Bab 20 (Isyarat dalam mimpi)

56 34 4
                                    

Sepuluh tahun setelah pertemuan hari itu, aku dan Bang Yovan tidak lagi berjumpa dan tidak tahu kabar masing - masing. Hingga suatu malam, aku pun tiba - tiba bermimpi tentang Bang Yovan. Dalam mimpi itu, aku datang ke rumahnya hanya untuk bermain. Namun, di rumah Bang Yovan, terlihat Bang Yovan dalam kondisi sakit yang terbaring lemah di kasurnya.

Di tanganku, tergenggam sebuah foto yang dulu pernah kami ambil bersama. Aku pun mendekati ranjang Bang Yovan. Namun, belum sempat tanganku meraih tangannya - dengan maksud memberikan semangat -  sebuah tangan lembut mencekal bahuku.


"Untuk apalagi kamu datang kemari, setelah apa yang kamu perbuat terhadap anakku? Sekarang setelah dia sakit - sakitan, kamu datang kembali menemuinya. Tega sekali kamu, Bela", ujar seorang wanita yang aku ketahui adalah mamanya Bang Yovan.

"Tante, maafkan aku. Aku tau ini salahku, yang meninggalkan Bang Yovan. Tapi, maaf ... aku benar - benar tidak menyangka jika keputusan yang aku buat bisa membuat Bang Yovan sesakit ini", ucapku, berusaha menyentuh tangan mama Bang Yovan untuk meminta maaf.

"Tidak perlu meminta maaf. Mudah sekali kamu mengucapkan kata maaf. Sekarang pergi dari sini dan tolong tinggalkan Yovan, serta jangan pernah ganggu kehidupan Yovan lagi", ujar mama Bang Yovan, mengusirku dari rumah itu.

Dalam mimpi itupun, aku di usir. Setelahnya, aku terbangun. Aku tidak tahu apa maksud dari mimpiku barusan, tetapi kejadiannya seolah nyata bagiku. Mengingat, dulu akulah yang sudah mengakhiri hubunganku dengan Bang Yovan.

Saat suamiku pergi bekerja, seketika aku teringat akan Vanya, teman baik yang sudah aku anggap seperti saudara sendiri. Saat ini, hanya nomor ponsel Vanya satu - satunya teman sekolah yang masih aku miliki. Mengingat dia juga tahu tentang Bang Yovan, aku pun menceritakan hal itu kepadanya. Namun, Vanya bilang jika itu hanyalah sebuah mimpi, lebih tepatnya hanyalah bunga tidur.  Vanya pun menyarankan padaku untuk tidak memikirkan soal mimpi itu.

"Ayolah, Bel ... itu kan masa lalu, masa yang sudah terjadi. Kamu tidak bisa mengulanginya. Apa kamu bisa mengulangnya?", tanya Vanya.

Aku terdiam dan menggeleng.

"Nah, maka dari itu. Masa lalu biarlah masa lalu. Sekuat apa pu kamu mengingatnya, itu tetap tidak akan mengubah kenyataan. Fokuslah pada masa kini dan masa depan", ujar Vanya menasehatiku.

"Tapi Van, tidak semudah itu buat melupakan orang yang pertama kali mengisi hati kita, mengajarkan kita apa artinya cinta. Kamu juga pasti tau bagaimana rasanya", ucapku terpotong.

"Cukup Bel, jangan terjebak di masa lalu. Kalian berdua sudah mempunyai jalan hidup masing - masing", ucap Vanya.

Akupun menurut dengan perkataan Vanya. Namun, seminggu kemudian, aku kembali mengalami mimpi yang sama. Mimpi itu memperlihatkan kondisi Bang Yovan yang sedang sakit, juga lagi - lagi dalam mimpi itu mama Bang Yovan menuduh bahwa akulah penyebab dari penyakit yang dialami oleh anaknya. Ya, mimpi itu terus saja datang berulang - ulang dalam tidurku. Kembali teringat akan perkataan Vanya bahwa itu hanyalah mimpi belaka, aku pun seketika berniat untuk menuangkan semua kejadian ini ke dalam bentuk naskah cerita. Perlahan, aku mulai menulis satu per satu cerita, dimulai dari awal perkenalan kami.


Ketika sedang berselancar di media sosial, entah bagaimana bisa tiba - tiba foto Bang Yovan muncul di beranda Facebook. Nama dan wajah itu masih sangat aku ingat dengan jelas. Melihatnya, aku pun mengikuti akun tersebut, niat hati hanya ingin tahu kabar Bang Yovan saat ini. Ya, mengingat mimpi yang aku alami beberapa minggu terakhir. Beruntung, ternyata niat baikku mendapat respon baik. Bang Yovan menerima permintaan pertemananku itu, hingga akhirnya kami kembali bertegur sapa melalui sosial media tersebut dan berakhir dengan saling tukar nomor WA.


Dari sana, hubunganku dan Bang Yovan kembali terjalin. Namun, aku hanya menganggapnya sebagai teman dan abangku. Setelah merasa hubungan kami kembali membaik dan akrab, aku memberanikan diri untuk menceritakan mimpi yang akhir - akhir ini menemani tidurku. Dalam sebuah video call singkat, aku menceritakannya kepada Bang Yovan. Namun, entah candaan atau apa, Bang Yovan menganggap jika aku tidak bisa MOVE ON darinya. Tentu saja hal itu memancing emosiku.


"Bang, aku boleh tanya tidak?", tanyaku.


"Tanya apa Bel? Kalau bisa Abang jawab, pasti Abang jawab", ujar Bang Yovan.


"Bang, Abang masih nyimpan foto yang dulu pernah kita buat sebelum Abang pindah sekolah ke SMK PELAYARAN?", tanyaku.

"Abang tidak ingat soal foto itu, tapi Abang nyimpan foto kamu pakai baju merah lengkap tas selempang cokelatnya", jawab Bang Yovan.

Seketika, aku pun terkejut mendengar perkataan Bang Yovan. Seingatku, aku tidak pernah berfoto dengan tampilan yang di maksud olehnya.

"Perasaan aku tidak pernah pakai pakaian Abaang maksud. Hm, tapi kenapa bisa Bang Yovan bilang menyimpan fotoku yang itu?", gumamku. Aku hanya diam, tidak berani menanyakan lebih lanjut pada Bang Yovan.

"Memangnya kenapa Bel?", tanya Bang Yovan.


"Tidak apa Bang, belakangan ini aku sering mimpi soal foto itu, dalam mimpiku, abang masih menyimpan foto itu dan dalam mimpiku abang sering sakit - sakitan, dan mama abang malah nuduh aku penyebab sakitnya abang itu", ujarku.

"Halah gak usah di pikirkan lah Bel, namanya juga mimpi, kamunya saja yang gak bisa MOVE ON dari abang", jawab bang Yovan.

Sontak, kata - kata MOVE ON yang di bilang bang Yovan membuatku merasa kurang nyaman, bagaimana bisa bang Yovan mengatakan kalau aku belum bisa MOVE ON sementara anakku saja saat ini sudah berdua dan berumur 12 dan 5 tahun.

Mendengar perkataan itu, aku tak lagi menanggapi dan merespon setiap pesan, dan telfon masuk dari bang Yovan, bahkan setiap yang berhubungan dengan bang Yovan aku abaikan.

Aku kembali fokus menulis naskah cerita dan mengunggahnya di aplikasi - aplikasi yang tengah trend saat ini. Tujuanku hanya untuk mencari kesibukan dan kesenangan saja. Hingga suatu ketika, ada seorang pembaca dari daerah Pasaman yang tertarik dengan cerita yang ku tulis. Bahkan, dia selalu menunggu setiap kali aku mengunggah cerita ini, sampai - sampai lanjut menghubungiku lewat pesan pribadi.

"Hai Kak, salam kenal, aku dari Pasaman, aku salah satu pembaca Kakak di aplikasi, aku kagum dan penasaran dengan cerita yang Kakak tulis", ucapnya.

"Syukurlah kalau suka, cerita yang Kakak tulis itu berdasarkan kisah nyata kakak", ucapku.

"O ya, berarti novel ini kisah nyata Kakak dong. Dan apakah Kakak masih berkomunikasi dengan tokoh utama cowoknya?".

"Ya begitulah, kita dulunya ada hubungan yang belum terselesaikan".

"Jadi tokoh Yovan dalam cerita ini mantan Kakak dong kalau begitu?".

"Entahlah, bahkan kami belum putus sebelum akhirnya kami sama - sama memilih untuk menikah, hanya ada kesalah pahamaman waktu itu".

Setelahnya, aku pun sering bercerita kepadanya, hingga dia dengan beraninya meminta aku untuk memperlihatkan wajah asli dari tokoh yang ku tulis. Bahkan, dia menyarankan agar aku memberitahu Bang Yovan jika aku menulis kisah kami. Mendengar saran dan antusias dari pembacaku yang satu ini, aku akhirnya memberanikan diri menghubungi Bang Yovan.

Selain memberitahu soal naskah ini, aku juga meminta izin Bang Yovan untuk mengunggah kisah kami hingga akhirnya aku dan Bang Yovanencapai kesepakatan. Dari situlah, kamk berakhir menjadi rekan kerja untuk menerbitkan buku yang mengisahkan perjalanan cinta kami ini.


Juorney Of Love (Terbit - Remake)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang