07 | Jaemin Jangan Menikah

3K 346 16
                                    

07

"Jaemin ke mana?"

"Diculik Mark, apalagi?"

Renjun mengangguk mengerti. Dia melepas sendal yang dia kenakan. Mengajak Haechan untuk mendekati bibir pantai. Belum terlalu panas, malah terkesan mendung.

Keduanya pergi menyusul Mark juga Jaemin yang sedang bermain pasir. Mengisi truk mainan yang entah dia dapat dari mana dengan pasir sampai penuh. Atau wadah berbentuk istana.

Saat bosan bermain, bocah itu mendekati bibir pantai. Kepalanya menunduk, jari-jari kakinya bergerak pada pasir basah yang baru dihempas oleh ombak.

Dan saat ombak kembali mendekat, menabrak kaki Jaemin, bocah itu merasakan sensasi pusing. Tubuhnya seolah bergerak dan membuatnya oleng. Jatuh terduduk di atas pasir.

Renjun tertawa ringan. Dia mengangkat tubuh Jaemin agar kembali berdiri. Baru Renjun lepaskan, bocah itu kembali jatuh saat ombak menabrak tubuhnya. Seluruh tubuhnya basah.

"Mama~" rengek Jaemin, wajahnya sudah seperti ingin menangis.

Renjun mengangkat tubuh kecilnya, membawanya menjauh. Tangan kecilnya mencengkram baju yang Mamanya kenakan. Sepertinya memang anak itu benar-benar ketakutan.

"Kenapa?" tanya Haechan yang baru saja membeli es kelapa muda. Dia memberikan 1 ke Renjun, milik Jaemin ada pada Mark yang berjalan tepat di belakang Haechan.

"Ditabrak ombak, pusing mungkin." Renjun terkekeh pelan. Dia membersihkan pasir yang menempel di pipi dan lengan anaknya.

"Si Jeno sama Yangyang malah asik sendiri," gerutu Yangyang. "Ini mah zina berkedok liburan."

"Orang tua Yangyang masih gak suka sama Jeno?"

"Ya kali. Tau sendiri, Yangyang selalu dijauh-jauhin sama Jeno."

"Bisa begitu, ya?" gumam Renjun, kadang kasian ke Yangyang sama Jeno yang hanya dapet restu dari orang tua Jeno saja. Sementara orang tua Yangyang, masih belum setuju.

"Kenapa? Kasian?" tanya Haechan yang seolah sadar isi hati Renjun.

"Kadang kasian."

"Padahal lebih kasian kita."

Renjun langsung diam. Lah iya. Benar juga. Lebih kasihan dia sama Haechan daripada 2 bucin yang sukanya jadi tukang adu domba di antara teman itu.

"Lo berdua gak mau coba bawa Jaemin? Biasanya orang tua luluh sama cucu," ujar Mark. Ikut masuk ke dalam pembicaraan keduanya.

"Jual kisah sedih? Oh iya, lagi rame." Haechan mengetuk dagunya, "Tapi, malah gue yang makin menyedihkan abis ketemu mereka."

Renjun meliriknya. Ucapan Haechan sangat benar dan fakta yang menyebalkan. Jaemin yang duduk di dekat kakinya, sibuk makan buah kelapa yang sudah siap makan. Bocah itu tidak perlu susah-susah mengambil daging kelapanya.

"Biarin aja, lah. Kalau mereka nanti butuh, pasti juga datengin gue." Haechan abai, walaupun di dalam hati merasa kalau itu tidaklah benar.

"Kalo lo yang butuh mereka? Misalnya terdesak?" Mark masih bertanya, sejauh mana pemuda yang setahun lebih muda darinya ini bisa bertahan.

Haechan mendengus, "Apalagi? Gue ngemis sekali pun, mereka gak akan bantu."

Mark mengangguk. Memutuskan untuk tidak bertahan lebih jauh.

"Lo sendiri? Kapan mau cari pacar? Ngejomblo mulu."

Mark mendengus. Jelas-jelas Haechan yang sudah membuatnya jomblo. "Belum ada niat lagi. Mungkin nanti aja kalau magangnya selesai," Mark mengangkat kedua pundaknya acuh.

08.13 ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang