DUA LIMA
Kendaraan bermotor berlalu-lalang. Memenuhi jalan. Penuh sesak. Tapi, sepertinya Jaemin tidak terganggu dengan itu. Sejak 10 menit lalu, Jaemin hanya berdiri dengan kepala menunduk dalam. Es krim yang dia pegang, dibiarkan mencair. Menetes ke lantai.
Haechan menarik napasnya dalam-dalam. Setelahnya dia berjongkok di depan Jaemin. Es krim yang hanya tersisa sedikit, Haechan ambil dan dia buang ke tempat sampah.
"Papa," panggil Jaemin pelan, "Jaemin sayang mama."
Haechan mengangguk. Tau itu. Dia tau kalau perasaan Jaemin tergambar dengan jelas. Bocah yang hampir berusia 5 tahun itu bisa mengekspresikan perasaannya dengan baik. Renjun berhasil mengajari Jaemin untuk terbuka pada orang tuanya.
"Jaemin juga sayang Papa," lanjut Jaemin. Kepalanya terangkat kembali, "Kapan mama ke rumah? Kapan ada Papa, Jaemin sama mama? Apa masih lama? Kata om Melk, masih lama. Mama enggak pulang besok."
Haechan tersenyum. Dia mengangkat tubuh kecil Jaemin. Menggendongnya dan dia bawa ke tempat motornya berada.
Jaemin diam. Pipinya menempel di pundak kiri Haechan. Kedua tangannya melingkar longgar di leher sang Papa.
"Jaemin sedih," gumam Jaemin, "Jaemin mau mama, tapi mama gak mau sama Jaemin."
Punggung sempit Jaemin, Haechan usap lembut. "Nanti mama pulang," balas pria itu, "Jangan khawatir. Mama enggak akan ninggalin Jaemin sendiri. Mama cuman butuh waktu sendiri."
Haechan harap begitu. Haechan harap, Renjun cepat kembali. Bukan demi dirinya, tapi demi Jaemin yang masih benar-benar membutuhkannya. Jaemin membutuhkan Renjun lebih dari apapun.
Sementara itu, di kamar yang Renjun tempati, pemuda itu hanya diam. Duduk dengan punggung bersandar di pintu. Kedua tangan memeluk kakinya sendiri dan kepalanya menunduk dalam. Sesekali isak tangisnya masih terdengar.
Bercak darah menghiasi lengannya sendiri. Akibat dari Renjun yang menekan kukunya terlalu kuat. Rasa perih itu, tidak sebanding dengan rasa sakit yang menghantam hatinya.
Hal yang dia lakukan pada anaknya membuat Renjun semakin dirundung rasa bersalah. Renjun terpaksa walaupun hatinya menjerit untuk tidak melakukan hal itu. Tetapi, kalau Renjun tidak melakukan itu, apa yang akan terjadi pada Jaemin?
Rasa takut kalau-kalau dia menyakiti Jaemin, benar-benar mengganggu Renjun. Dia takut kalau Renjun melakukannya tanpa sengaja. Seperti dulu.
Tepukan pelan terasa di atas kepalanya. Renjun buru-buru mendongak. Tidak ada siapapun. Kamarnya sepi, gelap dan terasa dingin.
Telinga Renjun berdengung. Lagi. Suara-suara yang kerap kali Renjun dengar, muncul kembali. Tapi, kali ini, ada suara yang begitu familiar untuknya. Suara cempreng dan ceria itu terdengar.
"Jaemin sayang Mama!"
Suara itu hangat. Membuat Renjun senang mendengarnya. Apalagi kalau setelahnya, Renjun akan melihat senyuman polos yang begitu hangat. Matanya akan menyipit karena senyuman lebar itu.
Kedua pundak Renjun melemas. Dia mengerjap. Air mata mulai mengering di pelupuk. Pemuda itu mengepalkan kedua tangannya erat. Renjun sadar, bukan hanya dia yang terluka. Semuanya terluka.
![](https://img.wattpad.com/cover/365459149-288-k15363.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
08.13 ✔️
FanficJadi orangtua itu gampang, tinggal punya anak. Tapi, bagaimana dengan mengurusnya? Apa Haechan dan Renjun benar-benar dapat melakukannya dengan baik? HYUCKREN ft Jaemin