Bab 4 (Perkara cabe rawit)

92 84 6
                                    

Hari minggu yang di nantikan pun tiba. Benar saja, hari ini aku tidak ada jadwal untuk latihan tari. Alhasil, hari ini aku berencana main ke rumah Indri untuk bertemu Bang Yovan seperti janji waktu itu. Sebelumnya aku juga sudah membuat janji bersama Indri untuk dijemput di persimpangan rumahnya karena ini juga pertama kalinya aku datang ke rumah Indri untuk bermain.

"Kamu sudah siap, Bel?", sapa Indri, menghampiriku bersama salah satu laki - laki yang ikut memboncengnya dengan sepeda motor. Tampaknya itu merupakan teman Bang Yovan yang biasa diajaknya.

"Sudah. Kamu boncengan Ndri? Terus aku sama siapa?", tanyaku saat melihat Indri yang sudah bersama orang lain di atas sepeda motor.

"Noh, sama Bang Yovan!" Tunjuk Indri ke arah Bang Yovan yang ternyata juga berada tidak jauh dari kami.

Ternyata tidak hanya Indri, tetapi Bang Yovan juga ikut menjemputku. Terlihat dia juga sudah memgendarai sepeda motornya. Aku pun hanya bisa terdiam dan tersipu malu karena sebelumnya tidak menyadari  kalau di sana juga ada Bang Yovan.

"Ayo naik, nanti ke buru siang", Bang Yovan menghampiriku karena saat ini jam sudah menunjukkan pukul 11.00 WIB.

"Eh, iya, Bang", jawabku, kemudian naik ke motor Bang Yovan. Saking gugup dan malunya, aku memilih memegang pundak Bang Yovan dan duduk dengan sedikit menjauh.

"Udah?", tanya Bang Yovan.

"Hmm, udah", jawabku.

"Oke, ayo!", ujar Bang Yovan, yang langsung menancap gas motornya yang melacu dengan kecepatan sedang.

"Pegangan, Bel! Tangan kamu jangan di letakkan di pundak, tapi di pinggang aja", ucap Bang Yovan menasehatiku.

Ragu - ragu, tetapi akhirnya aku melingkarkan tanganku di pinggang Bang Yovan. Namun, hanya memegang pinggang Bang Yovan yang masih terlapasi oleh bajunya.

"Kalau kamu megangnya kayak gitu, yang ada malah jatuh", ucap Bang Yovan.

"Terus aku harus gimana, Bang?", tanyaku bingung.

Bang Yovan seketika menarik tanganku agar beralih memeluk pinggangnya. Sontak, hal itu membuatku terkejut, apalagi saat merasakan tubuhku menempel di punggung bang Yovan.

"Pegangan yang erat, ya!", ucap Bang Yovan, lalu mulai menjalankan kembali sepeda motornya menyusul motor temannya tadi.

Setelah sampai di depan rumah Indri, Bang Yovan turun dari motornya dan langsung menggandeng tanganku, aku hanya diam, bukannya melepaskan. Jujur,situasi ini membuatku bingung harus bgaimana. Jika dipikir _
- pikir mengapa aku menurut begitu saja dengan Bang Yovan?

Indri yang sudah sampai duluan, tentu saja dengan cepat masuk ke dalam rumahnya dan mempersilahkan kami untuk masuk.

"Turun sayang", ucap Bang Yovan lembut membuyarkan lamunanku.

"Kebiasaan, jangan gomba deh", ucapku memalingkan wajah, sambil tetap turun dari motor Bang Yovan.

"Hahaha, habisnya kamu nemplok terus dari tadi, gak mau turun padahal kita sudah sampai", ujar Bang Yovan tertawa.

"Loh, gimana mau turun, tangan aku Abang pegangin terus", sahutku memasang wajah kesal.

"Kalian berdua ini, bisa tidak sih, gak ribut terus, yang romantis dong, lama - lama aku kawinin juga ntar", cerocos Indri yang mengintip di balik pintu karena kami tidak kunjung masuk ke dalam rumahnya.

Juorney Of Love (Terbit - Remake)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang