Hari ketiga Lebaran aku dan kak Hasbi memutuskan untuk pulang bersama Ibu Nani dan Pak Agung, tepat setelah ba'da ashar tadi kami pamit dan setelah mendapat restu kami pun pulang dengan pak Agung yang mengendalikan setir.Selain rindu dengan rumah ada hal penting yang membuat ku dan kak Hasbi harus kembali kesana, asal tempat kelahiranku. Sebab tanggal 19 April nanti akan ada acara perpisahan bagi anak kelas 12.
"Kak Galen kenapa gak ikut sekalian sama kita ajah si kak ?" Tanyaku dengan kepala yang menyender pada bahunya.
"Katanya Mas masih mau rindu dengan rumah," ujarnya yang aku angguki.
Aku dan kak Hasbi duduk di bangku belakang sementara Ibu menemani Pak Agung yang tengah menyetir, sepasang kedua kekasih paruh baya itu pun tak kalah soswiteeeee dari kami. Sesekali pak Agung menggombali Ibu agar tak jenuh dan begitu pula dengan Ibu yang sesekali menyuapinya dengan cemilan yang kami bawa dari rumah Umi.
"Fa liat deh Ibumu soswite banget kan, kapan ya Saya dimanja kayak gitu," kata Hasbi yang memang pada nyatanya tahu jika aku sedang terpejam.
Sebagai bentuk respon aku hanya bergumam tak jelas, Hasbi pun kini usil padaku tanpa berperasaan ia menjepit hidung ku sampai aku terbangun.
"Iss nakal kalo aku mati gimana ?" Sewotku padanya.
"Jangan dong sayang aku masih belom merasakan bagaimana rasanya surga duniawi itu," katanya.
"Mangkanya kalo punya tangan jangan jail." Dengan kesal akupun duduk dengan menghadap jendela.
"Gak boleh loh ngebelakangi suami, dosa hukumnya,"__ HASBI
"Bodo amat," ujarku yang sudah kepalang sangat kesal.
"Fa !" Panggilnya yang tak aku gubris sama sekali.
"Nanti malam kita nikmati surga duniawi kita yuk," ajaknya yang masih sama tak ada respon dariku.
Entah dari mana sudut kelucuan yang kami ciptakan, aku mendengar kedua orang tua angkatku itu malah tertawa kecil.
Hal itu tambah membuatku kesal terhadap kak Hasbi itu, sungguh sangat menyenangkan. Dan aku pun benar-benar memutuskan untuk bungkam dan memilih untuk tidur saja.
*
Pukul 17.49
Tak terasa jika kami sudah sampai saja dan tepat saat ku terbangun ternyata aku sudah berada di kamarku saja dan kini bedanya aku sekarang ditemani oleh kak Hasbi yang berstatus sebagai suami.
Sedikit aneh rasanya.
"Fa yuk magrib dulu," akupun mengeliat kala tangan itu mengelus pipiku lembut.
"Tarik," kataku yang kini ia malah menggendongku ala koala. Kini aku berada di kamar mandi atas bantuan dari sang tuan, my husband Hasbi.
"Cepet wudhu, Ibu dan ayah sudah nunggu di bawah buat solat jamaah," katanya yang masih setia menemaniku di dalam sana.
"Iya yaudah sana keluar dulu aku mau p*p*s ih," usirku kepadanya.
Tepat setelah ba'da magrib aku dan ketiga anggota keluargaku langsung menuju meja makan, makan malam kali ini telah tersedia menu-menu lezat yang telah Ibu masakan.
Tepat saat di mobil tadi aku putuskan untuk menyebut pak Agung dengan panggilan ayah sementara Bi Nani Ibu, yups kini kami sedang kumpul bak keluarga Cemara.
"Uhuk-uhuk." Tepat saat memakan ikan sebuah duri tersangkut di tenggorokan ku, alhasil membuat semuanya panik terutama kak Hasbi yang duduk disebelah ku.
"Hati-hati sayang makannya," katanya seraya memberikan ku minum.
"Uhuk, kak durinya masih nyangkut," aduku kesakitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Narasi satu Hati >>> ENDING
Novela Juvenil🏅juara Harapan 3 MWC Navi Publisher ***** Kisah tentang seorang gadis yang sedang mencari kebahagiaannya.... Akan kah pribahasa 'berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian Bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian ' berlaku padanya ? Y...