25 : pillow talk

618 58 14
                                    

Ann duduk di tepi tempat tidur kecilnya, mengenakan piyama sederhana yang lembut di kulit. Tangannya terulur mematikan lampu meja kecil di samping ranjang. Namun, tepat sebelum ia membaringkan diri, pintu kamar tiba-tiba terbuka lebar.

Ann tersentak, jantungnya langsung melonjak. Ia memutar kepala dengan cepat, dan mendapati Max berdiri di ambang pintu.

Pria itu mengenakan kemeja putih santai yang tergulung hingga siku, memperlihatkan lengannya yang kokoh. Wajahnya tetap dengan ekspresi tegas, namun sorot matanya tajam dan langsung terkunci pada Ann, membuat gadis itu terpaku di tempat.

"Ada apa Max?" suara Ann bergetar, setengah panik, setengah bingung.

Max melangkah masuk tanpa diundang, gerakannya penuh keyakinan seolah tidak ada alasan untuk menjelaskan kehadirannya.

Ia menyandarkan bahu ke dinding, lengan terlipat di depan dada, lalu berkata dengan nada rendah yang membuat udara terasa menegang.

"Sudah kukatakan, sekarang kau harus tidur bersamaku. Kamarku adalah milikmu, Ann."

Ann ternganga, wajahnya langsung memerah. "Apa? Max, tidak mungkin
.. Aku... Mereka bisa salah paham."

Max mendekatkan dirinya, langkahnya pelan tapi terasa mengintimidasi.

"Mereka sudah tahu," ujarnya santai, senyum tipis yang menggoda terlukis di wajahnya. "Atau, kau ingin aku menjelaskan pada mereka dengan cara lain? Apa perlu aku menciummu di depan mereka?"

"Max!" Ann langsung melotot, suaranya terdengar terkejut sekaligus malu. "Jangan bicara seperti itu."

Namun sebelum ia sempat menambahkan apa-apa, Max sudah membungkuk, menyelipkan satu tangan di bawah lutut Ann dan satu lagi di belakang punggungnya.

Dalam satu gerakan cepat, tubuh Ann sudah terangkat dari tempat tidur.

"Max! Apa yang kau lakukan?!" Ann memprotes, tangannya otomatis mencengkeram kemeja pria itu.

"Memastikan kau tidur di tempat yang seharusnya," awab Max datar, namun Ann bisa menangkap senyum kecil yang nyaris tak terlihat di sudut bibirnya.

Dengan langkah-langkah panjang, Max membawa Ann keluar dari kamar kecil itu. Gadis itu bisa merasakan semua mata dari teman-teman seperasistenannya di sini menatap mereka-mulai dari pandangan terkejut, bingung, hingga penasaran.

Wajah Ann memerah sampai ke telinga, terutama saat bisik-bisik kecil mulai terdengar di belakang mereka.

"Max, turunkan aku! Semua orang melihat kita!" Ann mencoba melawan, tetapi Max sama sekali tidak terpengaruh.

"Bagus. Biarkan mereka tahu."

"Max!" suara Ann melengking lebih pelan, tetapi pria itu tidak memedulikan protesnya. Ia melanjutkan langkahnya menuju kamar utamanya.

Setelah menutup pintu dengan satu gerakan tegas, Max menurunkan Ann perlahan ke atas tempat tidur king-size yang terlihat begitu besar dan mewah dibanding kamar asisten tadi.

Ann mendesah panjang, mencoba mengatur napasnya.

"Kau selalu melakukan apa pun yang kau mau, ya?" Ann memelototinya, meskipun suaranya terdengar lebih lemah dari yang ia maksudkan.

"Selalu," jawab Max santai, lalu duduk di sisi tempat tidur, tangannya terulur untuk mengusap rambut Ann. "Sekarang, tidurlah. Di sini, bersamaku."

Ann ingin memprotes lagi, tetapi tatapan Max terlalu intens, terlalu sulit untuk dilawan.

Akhirnya, ia hanya menghela napas panjang dan menyandarkan tubuhnya ke bantal. Max mengikuti, tubuhnya berbaring di sisi Ann.

Pria itu menarik Ann ke dalam pelukannya, membuat gadis itu merasakan kehangatan tubuhnya yang kokoh.

Die Into YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang