Love - p18

110 20 6
                                    

***

Fynn berjalan uring-uringan disamping Lain. Ia menoleh gelisah ke kanan dan kiri, sesekali menunduk lalu meregangkan otot lehernya sampai berbunyi. Mereka baru saja selesai mengadakan rapat tertutup bersama dengan kepala departemen lainnya. Sejak keluar ruang rapat, ia tidak serius mendengarkan apa yang kakaknya katakan. Fynn bahkan belum bekerja banyak tapi sudah merasakan lelah yang luar biasa karena permintaan Lain.

"Kita harus menjemput kontrak itu, Fynn. Dia orang yang keras dan detail tentang bisnis. Dan kau yang akan menemui mereka, itu sudah keputusan akhirku. Aku juga sudah menghubungi asistennya. Mereka tau kau akan datang." Lain berhenti melangkah di ikuti Fynn. Ia menatap Fynn sekali lagi. "Jangan kecewakan aku." tegasnya.

"Tidak akan, Kak Lain. Kau tau itu." Fynn tidak akan pernah mengecewakan Lain. Ia berjanji sejak dulu. "Tapi mereka dari Australia—"

"Lalu kenapa kalau mereka dari Australia? Ini bukan yang pertama untukmu bertemu rekan kerja dari luar negeri 'kan? Aku membutuhkanmu di sana, Fynn." ia tau Fynn cukup anti dengan investor asing. Itu membuat Fynn malas bekerja kalau tidak dipaksa dan terpaksa. Ia tau alasannya. "Dan aku akan menyiapkan penerjemah untuk menemanimu, kalau itu yang kau pikirkan. Oke?" Lain menepuk pipi kanan Fynn untuk meyakinkannya.

Fynn semakin mendesah berat saat mendengar kata penerjemah untuknya. Ia hanya tidak suka kalau ada orang lain yang menemaninya saat bekerja diluar. Lagi, kecuali dipaksa dan terpaksa. Itulah salah satu alasan kenapa dirinya tidak mempunyai sekretaris atau asisten sampai sekarang. Dari dulu Fynn bekerja sendiri dan sudah terbiasa. Walau mempunyai sekretaris wanita pasti akan menyenangkan.

"Baiklah."

"Bagus. Itu bagus." Lain mengangguk senang. Ia tau Fynn bisa diandalkan. "Dan satu lagi, tahan hormonmu saat bertemu dengannya." ia tertawa kecil menggoda si adik lalu pergi.

"Apa? Ada apa dengan hormonku?" tanya Fynn, matanya mengerjap bingung menatap punggung Lain yang masih tertawa, tidak mau menolehnya. "Aku masih normal, aku tidak suka pria. Siapa namanya, Mr. David— Beckham? Terserah."

*

Diparkiran depan hotel, Fynn menyandar di pintu mobilnya sambil bermain gim di ponsel. Menunggu sang penerjemah yang akan menemaninya hari ini. Ia masih berharap bisa pergi sendiri tapi saat memikirkan kekurangannya dalam berbahasa asing, ia tidak bisa menolak. Fynn tidak tau siapa yang akan dikirim untuknya sekarang. Ia hanya berharap sekali lagi kalau yang akan datang bukan orang hotel yang menyebalkan dan tidak asik menurutnya. Fynn akan protes keras pada Lain dan akan berdemo didepan hotel kalau perlu.

"Apa kita akan pergi sekarang?" Bethari sudah berdiri dihadapan Fynn sambil berusaha menyembunyikan kegugupannya. Ia cukup stres karena bos utama tiba-tiba memanggilnya keruangan lalu memintanya untuk menemani Fynn bertemu dengan rekan kerja mereka diluar. Bethari langsung menolak tapi Lain terus meyakinkan dan menyemangatinya bisa melakukan tugas ini. Benar. Ini adalah tantangan tersendiri dan Bethari menerimanya.

"Kau pasti bercanda." gumam Fynn sendiri dan memejamkan mata, seketika lupa dengan gimnya. Suara perempuan yang tidak asing. Ia menengadah dan bertemu tatap dengan Bethari, lama. Sama sekali tidak pernah terlintas dipikirannya kalau ia akan pergi bersama Bethari.

"Umm Tuan Lain bilang pertemuannya jam satu siang, kita akan terlambat." ucap Bethari mengingatkan saat Fynn tidak meresponnya. Fynn mematung dengan pikiran kemana-mana.

"Oh. Ya. Kau benar. Masuklah." Fynn membuka pintu mobil dan menutupnya pelan setelah memastikan Bethari duduk nyaman didalam. Ia kemudian langsung mengirim pesan kepada kakaknya. "Yang benar saja, Kak Lain? Kau mengirim seorang trainee untuk ini?! Kau ingin membuatku malu didepannya atau apa?" ketiknya cepat. Fynn merutuk saat membaca balasan dari Lain.

Love Hurt Love Heal [ semi hiatus ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang