DUA SATU
"Jaemin, jangan lari-larian lagi. Udah malem."
Jaemin hanya menatap Mark sekilas dan bocah itu kembali berlarian di ruang apartemen Mark. Mark hanya mampu menghela napas. Lelah sekali melihat Jaemin berlarian ke sana-sini.
Padahal Jaemin lagi makan malam.
"Jaemin makan sendiri aja udah, ya?" tanya Mark membuat Jaemin langsung terdiam.
"Tidak! Tidak!" Jaemin mendekat, menggerakkan jari telunjuknya ke kanan-kiri.
"Makanya tuh, makan harus duduk. Jangan lari-larian gitu." Mark kembali mengambil sendoknya, menyuapkan nasi ke mulut Jaemin. "Duduk diem Jaeminnya, jangan lari-larian kalo makan. Nanti perutnya sakit."
Jaemin duduk anteng di atas karpet. Menatap ke televisi yang menampilkan acara anak-anak. Dia mengunyah, beberapa kali mulutnya terbuka untuk menerima suapan dari Mark. Walaupun Mark sekarang juga tengah mengurus pekerjaannya.
Dan Mark berharap, Jaemin bisa diajak kerja sama. Ramai tidak apa, asalkan tidak banyak tingkah. Mulutnya saja yang berisik. Soalnya itu membuat apartemen Mark tidak terlalu sepi.
Selesai makan, Jaemin melanjutkan acara menonton televisinya. Mengomentari banyak hal atau tertawa saat melihat hal yang lucu.
Sampai bocah itu mulai berbaring. Mark memberikan bantal sofa ke Jaemin yang langsung bocah itu gunakan. Jaemin masih sesekali tertawa, hanya saja matanya mulai tidak fokus. Dan ya, Jaemin menyerah. Dia lebih memilih untuk tidur.
Mark melirik Jaemin. Dia tersenyum kecil, menyelesaikan pekerjaannya secepat mungkin dan saat selesai, Mark menyimpannya. Dia bangkit, berjongkok di sebelah Jaemin. Mengangkat bocah itu ke gendongannya dan membawanya ke kamar. Membaringkannya perlahan ke atas tempat tidur.
Saat Mark akan meninggalkannya, Jaemin mencengkram kausnya. Melarang Mark pergi untuk menemani Jaemin tidur. Akhirnya Mark memilih untuk berbaring di sebelah bocah itu. Mematikan lampu dan menarik selimut untuk membungkus tubuh mereka.
Mulut Jaemin bergerak, seperti tengah mengunyah. Lalu bocah itu bergerak menyamping. Memeluk apapun yang bisa dia gapai dan lengan Om Mark adalah hal yang dia dapatkan. Jaemin memeluknya. Mark yang melihatnya mengerjap pelan.
Kenapa dia jadi ingat Renjun, ya?
Tangan kiri yang bebas, Mark bawa mendekat ke wajah bocah 5 tahun yang tertidur lelap. Mengusap pipinya lembut.
Jaemin yang sedang tertidur, sangat mirip dengan Renjun. Walaupun bocah itu sangat Haechan, tapi beberapa tingkahnya selalu mengingatkannya pada Renjun.
Gerakan Mark yang tengah mengusap pipi Jaemin terhenti. Dia menghela napas. Mark hanya berharap, permasalahan orang tua bocah yang tertidur di sebelahnya ini cepat selesai. Mark tidak ingin Jaemin jadi korban.
"Jaemin, kalo mereka nyerah, kamu yang harus bisa buat mereka kembali bersama lagi. Tanpa kamu, mereka gak akan terhubung."
~
Haechan membuka kedua matanya. Matahari sudah memenuhi seisi kamar. Gorden sudah dibuka, lampu sudah dimatikan. Dan tidak ada Renjun di sebelahnya.
Pemuda itu bangkit dengan terburu. Kepalanya yang pusing membuat Haechan hampir terjatuh.
"Renjun?" panggil Haechan namun tidak ada sahutan. Haechan menyibak selimutnya, kedua kakinya turun. Rasa pusing dan sakit di kepalanya Haechan abaikan. Dia mencari Renjun di seisi rumah sampai ke belakang, tetapi kekasihnya itu tidak ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
08.13 ✔️
FanfictionJadi orangtua itu gampang, tinggal punya anak. Tapi, bagaimana dengan mengurusnya? Apa Haechan dan Renjun benar-benar dapat melakukannya dengan baik? HYUCKREN ft Jaemin