10 | "Jaemin, maaf."

2.5K 316 20
                                    

10

Renjun duduk termenung di ruang tamu. Dia masih memikirkan perkataan ibunya. Kenapa? Kenapa ibunya mengatakan hal itu? Renjun sudah bukan bagian keluarga mereka lagi, lalu kenapa mereka ingin mengambil Jaemin?

Apa alasannya? Apa karena Jaemin cucu laki-laki pertama?

Ujung jari Renjun gigit. Merasa resah. Apalagi saat ucapan Mama kembali menghantuinya. Kembali berdengung di kepalanya.

"Mama?" Jaemin memandangnya bingung. Kepalanya sedikit miring, "Mama ok?"

Renjun menatapnya. Memperhatikan wajah yang selalu dia lihat 4 tahun lebih. Bocah polos yang hanya memikirkan isi perutnya saja. Bocah polos yang suka tertawa dan asik sendiri, menemani Renjun di rumah. Berceloteh tidak jelas membuat seisi rumah ramai.

"Mama," panggil Jaemin. Dia tersenyum sampai kedua matanya menyipit, "Jaemin cinta Mama. Cinta banget~"

Cinta. Jaemin mencintainya. Begitu pula dengan Renjun yang sangat mencintai Jaemin. Renjun sudah mengorbankan banyak hal untuk Jaemin. Hidup, waktu, tenaga. Renjun memberikan segalanya yang dia miliki untuk Jaemin.

Tapi, ucapan sang Mama ada benarnya juga.

"Berikan pada Mama, dan dia akan hidup enak tanpa kekurangan apapun. Tentu saja, kamu dan suamimu itu akan mendapatkan imbalannya."

Renjun membeku. Dia menatap Ibunya tidak percaya. "Apa?"

Wanita itu menghela napas, "Berikan Jaemin pada Mama. Mama akan mengurusnya dengan baik. Lagipun, Mama tidak ada sangkut pautnya dengan nama kamu yang udah gak ada di keluarga. Mama tetap—"

"Kenapa baru sekarang?!" Renjun sedikit berteriak, kedua tangannya terkepal erat. "Kenapa Mama baru mengatakan itu sekarang?! Saat aku datang ke rumah, apa Mama peduli? Enggak, 'kan? Lalu kenapa, sekarang Mama meminta Jaemin?"

Napas Renjun memburu. Dia menatap Jaemin yang sekarang diam. "Jaemin, masuklah ke dalam rumah. Tunggu Mama di dalam."

Jaemin bangkit berdiri. Bukannya masuk, anak itu malah mendekati Mamanya. Memeluk kaki Renjun erat. Renjun menggenggam lengan Jaemin, membawanya masuk ke dalam rumah. Menutup pintunya agar anaknya itu tidak dapat keluar.

"Lihat keadaan kamu sekarang, Renjun. Apa kamu sama Haechan mampu untuk mengurusnya? Kalian masih muda, ambil cita-cita kalian itu. Mama yang akan menyekolahkan Jaemin. SD, SMP, SMA bahkan sampai kuliah. Mama yang akan menanggungnya."

Renjun menunduk. Menatap lantai putih yang dia pijak.

"Pekerjaan Haechan belum pasti, Mama tau kamu stres dengan semua ini. Mama juga—"

"Aku yang sudah membesarkan Jaemin! Aku yang berhak menentukan dia akan tinggal di mana. Mama tidak tau apa-apa, lebih baik Mama tidak perlu ikut campur. Aku akan memastikan Jaemin hidup dengan baik. Aku—"

Kedua bahu Renjun dicengkram kuat oleh sang Ibu. Wanita itu menatap anaknya tajam, "Apa kau sadar tentang ucapanmu itu?!" tanyanya penuh penekanan, "Apa kau mau terus hidup di bawah tekanan? Kau mau Jaemin mendapatkan efeknya? Emosi yang ada di dalam diri kamu, akan meledak kapan saja. Hanya tinggal menunggu waktu. Kamu yang gak tau apa-apa untuk jadi orang tua, bisa apa? Kamu tidak bisa memberikan apa yang Mama beri ke kamu. Hidup Jaemin tidak akan pernah sama seperti kamu, Renjun. Kamu sadar itu, 'kan?"

Renjun terdiam. Dia memandang kosong. Ucapan Mamanya benar. Renjun tidak bisa memberikan apa yang pernah diberi padanya ke Jaemin.

08.13 ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang