa bayang-bayang pria tampan yang membingungkan itu. Mungkin saja. Tidak. Siapa bilang Bethari merindukannya.
Bethari langsung melakukan tugas yang diberikan kepadanya. Ia sudah sampai dikamar nomor 488 dan mengernyit bingung seketika. Ia melihat sekeliling, kiri dan kanan. Tidak ada orang ataupun pelayan hotel yang lewat sementara pintu kamar VIP didepannya ini setengah terbuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Hurt Love Heal [ semi hiatus ]
Romance"Tuan Fynn, sekali lagi, aku minta maaf, ini salahku aku tau dan aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi." ia tidak peduli lagi dengan suaranya yang bergetar. Fynn terus mendengarkan. Ia tidak tau kalau reaksi Beth akan sesedih ini. Membuatnya be...