🍂 Chapter 31

30 3 0
                                    


Keesokan harinya.

Sesuai jadwal aku dan Hasbi akan pergi ke tempat tinggal yang selama masa sekolah SMA Hasbi dan Galen tempati, jarak antara rumahku dan rumahnya lumayan jauh berbeda tiga desa.

Ba'da salat Duha aku segera berdandan dan mengganti pakaianku, sebab kini aku masih mengenakan daster bekas tidur semalam. Daster yang selalu aku kenakan ini warisan Umi, sebelum dan sesudah menikahpun aku sudah terbiasa mengenakan pakaian tidur seperti ini kerana sangat nyaman dan adem untuk tidur.

Sementara kak Hasbi kini ia tengah memanaskan mobil yang akan kami tumpangi.

"Syafa ayo buruan," panggil Hasbi yang sudah siap dengan mobilnya.

"Iya-iya sebentar," ujarku berjalan ke arahnya sambil memakai manset.

"Ibu-Pak, Syafa berangkat dulu ya. Assalamualaikum," pamitku.

"Dah rapih belom ?" Tanyaku padanya.

"Selalu rapih dan cantik," jawabnya memuji.

"Ihh bisa ajah, yuk jalan," kataku yang setengah salting, salah tingkah.

"Buruan kak nanti telat," pintaku agar segera menghidupkan mesin mobilnya.

Kini wajahku bersemu kemerahan malu sebab Hasbi sampai detik ini masih setia melihat ke arahku, geram segera aku mencubit lengannya lantas ia pun tertawa kecil dan segera menjalankan mobilnya. Mungkin ia tahu jika sekarang aku sedang salah tingkah, xixixixixi.

Melewati tiga desa tak membutuhkan waktu yang lama,  aku dan Hasbi saat ini sudah tiba dikediaman Hasbi yang dulu. Lumayan besar rumahnya dan terdapat kolam berenang juga, air itu sungguh menggoda iman ingin rasanya berenang disana.

"Fa sini," panggil Hasbi

"Kenapa kak ?" Tanyaku. Aku yang ingat jika sedari tadi tak melihat batang hidungnya Galen akupun bertanya.

"Oh ya kak, kak Galen kemana ?" Tanyaku lagi.

"Nih baca," katanya yang menyerahkan secarik surat kepadaku.

POV saat Galen sedang menulis surat untuk Hasbi, sang adik.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Xixixi sebenarnya gue gak mau sealay ini si sama Lo cuma gue gak tau ajah nanti Lo bakalan mampu gak hidup terpisah dari gue.

Ekhem...

Langsung to the poin ajah ya Bi. Sesuai planning gue, setelah lulus SMA gue mau mengasingkan diri menjadi warga asing dulu dan mungkin nanti pas gue balik lagi gue gak akan jadi gue yang dulu berstatus sebagai warga pribumi, melainkan warga asing.

Dan gue yakin nanti pas gue balik lagi gue akan lebih famous dari Lo dan bakal dapat cewek yang lebih baik lagi, dan gue bisa lupain mantan jadi-jadian gue di Indonesia >> Lo Syafa.

Yaelah canda Bi Jang marah.

Cukup tenang dan santai isi surat yang Lo baca ini sebagai pembuka supaya nanti pas baca ke inti Lo gak tegang apalagi sampe mewek, utututu udah Jang nangis malu sama istri Lo, gak usah masukin ke hati tapi masukin ke ginjal ajah, hehehe canda.

Jadi intinya gue mau pamit dan pesan gue jadi anak Umi-Buya yang nurut udah cukup gue ajah yang kecewain mereka, Lo harus bisa jadi penerus Umi-Buya di pesantren. Lo jangan ada pikiran buat nyusul gue kesini, bismillah gue disini aman Lo cukup doain gue dari sana.

Udah gak usah nangis gue tau pasti Lo mau nangis kan baca surat dari gue, hayo ngaku ajah tapi Lo malu sama si cantik.

Ah udahlah segitu aja dulu nanti kalo ada apa-apa gue bakal kasih kabar, btw salam ya buat semua buat istri Lo yang aneh juga.

Eh dah gue lupa.

Peringatan ya ⚠️

Lo bacanya jangan sampe ketahuan Syafa nanti dia ngamuk ke gue lagi kan berabe yang ada nanti pas gue mau nengok my keponakan dilarang, xixixixi lucu.

Gue harap pas gue balik Lo harus udah bisa menghasilkan keturunan ya, awas jangan lama-lama kalo lagi ritual kasian Syafa.

Eh Bi beneran ya awas Lo kalo kasih tahu surat ini ke Syafa ⚠️

Dah lah, bye.

                                     ❤️ Miss you s>>

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

*

"Apaan si kak Galen," kataku yang sudah membaca semua isi surat yang diberikan untuk Hasbi.

"Tapi parah si kak Galen dikhianati oleh adiknya sendiri."

Sementara itu Hasbi hanya tertawa kecil melihat tingkah laku aku ini, sangat-sangat random sekallehhh. Entah kenapa setelah membaca surat dari Galen untuk Hasbi membuatku ingin tertawa setiap saat, contohnya sekarang ini tepat saat aku dan Hasbi sedang menikmati makan siang.

"Fa kamu kenapa ?" Tanya dia.

"Hah, aku Kenapa ? Emangnya kenapa kak ?" Tanyaku yang bingung sendiri atas pertanyaan Hasbi.

"Dari tadi aku perhatiin kamu senyum-senyum sendiri, emang apa yang lucu ?"

"Emm, enggak ada tuh," ujarku tak acuh.

"Yakin," katanya menyakinkan.

"Kak nanti malam kita ke Korsel yuk," ajakku.

"Boleh."

*****

Malam cerah dengan cahaya rembulan yang menderang serta berkilaunya bintang-bintang kecil mempercantik gelapnya malam. Semilir angin yang berhembus menambah kedamaian bagi siapa saja, suara riuh keramaian tak sedikitpun membuat rasa takut.

Musik DJ mengiringi setiap aktivitas orang-orang yang tengah berbondong-bondong menikmati malam Minggu ini, kalo bahasa gaul anak sekarang si namanya apel, semua orang sangat menikmati malamnya tak terkecuali satupun termasuk aku yang kini tengah ikut menikmatinya.

"Setiap kali aku datang kesini hal yang sangat berkesan adalah ketika datang berempat bersama Umi-Abi dan Teh Syifa," kataku memulai.

Hasbi tak menjawab melainkan ia membawa tubuhku jatuh kedalam pelukannya "Jangan sedih lagi ya, kan udah ada saya," sahutnya.

"Kak Hasbi tau gak si ?"

"Apa ?"

"Aku pernah sekali datang ke Korsel sini bareng kak Galen," kataku sambil tersenyum.

"Saya tahu."

"Kok bisa tahu si kakak gak cemburu ? Kan padahal tadi niatnya mau bikin kakak cemburu tau."

"Sama sekali enggak, waktu kejadian itu sudah berlalu Syafa jadi gak ada alasan buat saya cemburu sama yang sudah lalu, karena orang yang pernah jalan sama kakak saya sekarang sudah menjadi hal milik," ujarnya tanpa beban.

Niat hati ingin membuatnya cemburu, eh malah biasa saja. Hufttt, tak apa setelah mendengar jawaban itu sungguh membuat hatiku menghangat.

"Fa selalu bahagia ya saya suka kamu yang ceria percayalah ketika kamu percaya dengan keajaiban Tuhan, ketika kamu percaya dengan kekuatan doa yang kamu panjatkan, ketika kamu berfikir positif kepada kebaikan dan kehadiran Allah apapun bisa terjadi sama kamu, karena Allah mampu mengubahnya dengan hitungan detik, percayalah." Dengan mata terpejam dan telinga yang setia mendengarkan, aku sungguh merasakan kebahagiaan yang sebenarnya saat ini.

Benar apa katanya jika semua itu kita sandarkan kepada Allah maka semuanya tidak akan ada kata percuma, hanya saja terkadang ketika doa-doa kita lambat untuk terkabul Allah SWT sedang mempersiapkan yang terbaik untuk kita.

Maka apapun masalahnya jangan sungkanlah meminta kepada Allah SWT sebab Allahlah sebaik-baiknya penolong.

Malam Minggu ini menjadi malam yang sangat membahagiakan bagi kami, berbagai permainan kami lalui tak terkecuali berbagai macam makanan kami beli.

Tuhan maafkan aku yang sempat menyerah ini_ Syafa Elzahra Idzihar.


Narasi satu Hati  >>> ENDING Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang