14: Bintang

141 92 11
                                    

Apa kabar kalean..? Masih setia juga sampai sini.?!!
Ikutin kisah Zesya terus yaaa!!!
Aku harap kalian suka sama cerita aku ☺️

Selamat membaca semuanya

"Tuhan nggak bakal nguji hambanya di luar batas kemampuannya!"

~Zero Reantama~

***********

Jam menunjukkan pukul empat sore, saat ini Zero duduk di sebuah kursi yang ada samping brankar. Kali-kali itu menatap iba ke arah kembarannya yang saat ini sedang melawan rasa sakit, memperjuangkan nyawanya untuk tetap bertahan hidup.

Kedua mata Zera masih terpejam, entah ia terlelap atau hanya memejamkan matanya saja, Zero tidak tahu.?

Melihat banyaknya darah yang mengalir membuat Zero sedikit merinding. Jujur saja, jangankan merasakannya, melihatnya saja ia tak sanggup. Apalagi jika dirinya yang berasa di posisi Zera saat ini.

Zero mengelus lembut surai hitam milik adiknya, dengan sesekali meninggalkan kecupan singkat di kening Zera.

"Kak" lirih Zera nyaris tak terdengar.

"Kenapa, hm.? Sakit.?" Tanya Zero lembut saat menyadari Zera terbangun.

"Capek.." keluhnya terdengar lemah.

Mendengar keluhan itu membuat mata Zero mulai memanas. Ia tak bisa melarang cairan bening itu untuk tidak meluncur.

"Zera nggak suka di kasihanin kak, jangan nangis," tangan Zera terulur menghapus jejak air mata Zero.

Zero tersenyum. Jujur saja, jika ia di tanya bagaimana perasaan nya saat ini, tentu saja ia sedih melihat adik kesayangannya seperti ini, sedangkan ia hidup sempurna tanpa pernah merasakan sakit sedikit pun.

Ingin sekali ia mendonorkan ginjalnya untuk Zera, namun Tama melarang nya untuk melakukan hal itu, karena sangat berbahya. Dan lebih tepatnya karena Zero itu anak pertama, dan cowok satu-satunya dan dimiliki keluarga Reantama.

Yang suatu saat nanti akan menjadi kepala keluarga untuk istri dan anknya, tulang punggung keluarga nya, penerus perusahaan TM group dan juga menjadi penerus untuk Hitz School.

"Kakak selalu doain Zera supaya Zera cepat sembuh" Zera menggeleng cepat.

"Zera nggak pernah minta sembuh kak!"

"Kenapa.?" Tanya Zero kaget mendengar pernyataan adiknya.

"Karena Zera tau, itu mustahil buat di wujudkan."

"Ra.." panggil Zero pelan, sembari menggenggam erat tangan Zera.

"Tuhan tau Zera kuat, makanya Tuhan ngasih ujian nya kayak gini."

"Tuhan nggak bakal nguji hambanya di luar batas kemampuannya. Kakak percaya, Zera bisa lewatin ujian ini," sambung Zero menguatkan.

"Kira-kira suatu saat nanti gue bakalan jadi bintang nggak, persis seperti mereka yang sudah bersinar terang di atas sana.?"

Pertanyaan yang di lontarkan Zera membuat Zero terdiam seribu bahasa. Ia tidak tahu hendak menjawab apa.? Dan bagaimana jawaban yang benar untuk pertanyaan itu.

"Kak, sebagaimana lo sayang sama gue, lo harus lebih sayang sama Nesya daripada gue. Soalnya kalo bukan karena dia tolongin Zera kemarin, nggak mungkin Zera masih bertahan sampai sekarang"

Zero tak merespon. Ia mencium tangan Zera lama.

"Tugas Zera sekarang cuman nunggu giliran Zera doang kak. Zera nunggu kasih sayang Tuhan ke Zera. Kan kata orang, karena Tuhan sayang makanya tuhan manggil dia pulang duluan, biar nggak ngerasain sakit lagi, dan gue selalu menunggu panggilan itu"

Skay And The Hitz Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang